Share

Belenggu Hati
Belenggu Hati
Penulis: pinkcamelia

Malam Kara

"Ku rasa kau cukup banyak minum malam ini, Ender." Seorang pria mendekat ke pria yang sedang menumpu kedua tangannya di pembatas dek kapal. Dengan satu gelas cairan berwarna bening di tangannya.

"Kamu sangat tahu Re? Aku nggak suka berada di sana lama lama dan bisa bisa membuat kepalaku sakit," Ujar Ender malas.

Sepintas senyuman tipis tersampir di wajah tampan pria bernama Asli Refat Anggara tersebut. Namun, Ender sering memanggilnya dengan Re. Sejak dari dulu mereka di sekolah TK. Itu artinya mereka sudah bersahabat dari dulu.

"Kamu pemeran utama malam ini Ender! Kamu harus ada di sana, kedua orang tuamu mencarimu," Refat ikut menumpu kedua tangannya menyamai Ender.

Ender menoleh melihat Refat sebelum kemudian dia sendiri terkekeh geli.

"Aku kira kamu duluan yang bakalan menikah," Ender kembali melihat ke depan.

Ke hamparan laut lepas di hadapan keduanya. Dengan ombak ringan, tidak membuat siapapun merasa ketakutan.

Refat ikut terkekeh.

"Lalu siapa sangka! Si pria yang katanya belum ada niatan untuk ke sana tapi sudah akan lebih dulu ke sana," timpal Refat tanpa melihat Ender. Karna kedua manik matanya menikmati ke indahan laut malam.

Jarang jarang ia bisa menikmati pemandangan indah tersebut. Karna kesibukannya selalu kerja dan kerja.

Dan di saat ini. Ia bisa menikmati serta beristirahat sebentar. Di karenakan, perjamuan mewah yang di adakan di kapal pesiar dan di tengah laut. Selama satu hari satu malam.

Benar. Berada di dalam sana, berlama lama bukanlah tipikal seorang Ender. Dia akan merasa bosan dan jenuh seketika. Dan dengan kebisingan. Akan membuat kepalanya sakit. Karna itu, Ender memilih keluar mencari angin segar sebentar sekaligus menenangkan otak dan pikirannya. Sebelum kembali ke ball room.

Ender tidak menjawab. Dia hanya membalas dengan tersenyum penuh maknanya.

Kemunculan satu pasangan di lantai dek kapal di bawah mereka. Mencuri perhatian Ender dan Refat untuk melihat. Tanpa bisa mereka dengar pembicaraan satu pasangan tersebut.

"Kara?" Panggil Ezra entah yang kesekian kalinya untuk menghentikan rencana jahat Kara.

Tapi Kara yang tidak mendengar kan dan mempedulikan panggilan Ezra. Memilih naik ke dek kapal dan Ezra dengan setia mengikuti langkah cepat Kara.

Keduanya berada di lantai 2 dek kapal. Di pinggiran pembatas. Dengan Kara menatap Ezra jenuh. Keduanya saling berpandangan dengan pikiran berbeda.

"Ini belum terlambat," sambung Ezra memohon untuk menghentikan rencana Kara.

Sinar di kedua manik mata Kara. Membuat Ezra tahu akan jawaban Kara. Kara tidak akan mengubah pikirannya.

"Apa itu pertengkaran pasangan?" Tanya Refat ke Ender yang masih memperhatikan melihat satu pasangan di bawah mereka.

Mengalihkan pandangannya ke laut. Ender merasa itu hal bodoh yang tidak sengaja dia lihat.

"Mana ku tahu? Jika kamu ingin tahu, turunlah dan tanyakan pada mereka." Jawab Ender ketus dan acuh.

Refat menghela nafas menatap sinis Ender. Sebelum menggeleng frustasi.

"Aku jadi bertanya tanya. Apa yang membuatmu menerima pernikahan yang di atur ini. Mengingat begitu setianya kamu, dengan kesendirian selama ini Ender! Jangan katakan kamu jatuh cinta pada pandangan pertama pada calon istri mu. Aku sangat mengenalimu,"

Ender mengacuhkan ucapan Refat, yang nyaris seperti interogasi itu.

Jika Ender memilih melihat ke depan ke laut. Namun berbeda dari Refat, yang memilih melanjutkan melihat pasangan di bawah mereka.

"Kamu tahu? Apapun akan aku lakukan untukmu! Meski kamu menyuruhku terjun ke laut di saat ini juga. Tapi Kara!" Ezra memegang kedua pundak Kara dengan perasaan sayangnya. Sebelum kembali berucap.

"Tidak dengan menyakitimu. Hal ini akan membuat mu..."

"Lebih baik." Potong Kara cepat dengan menatap Ezra tegas.

Ezra mematung dan tidak tahu harus mengatakan apalagi untuk meyakinkan Kara. Tubuhnya seketika lemas semua bahkan hingga ujung kakinya. Saat melihat sinaran mata Kara yang tegas dan dingin tidak terbantahkan.

Kara menaikkan kedua tangannya melepaskan kedua tangan Ezra yang memegang pundaknya. Sedang kedua matanya masih menatap Ezra.

"Jika kamu tidak bisa membantuku maka katakan saja. Aku akan cari orang lain yang bisa membantuku. Aku sudah peringatkan dari awal Ezra! Jika kamu tidak mau membantu. Maka jangan jadikan dirimu penghalang rencanaku." Ujar Kara tajam dan dingin.

Kara berbalik membelakangi Ezra. Menatap laut lepas di hadapannya sedang pikirannya di tempat lain.

"Aku akan merasa lebih buruk dari ini jika tidak melakukan ini Ezra? Aku tidak bisa membiarkan dia tertawa senang dan bahagia. Aku tidak bisa," Kara mengepal kedua buku tangannya. Sedang di pelupuk kedua matanya. Air matanya sudah mengenang.

Bagaimana bisa seseorang tertawa bahagia. Setelah apa yang mereka lakukan dan tanpa merasa bersalah. Dan bagaimana bisa keburuntungan demi keburuntungan tertimpa padanya.

Dan kali ini. Pria kaya, anak konglomerat ternama di negara ini. Yang jadi calon suaminya.

Ezra menatap punggung Kara setelah melihat kepalan kedua tangan Kara.

"Aku bisa membawamu pergi dari negara ini dan tidak perlu lagi melihat Zara, Kara? Kita bisa pergi dari sini," Ezra masih memohon dengan nada lemasnya.

Entah yang keberapa kali sudah Ezra meminta memohon ke Kara untuk menghentikan rencana gilanya Kara. Dari perjodohan Zara dan pria bernama Ender itu di tentukan.

Bagi Kara. Dia sama sekali tidak mengenali calon suami Zara. Dalam pikirannya sekarang adalah menyakiti dan membuat rencana keluarga Zara batal. Tapi tidak baginya. Ia sangat mengenali pria ini. Calon suami Zara.

Dia akan sangat bengis dan kejam jika hal tentang dirinya di ganggu atau diusik.

Dan Kara. Akan melakukan itu.

Dengan tersenyum penuh makna. Kara berbalik menatap Ezra di hadapannya.

"Aku rasa kamu tidak ada niatan untuk membantuku Ezra! Berhentilah membujukku, karna aku akan tetap melanjutkan ini. Aku tidak peduli diriku jatuh ke lubang apa. Asal semua rencanaku berjalan lancar. Jadi berhentilah, Ezra."

Saat Kara berjalan mau melewati Ezra dan berniat mau masuk ke dalam kapal lagi.

Ezr memegang tangan Kara. Menghentikan langkah Kara.

"Aku hanya perlu melakukan itu bukan?"

Kara menaikkan pandangannya melihat Ezra.

"Jangan memaksakan dirimu, Ezra!"

Ezra tersenyum pilu.

"Sayangnya aku sedang memaksakan diriku untuk setuju, Kara!" Tatap Ezra ke Kara.

Kara melepaskan tangan Ezra dari dirinya.

"Kalau begitu jangan lakukan. Dan jangan halangi aku." Setelah mengatakan kalimat kejam begitu.

Kara berlalu pergi dari sana meninggalkan Ezra yang terdiam dan hanya bisa menatap punggung Kara berlalu di hadapannya.

Namun, itu hanya sebentar. Sebelum Ezra di kejutkan oleh suatu hal dan seketika Ezra berlari cepat ke arah Kara yang mau masuk ke dalam kapal kembali. Setelah dia berteriak keras memanggil Kara panik.

"KARA!"

Kara yang saat itu belum tahu apa apa.

Melihat menolah ke Ezra yang memanggilnya.

Dan, belum sempat Kara berpikir dan mencerna apa yang terjadi pada Ezra.

Kenapa Erza berlari dan juga berteriak memanggil namanya. Di tambah raut wajahnya yang panik.

Namun, ia sudah lebih dulu di kejutkan dengan sikap Ezra yang tiba tiba.

Yaitu memeluk tubuhnya erat. Seperti melindungi dari sesuatu yang bisa melukainya.

Dalam pelukan Ezra yang sangat kuat. Kara mencerna apa yang sedang terjadi dan kenapa Ezra bersikap tiba tiba begini.

Namun, pertanyaan itu kembali di telan Kara. Saat melihat di bawah kaki keduanya ada pecahan gelas. Yang seperti nya jatuh dari ketinggian.

Kara berniat mau melihat ke atas. Namun, pelukan Ezra yang sangat kuat. Di tambah mendengar deruan jantung Ezra yang begitu kuat. Kara mengurungkan niatnya.

Kepala Kara terbenam sepenuhnya di dada bidang Ezra. Dengan Ezra memeluknya erat. Begitu juga dengan tubuh Kara yang yang hilang di balik tubuh Ezra.

Keduanya sekarang berada di dek kapal.

Sebuah kapal pesiar yang di sewa oleh papa Zara. Untuk merayakan menyambut pernikahan putrinya sekaligus melepas masa single keduanya. Zara dan pria bernama Ender tersebut. Pria yang sangat di idam idamkan oleh setiap wanita dan di perebutkan oleh setiap klien bisnisnya untuk di jadikan menantu.

Namun, Ender menjatuhkan pilihannya pada putri satu satunya. Zulfikar Jamal. Ayah Zara, yang merupakan seorang pengusaha Minimart sukses.

Cukup banyak tamu yang datang bahkan dari kalangan pejabat ikut mendapat undangan.

Acara yang akan di mulai jam 00:00 hingga pagi menjelang.

Namun sekarang, masih jam 21:09. Itu tamu bisa bersantai sejenak sembari menikmati pemandangan laut malam yang indah.

Begitu juga dengan dirinya. Bisa mengatur rencananya hingga menjadi sukses.

Semua tamu undangan serta kerabat. Terlihat menanti dengan tidak sabar untuk acara puncak nanti.

Tapi tidak untuk Kara. Batinnya menjerit tidak terima. Jika hal tersebut berjalan lancar sesuai keinginan Zara dan mamanya. Ia tidak bisa. Ia tidak akan membiarkan itu. Ia akan mengobrak abriknya dan setelahnya ia akan tertawa bahagia.

Kepalan kedua tangan Kara terkepal kuat saat dirinya mengingat wajah kara yang tertawa bahagia tanpa merasa bersalah.

'Lihat saja Zara? Aku akan mengacaukan semua ini,'

Tekat bulat Kara tanpa memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada dirinya sendiri. Dengan tindakannya tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status