Share

Pesan yang Mengejutkan

Author: Suhadii90
last update Last Updated: 2025-01-20 00:30:48

"Astaga! Kau membuatku pusing, Neuro. Kau boleh mengejar siapa pun yang kau inginkan, tapi—dengan istri orang lain? Ayahmu pasti akan menggantungku di depan kantor jika tahu," ujarnya, suaranya pecah di antara putus asa dan marah.

Neuro hanya tersenyum, senyum yang penuh dengan kesombongan yang lembut namun berbahaya. "Tenanglah, John. Ayah tidak akan tahu!" katanya dengan nada santai, seperti berbicara tentang cuaca, bukan tentang skandal yang bisa menghancurkan reputasi keluarga mereka.

John memandang Neuro dengan tatapan nanar, matanya melebar seakan ingin keluar dari rongganya. "Aku akan mencari wanita lajang yang tiga kali lipat lebih cantik darinya," tawarnya, mencoba merayu Neuro untuk keluar dari permainan api ini.

"Tidak," jawab Neuro dengan tenang, nadanya datar namun penuh ketegasan.

"Lima kali lipat?" sergah John, kali ini suaranya lebih tinggi, nyaris seperti memohon.

"Tidak," ulang Neuro, senyumnya makin melebar. Matanya memicing, seperti serigala yang menemukan mangsa di tengah malam. "Menurutku, milik orang lain lebih... menantang."

John mengangkat tangannya ke udara, ekspresi frustrasinya memuncak. "Astaga, Neuro!" serunya dengan nada hampir melengking, matanya berkedip cepat seperti sedang mencari secercah harapan yang tersisa dalam kekacauan ini.

Neuro hanya tertawa kecil, suaranya rendah dan menggoda, seolah menikmati kebingungan John seperti seorang maestro menikmati simfoni yang ia ciptakan.

"Kita harus bersiap untuk meeting, John. Ayolah, berhenti panik," katanya dengan nada ringan, seolah pembicaraan mereka hanyalah lelucon kecil sebelum bekerja.

John menghela napas panjang, kepalanya terasa berdenyut seakan ada palu yang terus-menerus mengetuk.

Ia memijat pelipisnya, berusaha meredakan rasa pusing yang kian menggila. "Apa aku harus mulai menulis surat pengunduran diri sebelum Tuan Robert mengetahui hal ini?" gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Neuro.

Neuro hanya tersenyum simpul, menepuk bahu John dengan lembut namun terasa berat. "Santai saja, John," katanya sambil melangkah pergi, meninggalkan John yang masih bergumul dengan pikirannya.

**

"Kenapa kamu pulang duluan semalam, Sayang?" Suara lembut Rean memecah keheningan pagi yang terasa seperti lapisan tipis es di atas danau yang membeku.

Alisha, yang pikirannya tengah melayang di lautan ingatan yang menyesakkan, hanya terdiam.

Matanya tertuju pada pancake di depannya, tapi pandangannya kosong, seperti menatap sesuatu yang jauh melampaui permukaan meja.

"Sayang?" ulang Rean, kali ini dengan nada lebih lembut, hampir seperti bisikan yang takut mengusik sesuatu yang rapuh.

Ia mengulurkan tangan dan menyentuh jemari Alisha dengan kehangatan yang tidak mampu meredakan dingin di hati wanita itu.

Alisha tersentak, seolah baru saja ditarik dari jurang mimpi buruk. Matanya mengerjap cepat, dan ia memandang Rean dengan ekspresi kosong yang perlahan berubah menjadi kebingungan.

"Ya?" gumamnya lirih.

"Kamu kenapa?" tanya Rean dengan nada khawatir. "Apa kamu masih marah karena aku mempermasalahkan penampilanmu semalam?"

Alisha menggeleng cepat, mencoba menutupi badai yang berkecamuk di dalam dirinya. "Tidak," jawabnya singkat, suaranya hampir tenggelam dalam gemerisik dedaunan yang ditiup angin di luar jendela.

"Yang benar?" Rean bertanya lagi, memiringkan kepala dengan tatapan yang penuh perhatian. "Tapi kenapa kamu pulang sendiri tanpa aku? Aku jadi cemas."

Alisha menghela napas panjang, dadanya terasa sesak oleh tumpukan rahasia yang semakin berat.

Ia mengaduk-aduk pancake di piringnya tanpa selera, seperti mencoba membongkar sesuatu yang terkubur di bawah lapisan saus sirup.

"Aku hanya tidak enak badan karena sibuk akhir-akhir ini," jawabnya akhirnya, memilih kata-kata dengan hati-hati seperti berjalan di atas pecahan kaca.

Rean menghela napas lega, meski sorot matanya masih menyiratkan keraguan. "Kamu sakit? Kalau begitu istirahat saja di rumah, jangan pergi ke kantor!" katanya, nada suaranya penuh perhatian.

Alisha menggeleng kecil. "Tidak, sekarang sudah baik-baik saja," ujarnya, tersenyum tipis yang tidak mampu menyembunyikan kelelahan di sudut matanya.

Rean mengangguk perlahan, meski kekhawatirannya belum sepenuhnya hilang. "Apa kalian menikmati pestanya? Maksudku, kamu pulang sangat malam semalam, bukan?" tanya Alisha, mencoba mengalihkan pembicaraan dengan nada ringan yang terpaksa.

Rean terlihat sedikit tergagap, sebuah reaksi kecil yang tidak luput dari perhatian Alisha.

"Ah itu," katanya, menggaruk belakang kepalanya, "Aku hanya membantu Gea agar mendapatkan relasi, Sayang. Maaf karena aku tidak langsung pulang saat kau bilang tidak enak badan."

Senyum tipis kembali menghiasi wajah Alisha, namun ada sesuatu yang tajam di baliknya, seperti duri yang tersembunyi di balik kelopak mawar.

"Kamu memang sangat baik terhadap Gea. Terima kasih!" katanya dengan nada yang sarat makna, nyaris seperti racun yang dibungkus gula.

Rean hanya tersenyum, tidak menyadari sindiran halus yang tersembunyi di balik kata-kata Alisha.

"Sama-sama, Sayang. Dia juga sudah seperti adikku," jawabnya, suaranya penuh kejujuran yang terdengar palsu di telinga Alisha.

Dalam hati, Alisha hampir tertawa pahit. Seperti adik? pikirnya dengan getir. Mana ada kakak yang melahap adiknya sendiri?

Belum sempat ia memaki Rean lebih jauh dalam pikirannya, ponselnya bergetar keras, memecah keheningan.

Alisha meraih benda itu dengan cepat, seperti seseorang yang takut kehilangan kendali atas sesuatu yang berharga.

Alisnya bertaut ketika melihat sebuah pesan masuk dari nomor yang asing. Perlahan, ia membuka pesan itu, dan keningnya berkerut dalam-dalam saat membaca teks singkat yang hanya terdiri dari beberapa kata:

"Kau tidak lupa janjimu, bukan?"

Tangan Alisha bergetar, memegang ponsel dengan erat seperti ingin menghancurkannya. Wajahnya yang berubah dalam sekejap tidak luput dari perhatian Rean. "Kenapa, Sayang?" tanya Rean, nada khawatir dalam suaranya semakin jelas.

Alisha segera mengetik balasan, meski hatinya sudah tahu siapa pengirim pesan itu. "Siapa kau?" tulisnya dengan jemari gemetar, sebelum mematikan layar ponselnya dengan cepat, berusaha menjaga agar Rean tidak mencurigai apa pun.

"Itu ada masalah di kantor," jawabnya, mencoba terdengar biasa.

Namun, getaran lain dari ponselnya segera datang, seperti gemuruh badai yang tak bisa dihindari.

Dengan hati-hati, ia membuka pesan itu lagi, dan kali ini, kata-kata yang ia baca membuat dadanya terasa seperti ditikam.

"Night Club Twenty One Zero pukul 20.00 tepat. Jangan terlambat! Atau suamimu akan tahu tentang selingkuhan tampannya ini."

Alisha hampir melompat dari kursinya, matanya melebar penuh kengerian. Jemarinya mencengkeram ponsel dengan kekuatan yang nyaris membuat benda itu retak.

“Darimana pria gila itu tahu nomor ponselku?” pikirnya panik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Salah Memilih Lawan

    Kelly hanya bisa meremas foto-foto itu dengan kesal. Mustahil, bagaimana bisa Alisha menemukan jejak dirinya saat menjadi wanita penghibur beberapa tahun yang lalu.Hanya sebentar ia berada disana untuk bekerja, bagaimana mungkin Alisha bisa menemukan jejaknya?Apa Alisha memiliki orang handal yang pintar mencari informasi? Tidak mungkin. Perusahaan Alisha bukanlah perusahaan besar yang memiliki sumber daya manusia yang luar biasa."Bagaimana Kelly? Kau ingin aku mengirimnya pada Andrew?" ujar Alisha dengan senyuman miring."Atau bagaimana jika aku membeberkan hal ini ke media? Beritamu pasti akan besar seperti halnya beritaku. Bahkan aku bisa membuatnya lebih besar lagi," sambung Alisha kembali.Kelly mulai terlihat pucat pasi mendengar ucapan Alisha. Rahangnya bergemretak menahan amarah melihat Alisha yang tersenyum penuh arti. "Apa maumu?""Ha, tidak seru! Kenapa kau masih saja searogan itu saat kartu matimu ada di tanganku. Memohonlah padaku, Kelly Anderson! Baru aku akan memperca

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Ancaman Untuk Kelly

    Awalnya Alisha pikir Gea akan terbawa amarah saat ia lagi-lagi kalah darinya. Namun kali ini berbeda, Alisha terperangah saat melihat Gea malah mengangkat bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyuman licik nan berbahaya. Kedua tangannya ia lipat di depan lalu berkata, "Tidak apa-apa, Kelly. Aku memang sengaja kalah dari Kak Lisha,"Alisha mengangkat alis mendengar ucapan ambigu yang dilontarkan oleh Gea. Apa yang jalang ini maksud sebenarnya?"Sengaja kalah? Kenapa memangnya, Gea?" Kelly terlihat mulai memancing.Semua orang terlihat mencondongkan tubuh mereka, sama-sama ingin tahu jawaban yang akan Gea utarakan."Aku sudah mengambil semuanya dari Kak Lisha, hal ini tidak seberapa dengan pengorbanannya untukku. Dia sungguh berhati mulia mau memberikan suami tercintanya.”"Astaga, malangnya.""Kasihan sekali.""Dia tidak pandai menjaga suaminya."Alisha hanya bisa ternganga mendengar jawaban Gea. Semua orang kembali terkikik geli. Sialan, mereka sengaja menjadikan aib rumah tanggany

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Kalah

    Alisha mengangkat wajahnya melihat ke arah depan. Matanya melebar sempurna melihat bayangan wanita itu. Raut wajah Alisha seketika mengeras melihat Gea berdiri disana dengan senyuman lebar. Gea melangkahkan kakinya ke arah meja mereka dengan langkah mengayun. Alisha hanya bisa mengatupkan rahangnya kuat melihat penampilan Gea yang mewah malam ini. Sedang apa wanita jalang ini di sini?"Selamat malam, Kak Lisha. Akhirnya kita bertemu lagi hari ini."Melihat Gea berdiri disana dengan senyuman lebar membuat amarah Alisha seketika bangkit. la refleks berdiri, menatap tajam ke arah Gea yang masih memasang senyum lebarnya."Apa-apaan ini, Kelly? Kenapa jalang ini ada di sini?" ujar Alisha sinis.Kelly terlihat mengangkat bahu. "Maafkan aku Alisha Sayang, tapi aku menerima semua orang yang menurutku memiliki derajat tinggi. Sekarang Gea adalah istri Rean Hadiyatma, salah satu perusahaan besar di kota ini,""Apa kalian tahu siapa dia?" Tanya Alisha sambil menunjuk Gea dengan telunjuknya."T

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Tamu Spesial

    Dalam hati Gea bersorak mendengar ucapan Riana. Rencananya lebih lancar dari yang seharusnya berjalan. Kematian Hendriawan benar-benar menguntungkan baginya. Lihat orang-orang bodoh ini, mereka tidak tahu jika ia telah menyuntikan racun ke dalam infusan Hendriawan. Sebenarnya langkahnya untuk melenyapkan bukan bagian dari rencana, hanya saja mengingat pria tua itu bisa menjadi batu sandungan untuknya, Gea terpaksa melakukannya.Racun yang ia suntikan memang tidak dapat terdeteksi sebagai penyebab kematian, siapa yang menyangka jika pekerjaan ayahnya sebagai anggota preman cukup membantunya mengetahui informasi ini. Gea mengulas senyuman tipis. Kebencian Riana terhadap Alisha semakin membesar karena satu dua kebohongan yang ia lontarkan. la akan menjadikan Riana sebagai alat untuk menghancurkan Alisha. Tidak ada senjata yang lebih baik dibanding dari mereka yang dipenuhi dendam dan juga amarah.Dengan penuh yakin Gea mengangguk, menuruti apapun arahan Riana selanjutnya."Baik Ma, G

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Menyalahkan Alisha

    Suasana duka menyelimuti kediaman rumah Keluarga Hadiyatma ketika Alisha menginjakkan kakinya di sini.Semua orang berpakaian penuh hitam ikut menggambarkan betapa kelamnya hari panjang ini bagi mereka.Alisha hanya bisa menatap rumah duka itu dengan tatapan nanar. Suasana hatinya tak jua berbeda dengan suasana hati yang ditujukkan Rean dan Riana hari ini. Sedih dan putus asa.Riana terlihat masih menjerit histeris menggoncang tubuh suaminya yang terbujur kaku sementara Rean terlihat menahan lengan sang ibu untuk menguatkan hatinya yang ditinggal belahan jiwanya.Pemandangan ini sungguh memilukan membuat beberapa pelayat ikut menutup wajah, menyembunyikan tangisnya.Kedatangan Alisha dan raut wajah sedihnya nyatanya tak dapat menyentuh hati Riana sedikit pun.Melihat kedatangan Alisha yang tidak diharapkan membuat pandangan Riana berubah waspada.Wajah putus asanya seketika mengeras melihat Alisha menghampiri jasad Hendriawan. Berani sekali! Berani sekali orang yang menyebabkan kemala

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Berita Kematian

    Telinga Riana seolah berdenging mendengar ucapan dokter di depannya."Apa maksudnya dokter? Jangan main-main. Saya mau menemui suami saya, tadi dia masih baik-baik saja. Mana mungkin suami saya meninggal," ujar Riana menolak fakta yang baru saja dikatakan dokter di depannya."Maafkan kami Bu, kami sudah berusaha namun Tuhan berkehendak lain. Nyawa suami Ibu tidak dapat kami selamatkan.”Tubuh Riana seketika melemas mendengar perkataan dokter di depannya. Tidak mungkin, tidak mungkin suaminya meninggalkannya sekarang.Dengan daya yang tersisa tinggal sedikit, Riana menghampiri ruangan Hendriawan.Tatapannya berubah nanar saat melihat tubuh kaku Hendriawan dengan wajahnya yang sudah memucat."Papa baik-baik saja kan, Pa? Papa pasti bohong kan sama Mama? Papa tidak mungkin meninggalkan Mama sendirian, bukan?"Meski Riana sudah mengguncang tubuh Hendriawan berkali-kali dengan daya yang cukup keras, Hendriawan tetap tidak merespon apapun yang sudah ia lakukan."Papa jangan bercanda begini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status