"Ah..." Suara Refat yang tercekat sembari kedua matanya melihat ke bawah dengan tatapan horor sekaligus panik dan cemas.
Ender ikut melihat ke bawah sedang raut wajahnya terlihat cemas.Bagaimana tidak.Karna Refat sedang menikmati melihat pasangan di bawah yang sedang bertengkar. Dia jadi melupakan kalau di tangannya ada gelas dan berisi anggur non alkohol. Sehingga waktu dia mau berbalik. Sikunya terkena pembatas dek kapal. Dan membuat gelas di tangan Refat lepas seketika.Dan.Pranggg..."Ah..." Itulah suara yang keluar dari mulut refat setelah dia diam beberapa saat dan setelah tadi dia berteriak kencang. Untuk menyuruh pasangan di bawah menyingkir dari area gelas yang mau jatuh. Alhasil.Ender menoleh melihat Refat dengan tatapan. 'apa kau akan tetap di sini dan melihat!'Mengetahui maksud dari tatapan sahabatnya tersebut. Dengan buru buru Refat berbalik melangkah meninggalkan Ender sendirian di sana."Aku akan ke sana sebentar. Jangan kemana mana tetap di sana. Kamu sudah kebanyakan minum Ender!" Ujar Refat sembari berlari meninggalkan dek tersebut dan menuruni tangga yang berada di sana.Sepeninggal Refat. Ender melihat ke gelasnya. Ia menatapnya lama dan kemudian beralih melihat di mana Refat menghilang dari pandangan nya.'dia sangat tahu aku tidak pernah menyentuh alkohol. Apa dia sudah hilang ingatan?' kesal Ender yang sampai minum pun harus di atur.Lagian ini hanya minuman biasa yang rasanya dari anggur. Namun ini tidak memabukkan. Meski ia minum berbotol botol. Cuma hanya akan membuatnya sakit perut. CkckSetelahnya Ender kembali melihat ke depan ke laut lepas di hadapannya sebelum kemudian melihat ke bawah di mana Refat sudah ada di antara pasangan tadi.Di bawah. Lantai satu dek kapal.Sembari melebarkan langkahnya yang nyaris seperti berlari. Refat menghampiri satu pasangan di hadapannya. Di mana.si pria sangat terlihat mengkhawatirkan pasangannya."Maafkan aku. Kalian tidak apa apa kan? Tidak ada yang serius kan! Maafkan aku. Tadi tangan ku licin jadi..." Ucapan Refat terhenti saat melihat pria di hadapannya.Pria yang bersama wanita di hadapannya dan pasangan di hadapannya."Ezra? " Suara terkejut Refat yang tidak menyangka bisa bertemu Ezra di sini. Padahal,"Kau yang menjatuhkan gelas ini?" Tanya Ezra yang nyaris hampir menonjok Refat. Seandainya Kara tidak bersamanya.Lain dari Refat. Ezra sama sekali tidak terkejut dengan keberadaan Refat di kapal tersebut. Karna, dia asisten nya sekaligus, sahabat.Mendengar kata itu lagi. Batin Ezra mendengus jijik.Refat yang gelagapan melihat ke atas di mana Ender masih berdiri di sana. Lalu kembali melihat Ezra, yang teramat sangat mengkhawatirkan pasangannya. Tunggu,"Wanita ini pasang...""Dia punya nama." Tatap tajam Ezra ke Refat.Mendapat tatapan dingin dari Ezra. Serta ucapan Ezra yang ketus. Tidak membuat Refat merasa aneh atau risih."Ah... Maafkan aku. Jadi..." Refat melihat ke wanita yang dalam pelukan Ezra lalu ke Ezra. Kode dia mau tahu nama wanita tersebut.Tapi reaksi Ezra malah tidak peduli dan dingin. Dengan acuh Ezra membuang wajahnya ke samping dan menjawab."Kamu tidak perlu tahu namanya dan juga, bersyukur kalau dia baik baik saja. Karna kalau tidak...""Ezra? Aku mau ke kamarku," panggil Kara dengan suara lirih dan lembutnya. Sembari melepaskan dirinya dari Ezra.Barulah saat itu Refat bisa melihat jelas wajah wanita yang hampir terluka karna dirinya.Eh, tunggu."Kamu..." Suara Refat yang terhenti dan seketika mematung melihat Kara.Kara melihat Refat dan detik selanjutnya ia merasa bingung. Sebelum detik selanjutnya lagi Kara terkejut."Ah anda..."Refat terkekeh geli."Ternyata kita berjodoh ya! ... Ah," Suara Refat tercekat saat melihat ke Ezra dan detik selanjutnya lagi lagi Refat gelagapan."Ah, maafkan aku. Aku tidak bermaksud...""Kau kenal dia? " Mengacuhkan Refat. Ezra melihat Kara di bawahnya.Kara yang melihat Ezra. Seketika menggeleng lalu menjelaskan pertemuan dirinya dan Refat."Tadi saat aku naik ke sini. Aku hampir jatuh di tangga." Kara menjeda kalimat nya dan melihat Refat."Dan dia menolongku," sambung Kara.Mendengar hal tersebut. Ezra menghela nafas."Kapan sih kamu tidak ceroboh dan berhati-hati sih Kara!" Keluh Ezra melihat Kara.Kara bangkit berdiri seketika yang membuat Ezra ketakutan dan membuat Refat terkejut."Tadi pikiran ku tidak sedang di tempat. Aku duluan ke kamar dan... " Kara melihat ke Refat."Aku baik baik saja tuan! Dan bukankah kita sudah impas?""Ya?!" Kebingungan Refat melihat ke Kara yang sudah berdiri menjulang di hadapannya.Begitu juga dengan reaksi Ezra. Yang tidak mengerti maksud dari ucapan Kara."Tadi anda sudah menolong saya yang hampir jatuh. Lalu sekarang anda hampir mencelakakan saya dengan tangan anda yang licin. Untungnya kepala saya tidak berdarah oleh kecerobohan anda. And so... Sekarang kita impas kan? Yang artinya, tidak ada yang berutang budi."Kedua bulu mata Refat naik turun. Di sertai raut wajahnya yang kebingungan dalam mencerna semua ujaran Kara. Yang nyaris bagi telinga Refat adalah. Seperti sebuah ocehan anak kecil. Itu artinya sangat menggemaskan."Pfftt..." Ezra mengatupkan mulutnya menahan tawa.Refat yang masih mencerna dalam kebingungannya. Melihat memerhatikan Ezra. Sebelum kemudian dia melihat ke arah wanita, yang sama sekali belum ia ketahui namanya siapa.Namun, pilunya nasib Refat. Begitu ia mengembalikan pandangan nya melihat ke Kara lagi. Kara sudah tidak berada di sana lagi.Artinya hanya tinggal mereka berdua di sani. Ia dan pria yang sudah lama tidak ia temui ini.Ezra bangkit bangun dan menepuk nepuk celananya.Refat yang melihat hal itu. Mengikuti gerak gerik Ezra."Apa dia pasanganmu? Ah, maksudku... Kekasihmu sekarang? Kamu sudah move on?... Ah, maafkan aku. Aku tidak bermaksud...""Intinya bersyukur lah. Gelas tadi tidak mengenai kepala nya. Karna jika iya, aku sendiri yang akan membayar mu lebih, untuk ganti rugi. Kamu tahu Refat..." Ezra menjeda ucapannya dan berbalik menatap Refat."Aku tidak pandai dalam mengancam. " Senyum sinis Ezra sebelum berlalu dari sana."Kamu akan terus seperti ini Ezra! Setelah beberapa tahun berlalu! Kamu...""Lain kali..." Ezra sengaja memotong ucapan Refat.Ezra berdiri membelakangi Refat dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam kantung celananya. Dan berdiri santai."Berpura pura lah untuk tidak saling mengenal. Karna aku..." Lagi lagi Ezra menjeda ucapannya dan kali ini.Ia mendongak menatap ke atas. Di mana dek kapal tempat Ender berdiri di atas.Ender yang baru saja mengalihkan kedua matanya dari melihat ke depan ke laut dan kini ke bawah. Di mana tempat Ezra berdiri dan Refat juga berada di sana. Kedua manik matanya seketika saja melebar."Tidak pernah mengenal kalian." Seru Ezra dingin dan tajam. Sebelum kemudian benar benar berlalu pergi dari sana.Meninggalkan Refat yang terkejut dengan ucapan Ezra lalu di kejutkan dengan melihat raut wajah Ender.Refat merapatkan kedua giginya tidak suka."Ah, mommy?!" Panggil Ender ke Ayse yang menerobos masuk ke dalam kamar. Ia kembali melihat Refat dan berucap. "Tunggu di sini,"Blam,Dan pintu tertutup.Dan ya, Refat menunggu dengah patuh. Ia tadinya mau membuka mulut dan bertanya serta mendengar langsung dari mulut Ender. Tapi belum juga suaranya keluar. Ender sudah lebih dulu membanting pintu di hadapan wajahnya. Menarik nafas.Refat memilih menyamping dari lorong kamar dan berdiri disisi dinding kamar Kara, dengan bersandar di sana. Sebelum mengejar langkah Ayse. Ender memejamkan kedua matanya sembari memijat keningnya yang tidak sakit. Baru setelahnya ia berlalu menyusul Ayse masuk ke dalam.Ender menemukan Ayse berdiri di ruang sofa, berkacak pinggang di sana. Sebelum kemudian berlalu ke ranjang. Dan sama, berdiri di sana dengan raut wajah Ayse yang marah. Di sofa, Ayse tidak menemukannya. Ayse lanjut memeriksa nya ke ranjang. Ender tahu betul mommynya. Jika sedang marah, maka jangan mengajaknya bicara. Cukup diam dan den
Brakh,Brakh,Brakh,Ender dan Kara serempak melihat ke arah pintu yang tertutupi dinding pembatas ranjang. Ender yang baru melempar tubuhnya ke samping Kara. Dan Kara yang posisinya membelakangi Ender. Keduanya sontak setengah bangun melihat ke pintu. Kara melihat ke Ender begitu juga sebaliknya. Lelah, Ender kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang. "Jangan pedulikan. Tidurlah," Ender bersuara lembut yang nyaris Kara berpikir kalau Pria ini beda dengan Pria bermuka kejam tadi. Sebelum ucapannya selanjutnya menjatuhkan pikiran Kara. "Karna hukuman mu akan di mulai besok,"Brakh,Brakh,Brakh,"ENDER! MOMMY TAHU KAU ADA DI DALAM. BUKA PINTU NYA ENDER!" Suara teriakan seorang wanita di pintu menembus kedalam kamar. Ender dan Kara saling melihat. Setelah keduanya kembali bangkit bangun dan duduk."Kamar ini tidak kedap suara?" Tanya Ender pada Kara. Dengan malas Kara menjawab. Apa dia tidak bisa melihat."Tidak bisakah kau melihat langsung? Dan mungkin kah kedap suara?" Kara menja
"Mama Ezra berteman akrab dengan mama ku. Mereka sudah bersahabat sejak lama. Karna itu aku mengenalnya dan terlebihnya, tentu aku tidak perlu menjelaskan ini padamu. Yang perlu kamu lakukan adalah mengatakan pada papa ku apa yang kamu katakan pada ku tadi. Intinya, aku tidak mau dengar kalau Ezra terlibat di sini. Kamu mengerti maksudku kan?!" Ujar Ender sembari melilitkan handuk di pinggangnya. Kemudian beralih menatap Kara di ranjang yang tidur dengan posisi membelakangi."Karna nyatanya Ezra tidak terlibat," Sama sekali Kara tidak terlihat sedih atau marah. Karna memang benar, ini semua rencananya dan tidak ada keterlibatan Ezra. Ia hanya meminta bantuan Ezra dan kebetulan Pria itu mau menolongnya. Lalu, meski pun tanpa di suruh Ender. Ia tentu tidak akan melempar Ezra ke dalam masalah ini jika ketahuan. "Tentu saja. Dia hanya menuruti wanita murahan seperti mu." Aku hanya tidak mau, Ezra membuat kesan yang tidak baik pada Daddy dan mommy ku. Karna mereka sudah menganggap Ezra se
Kara menarik nafas panjang dengan berat. Ia berbalik melihat Ender yang duduk di ranjang."Berhenti berpura pura Ender? Sebenarnya kamu tahu kan? Siapa yang menjebakmu sebenarnya. Karna itu kamu di sini sekarang," Dan hanya itu jawaban yang aku temukan dari sikapmu ini. Ender sesaat diam mematung dengan ekspresi wajahnya yang terlihat tenang. Sebelum beberapa detik kemudian wajah Ender menjadi dingin. Ia mendengus,Awalnya Kara hanya menebak. Tapi siapa tahu, tebakan nya benar. Ender sudah tahu semuanya.Ender menyibak selimut. Berjalan pasti lalu meraih handuk yang berada di lantai. Yang ternyata baju handuk yang di pakai Kara tadi. Lama terdiam keduanya. Dimana Ender sedang dalam aktivitas nya memakai handuk dan Kara tidak melepaskan pandangannya melihat Ender. Bukan pandangan suka atau tidak bisa mengalihkan matanya dari Ender. Akan tetapi pandangan was was untuk berhati hati. "Kamu benar!" Ender menggantung ucapannya lalu berbalik melihat Kara. Setelah mengikat tali handuknya.
Ting,Pintu lift lantai 1 terbuka dan Refat keluar dari sana. Refat memikirkan ucapan Ender tadi, saat pria itu melangkah ke kamar Javier bersamanya. Flash back.Beberapa jam yang lalu.Setelah keluar dari kamar Kara. Di lorong kamar kanan kiri di lantai 1. Terlihat sunyi hanya ada dirinya dan Ender di sana. Di mana tadi banyak pasang manusia yang berlalu lalang dan tidak kalah ramainya juga dengan para media dan wartawan. Refat mengikuti di belakang Ender. Sebelum mengejar langkah Ender dan mensejajarkan langkah keduanya. "Apa yang terjadi?" Refat menoleh melihat Ender dari samping. "Apa nya?" Tanya Ender balik dengan malas dan tanpa melihat Refat. Langkah keduanya terus melaju tanpa berhenti. Refat menghela nafas lelah. "Sudahlah Ender! Kamu tahu jelas apa yang aku maksud! Kamu tahu sendiri aku tidak suka mendengar dari mulut orang lain. Jadi katakan pada ku apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu bisa berada di kamar itu dan,,, Ada wanita juga," Lanjut Refat setelah menjed
"Refat! Kau sudah di sini! Bagaimana dengan penghulunya, beliau bersedia?" Javier bangkit dari duduknya mendekat ke Refat dan memeluk Refat sejenak layaknya putranya sebelum berdiri di hadapan Refat. Menunggu kabar yang di bawa Refat. "Tentu saja beliau bersedia paman! Jika pun tidak bersedia saya akan memaksanya ikut,"Javier mengangguk angguk mengerti. "Lagian ini hanya beda jadwal yang sudah di tentukan. Seharusnya pernikahan terjadi 2 minggu lagi. Ini malah terjadi tiba tiba, aku harap beliaunya tidak terkejut,"Refat tertawa geli. "Awalnya tentu terkejut paman. Bahkan bapak penghulunya mengira hamil duluan,"Javier tersentak dan sebentar melebarkan kedua matanya sebelum kemudian suara Refat menenangkan ke khawatiran nya. Dengan wajah yang masih di hias senyum sejabis tertawa. Refat berucap,"Saya sudah jelaskan apa yang terjadi paman! Meskipun tidak semuanya,"Javier menghela nafas sembari tertawa. "Memang tidak salah, aku menyuruh mu ke sana Refat! Kamu selalu bisa di andal