“Jangan jatuh cinta padaku, Ilona!” teriak Kent. Ilona terkekeh. Ia menggoyangkan kepala.
“Siapa juga yang mau jatuh cinta pada pria seperti dirimu,” gumamnya.
“Ohya?”
Ilona tersentak saat mendengar suara barusan. Ia langsung menoleh ke samping lantas melebarkan matanya.
“Kau?!” pekik Ilona. Pria di sampingnya menyengir membuat Ilona mendesis pelan. “Kupikir kau tidak bisa berbicara selain bahasa formal, Massimo.”
Pria di samping Ilona terkekeh. “Yah. Aku harus menjaga batasanku,” ucap Massimo. Pria itu bertengger pada besi, sementara Ilona bersedekap seraya memandang laut.
Ilona mengecilkan mata saat melihat Kenedict mulai turun dari speed boat. Wanita muda itu memutar tatapannya kepada Massimo.
“Ap-apa … apa yang akan dia lakukan?” tanya Ilona. Ia menggagap.
Massimo tersenyum. “Wakeboarding,” kata Massimo.
“Apa itu?” Ilona bertanya makin penasaran.
“Lihat saja sendiri,” ucap Massimo.
Ilona kemb
Halo kakak-kakak yang baik. Terima kasih masih mau membaca cerita ini. Jangan lupa untuk menambahkan dan menyimpan cerita ini di library kalian, yah. Episode selanjutnya akan menjadi chapter exlusive jadi pastikan kalau kalian sudah menyimpan cerita ini agar bisa membaca chapter exlusivenya. Ohya, jika berkenan, mohon untuk mereview cerita ini di halaman depan, yah. Terima kasih. Sampai jumpa besok :)
Kenedict melebarkan senyum yang malah terlihat menggoda bagi seorang Ilona Audrey. “Kent,” lirih Ilona. Tanpa sadar ia memejamkan mata lalu mengigit bibir bawahnya. Ilona melingkarkan tangannya pada lengan sebelah kiri milik Kent lalu menyandarkan wajahnya di sana. “Kau suka?” tanya Kent. Tangan pria itu masih asik meremas puncak dada Ilona dari balik pelampung yang masih melekat di tubuh Ilona. Kent mendorong punggung Ilona dengan lembut. “Buka dulu pelampungnya,” ucap Kent. Ilona pasrah. Tak bisa munafik, sesuatu dalam dirinya mulai menuntut sentuhan lebih sekedar untuk memuaskan hasrat. Pria itu kembali menarik tubuh Ilona hingga punggungnya mendarat lembut di dada bidangnya. Deru napas Kenedict yang terdengar memberat membuat Ilona bergidik geli. Wanita itu kembali membiarkan harga dirinya. Saat bersama Kenedict, semuanya seolah melebur begitu saja. Seperti sekarang ini. “Lautnya indah, bukan?” tanya Kent.
Kent mengecup punggung Ilona yang terbuka. Wanita muda itu menutup matanya, membiarkan lelakinya melakukan apa pun yang ia inginkan. Beberapa menit yang lalu benar-benar begitu mendebarkan. Ilona masih merasakan getaran yang tersisa dari sensasi luar biasa. Suara ketukan pintu terdengar membuat keduanya kompak menoleh. Kent kembali memutar pandangan. Mereka bertatapan lewat pantulan cermin. “Akan kubuka pintunya,” ucap Kent. Pria itu kembali menarik bath robes hingga menutupi tubuh polos Ilona. Kent memutar lutut. Ia melangkah menghampiri pintu lantas menarik gagangnya. Tampak dua orang wanita tengah menunggu di depan kamar. Kent menoleh, memeriksa keadaan Ilona lalu kembali menatap dua orang di depannya. Kenedict mengedikkan kepala mengajak dua orang wanita itu untuk masuk. “Sayang,” panggil Kent. Ilona langsung memutar tubuhnya. Wanita muda itu sedikit terkejut saat melihat dua orang wanita masuk ke kamar mereka. Ilona melem
Di saat Kenedict dan Ilona tengah berbahagia, di bagian lain benua Amerika, ada seorang pria yang tampak begitu frustasi. Geram dan bengis.Ia melampiaskan semua kepahitan dan penderitaannya kepada seorang gadis yang tak bersalah. Tak mengerti apa pun. Merasa dijebak dan dikorbankan.“Berdiri!”Ia hanya berdiam diri dengan pandangan kosong. Menerima dengan pasrah perlakuan yang diberikan sang pria padanya.TASHWanita muda itu menggigit bibirnya yang dipenuhi luka bekas gigitannya sendiri.TASHIa pasrah ketika gesper berbahan kulit yang tengah diayunkan itu mendarat ke punggungnya. Ingin hati melawan, tapi ia semakin tampak tak manusiawi dengan kedua tangan yang terikat tali. Ia digantung pada sebuah besi horizontal yang ditompang dengan dua besi bervolume padat yang menjulang setinggi tiga meter.Wanita muda itu merasakan keram dari ujung jari kaki yang nyaris menyentuh lantai. Sakitnya menyebar ke seluruh tubuh.
Seminggu berlalu setelah lamaran Kenedict di atas kapal pesiar pribadi miliknya. Seminggu lebih berlayar dan menghabiskan waktu berdua di laut, mereka pun tiba di Italia. Sesuai rencana yang telah begitu matang dibuat oleh sang miliarder untuk kekasih hidupnya. Ilona tersenyum menatap sang kekasih. Kameja sutra bercorak pemandangan tepi laut. Celana pendek warna putih. Kaca mata hitam bertengger manis di wajahnya yang tampan. Sementara Kenedict juga memuja tampilan kekasihnya. Dress kasual berwarna kuning dengan corak. Rok lebar yang terayun jika kena tiupan angin. Topi bundar berwarna putih senada dengan sendal hak tinggi yang melekat manis pada sepasang kaki jenjangnya. Dengan senyum yang terus merekah di wajah, Kenedict mengulurkan tangan bersiap menyambut sang gadis. Mereka telah tiba di Pelabuhan Genoa. Tempat ini termasuk pelabuhan utama dan tersibuk di Italia yang berbatasan dengan Laut Mediterania. Selain untuk terminal penumpang, pelabuhan in
Sempat membuat drama, akhrinya Ilona pun menyerah dengan bujuk rayu Kenedict. Wanita muda itu tak sanggup menahan gelak tawanya ketika Kenedict bertingkah konyol dan mengancam tak akan berhenti jika Ilona tidak memaafkannya.“Ice cream memang paling baik untuk mengembalikan mood,” kata Kenedict.Satu tangannya menggenggam tangan Ilona, sementara tangannya yang lain menggenggam dua buah ice cream beda rasa.“Coba kau rasa ini,” ucap Kent sambil menyodorkan ice cream. Dengan polos Ilona membuka mulutnya. Namun, bukannya ice cream yang masuk di mulutnya, malah lidah Kenedict.Ilona menggeram. Ia menampar lengan Kenedict. Pria Archer itu tertawa.“Lebih enak itu, kan?”Ilona menggeleng sambil mendengkus. “Emang bule kayak gitu, yah. Cabul!” Ilona berucap dengan bahasa Indonesia.Kent menyengir lebar. Ia menaruh tangannya ke atas pundak Ilona lalu menarik gadis itu ke arahnya. Sepasang kekasi
Terlihat lipatan di dahi Kenedict. Kelopak matanya mulai bergerak, tampak terganggu. Perlahan namun pasti kedua mata pria itu mulai terbuka. Ia mengernyit saat mendengar suara berisik yang datangnya dari dalam kamar mandi. Terdengar suara geraman dari dalam mulut yang masih terkatup itu. Kent butuh beberapa detik untuk mengumpulkan kesadarannya. Namun, saat suara berisik dari dalam kamar mandi makin terdengar, Kenedict tak tahan untuk segera berdiri dari tempat tidur. Sambil mengucek mata, ia mulai melangkah. Kent menguap sambil merentangkan kedua tangan, merenggangkan badan. “Honey,” panggil Kent dengan suaranya yang parau. Kenedict berdiri di depan pintu. Tak ada jawaban selain suara berisik yang terus-terusan mengganggu pendengarannya. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi, Kenedict pun segera menekan gagang pintu. “Honey?” Kenedict mengernyit. Dilihatnya Ilona sedang bersandar di atas wastafel sambil memegang perutnya. “
Suasana begitu hening di dalam mobil limosin. Hanya ada deru napas panjang yang terdengar datangnya dari Ilona. Gadis itu menaruh satu tangannya bersandar di jendela sambil membawa pandangan ke luar. Manik matanya seolah tak berhasrat ketika memandangi pemandangan yang indah di sekelilingnya. Hanya ada wajah sang dokter lengkap dengan perkataannya yang terus berdengung di dalam kepala Ilona yang membuatnya makin tak bisa menatap wajah Kenedict. ‘Perbanyak istirahat dan jangan lupa untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan. Sekali lagi saya ucapkan banyak selamat.’ Ada rasa bahagia yang terbalut kesedihan, kepedihan dan rasa tak percaya hingga ia terus bergumam dalam hati, ‘Bagaimana mungkin?’ Yah, bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Ketika Ilona tengah berbahagia oleh sebab pria yang begitu dikagumi, dicintainya membuktikan jika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Ilona masih terbayang bagaimana lamaran romanti
Sepasang manik hijau tengah mematri cairan kuning pekat di dalam gelas kristal. Tampak rahangnya mengencang ketika dalam kepalanya terngiang ucapan seorang dokter. ‘Jika dihitung dari tanggal HPHT, sepertinya usia kehamilan Anda, enam minggu. Namun, untuk lebih memastikannya, Tuan dan Nyonya bisa segera ke dokter kandungan. Mereka bisa melakukan tes USG untuk memastikan usia kandungan dengan akurat.’ Decihan halus samar terdengar keluar dari bibir pria beradarah Archer itu. Ia kembali menegak minuman dalam gelasnya. TAK Dentuman gelas kristal yang mendarat kasar di atas meja menggema hingga ke seantero bar exlusive di Milan ini. Suasana yang cukup hening membuat Kenedict terbawa dalam khayalan tak berujung. Hembusan napas kasar terus menggema di depan wajahnya. “Hei!” Kenedict berseru sambil mengangkat selokinya. Seorang bartender memutar pandangannya kepada Kenedict di saat tangannya masih sibuk mencampur koktail milik pelangg