Kita mungkin salah mengakhiri hubungan ini tanpa kompromi dengan takdir namun aku percaya bahwa takdir yang akan mengurus sisanya nanti. Percayalah!
"Selamat pagi mantan kesayangan babang Fano." Sapa Fano saat melihat Naya sedang duduk di sebuah kursi panjang di depan kelasnya.
Naya menoleh sebentar ke arah Fano tanpa menjawab nya, Naya kembali memusatkan pandangan pada cowok yang berada di lapangan tengah ngobrol santai dengan seorang wanita.
Kesal karena tak mendapatkan jawaban atau perlawanan dari Naya, Fano mengikii arah pandang Naya yang sedang menatap seseorang di lapangan sana.
"Cemburu?" Tanya Fano ketus
Naya menaikkan sebelah alisnya tak mengerti dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Fano itu. "Maksudnya?"
"Lo cemburu lihat Galih dekat dengan Siska."
"Cemburu?" Tanya Naya, "Gue? Sama si siska?" Lanjutnya lagi. "Sorry bukan level gue dia mah."
Fano terkekeh mendengar jawaban dari Naya, "bukan level lo? Jadi yang seperti apa level lo itu hm? Yang dekil, nggak ada wanita-wanitanya terus jelek kayak lo ini? "
"Fano!" Geram Naya
Tapi Fano malah terkekeh melihat Naya yang sudah seperti kebakaran jenggot itu.
"Udah lah Nay, kalau emang cemburu bilang aja lagi."
"Nggak usah sok tau lo Fan."
"Atau lo mau gue bilangin sama dia kalau lo cem
cemburu liat dia dekat sama si siska itu?"
"Apaan sih lo. Urus aja hidup lo." Jawab Naya sambil melangkah meninggalkan Fano sendiri.
Sungguh ia sangat kesal dengan Fano itu, entahlah bagaimana harus menghadapi Fano yang terlalu menguji kesabaran itu.
Setelah kepergian Naya itu Fano masih setia duduk di kursi panjang di depan kelas itu tanpa berniat mengejar Naya yang sudah masuk meninggalkannya. Matanya fokus memandang kedepan tempat dimana sang objek yang sejak tadi jadi bahan pembicaraan mereka.
Fano mengangkat bibirnya, tatapannya begitu tajam pada Galih disana. "Entahlah hanya melihat lo aja gue selalu merasa seperti ingin membunuh lo detik ini juga." Gumam Fano sambil mengepalkan tangannya.
"Wah..wah..wah ada yang baru ni kayaknya." Ucap Riko yang baru saja datang bersama Aldi disampingnya.
Fano menoleh ke arah dua makhluk yang ada di sampingnya itu.
"Mau?" Tanya Aldi sambil menyerahkan plastik gorengan yang ia beli tadi di depan.
"Pantas aja otak lo berdua nggak pernah encer, rupanya gara-gara sarapannya cuma gorengan doang?" Cibir Fano melihat gorengan uang di bawa oleh Aldi barusan.
"Mulut lo kalau ngomong ya pengen gue cium terus gigit kuat-kuat sampai bibir lo kepotong dengan gigi tajam gue." Jawab Aldi sinis.
"Seram banget Al jawaban lo, seseram pintu Wc yang tertutup sendiri kemaren." Sambung Riko bersamaan dengan suara kekehannya itu.
Fano mengambil satu bakwan yang ia rasa sangat besar itu lalu kemudian ia memakannya tanpa ingin ikut campur dengan pembahasan seram antara keduanya itu.
Aldi yang melihat Fano sedang menikmati gorengan gang di tawarkan nya tadi itu berdehem, "Lo tau nggak Rik,"
"Nggak." Jawab Riko cepat.
"Eh buset dah, gue serius ini Bambang."
"Lah lo nya itu yang nggak serius, masa belum apa-apa udah ngasi pertanyaan." Jawab Riko tak mau kalah.
"Ah serah lo deh, malas gue sama kalian berdua. Nggak lo nggak Fano sama aja. Jadi gemes sendiri kayak Pengen gue jadiin umpan untuk nangkap buaya."
Mendengar itu Fano langsung tersedak bakwan yang ia makan tadi. Susah banget untuk makan sesuatu yang halal kayaknya ya. Ini makanan halal lo, apalagi makanan yang haram gimana bisa ia nikmati?
Dari jauh nampak Tania datang dari arah kantin membawa sebotol air mineral, tak ada Naya bersama nya karena Naya sedang berada di dalam kelas. Mungkin saja sedani PMS makanya bawaannya itu mau marah-marah.
"Alhamdulillah terimakasih banyak loh Tan, lo emang teman baik gue selama ini tau aja gue lagi butuh minuman." Ucap Fano sambil mengambil botol air mineral yang di bawa oleh Tania itu hingga membuat si empunya melotot kan mata.
"Fano!" Teriak Tania
"Ahhhhh seger banget sumpah .Terimakasih ya Tan lo memang sahabat dunia akhirat gue." Ucap Fano dan langsung mengembalikan botol air itu pada Tania.
Tania melotot kan matanya, "enak bener lo ya. Ganti."
Fano menaikkan alisnya, "Ganti?" Ulang Fano.
"Iya ganti, enak aja lo udah minum sampai mau habis gini nggak mau ganti. Itu namanya enak di lo dong."
"Lah gimana ceritanya? Kan lo bawa air itu emang untuk gue kan Tan?"
"Nggak usah kepedean ya Fan."
Riko dan Aldi sontan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Fano di marahi oleh Tania.
"Mampus lo!" Ucap Riko
"Yoi bro, selamat menikmati adu mulutnya boy." Sambung Aldi
Setelah mengatakan itu keduanya berlalu pergi meninggalkan Tania dan Fano.
"Nay." Panggil Riko saat melihat Naya sedang sibuj bermain ponselnya.
Kini dua makhluk itu sedang nongkrong di tempat Naya, mengusik ketenangan wanita yang sudah masuk dalam daftar mantan Fano Arga Tara itu.
"Hm." Gumam Naya tanpa menoleh ke arah mereka berdua.
"Sibuk banget kayak nya ya Nay, lagi berkirim pesan dengan siapa? Pacar?" Tanya Aldi yang mampu membuat Naya menoleh ke arah mereka.
Naya menaikkan alisnya, "Mau apa lo ha?" Sinis Naya
"Buset, seram amat lo Nay. Kita datang baik-baik kok, tega banget lo sinisisin kita kayak gitu." Ucap Riko mendrama
"Nggak usah lebay lo berdua. Cukup teman lo aja yang alay nggak ketolongan kalian jangan. Rusak generasi tau nggak kalau kalian juga ikut-ikutan kayak gitu."
Aldi dan Riko ternganga mendengar ucapan Naya barusan itu. "Lo lagi datang bulan ya Nay." Tanya Aldi
"Sok tau lo." Jawab Naya ketus
"Kalau Naya nggak datang bulan--" Riko menjeda ucapannya sebentar membiarkan nya mengantung di udara, "berarti hari ini merupakan hari peringatan datang bulan nasional untuk kaum wanita." Sambung Riko lagi.
"Nah setuju gue Rik, tapi apa ada ya peringatan seperti itu?" Tanya Aldi
Riko menaikkan bahu nya, "Gue nebak aja sih sebenarnya." Jawab nya dan kemudian kedui tertawa bersama.
"Tapi coba lo cek dulu di kalender ada atau nggak? Kalau ada berarti benee tapi kalau nggak ada yaudah mulai hari ini kita resmikan aja hari nya." Ucap Aldi di sela tawanya.
"Ide bagus tuh." Jawab Riko dan kemudian mengambil ponselnya untuk melihat kalender.
"Pergi lo berdua dari sini!" Usir Naya dengan mata tajam menyorto ke dua sahabatnya itu
"Loh kok gitu?" Tanya mereka berdua serentak.
"Nggak tau kenapa kok gue benci ya tiba-tiba sama kalian berdua."
"Benci?" Tanya Riko
Naya mengangguk, "pakai banget."
"Pakai banget?" Ulang Riko lagi, "kalau gitu lo benci pakai banget dong sama kita berdua Nay?" Tanya Riko
Naya mengangguk, "Iya." Jawab Naya sinis
Riko tertawa, "Ah, terimakasih Naya Aryani. Akhirnya lo mengakui juga kalau sebenarnya lo benaran cinta sama kita berdua bukan sama Fano."
Naya menaikkan alis nya, "Maksud lo?"
"Lo cinta sama kita kan bukan sama Fano?"
"Ngarep lo!" Sinis Naya
"Lah kan lo yang bilang tadi kalau lo benci sama kita berdua yang artinya benaran cinta. Kan kepanjangan benci itu benaran cinta Nay."
Mendengar jawaban yang di ucapkan oleh Riko itu membuat Naya langsung melangkah meninggalkan mereka berdua tanpa mengatakan apapun.
"Udah ngungkap kan cinta masa pergi sih Nay? Kita berdua nggak apa-apa loh kalau jadi pacar lo." Riko menoleh ke arah Aldi, "Iya kan Al?" Tanya Riko meminta jawaban pada Aldi
"Bener banget bro, sayang dong cewek kayak Naya di tolak. Fano aja yang bodoh udah mutusin. Pokoknya Nay kalau lo sama kita berdua hidup lo akan kita buat bahagia." Jawab Aldi
"Dan jangan lupa kan bahwa kita nggak akan putusin lo Nay." Tambah Riko
Naya yang sudah berada di ambang pintu itu menghentikan langkahnya dan menatal ke dua makhluk yang masih setia di tempat mereka tadi. "BERAK!" Ucap Naya dan kemudian lanjut melangkah kakinya yang tak tau mau membawa nya kemana.
"Kalian." Gumam Fano."Ih seriusan ini Fano Loh." Ucap Tania yang mulai mendekati Fano diikuti dengan Aldi dan juga Riko dibelakangnya.Mereka bertiga benar-benar terkejut saat melihat sosok Fano yang sudah sangat lama tak pernah terlihat sama sekali sejak hari itu."Apa kabar Fan?" Tanya Riko, terasa sedikit canggung namun tetap ia sapa sosok yang dulu selalu ia susahkan itu."Baik, kalian apa kabar?" Tanya Fano dengan sangat hati-hati sekali.Ia takut jika ia masih seperti dulu lagi maka teman-teman nya itu akan berpikir aneh. Toh mereka sudah lulus begitu lama dan juga ia yakin bahwa saat ini mereka semua sudah bergelut pada dunia kerja yang menuntut keseriusan.Tania menulis nama mereka bertiga di daftar tamu yang hadir dan kemudian langsung menyerahkan undangan biru muda itu kepada petugas."Woi, ayo masuk. Ngapain sih lama bnget dis
Fano sampai pada parkiran mobil, di hadapannya saat ini berdiri sebuah bangunan dimana ia pernah menimba ilmu dulunya.Ia masih bingung antara masuk atau tidak, entahlah terasa begitu gugup sekali saat ini.Pikirannya saat ini hanya satu saja, bagaimana ia akan menjawab pertanyaan demi pertanyaan semua orang nantinya.Jika nnati orang bertanya tentang Syasa, apa yang harus ia jawab?Sudahkah dirinya ini siap untuk masuk dan bertemu dengan banyak orang dari masa lalu nya itu?Beberapa pertanyaan terus memenuhi isi kepalanya saat ini hingga membuat ia tak tahu harus bagaimana.Apakah ia harus pulang saja? Jika iya, maka kedatangan nya kesini itu untuk apa? Hanya untuk melihat bangunan yang pernah ia tempati dulu yang mempunyai banyak sekali kenangan antara dirinya dan juga Naya?Lama sekali Fano terdiam di dalam mobil, matanya terus saja me
Gerbang yang menjulang tinggi itu dihiasi lampu warna-warni disana. Tak lupa juga balon warna warni juga ikut turut serta meramaikan keindahan dekorasi yang dibuat oleh sekolah melalui anak-anak OSIS yang bergerak sesuai bidangnya.Sekolah sudah begitu ramai sekali yang datang, reunian kali ini benar-benar terasa begitu berbeda dari reunian yang dilakukan setiap tahunnya.Jika tiap-tiap tahun yang datang mengisi acara hanya sedikit maka kali ini para alumni yang datang benar-benar di luar dugaan sehingga bagian konsumsi harus bergerak cepat untuk menambah makanan dan jamuan untuk para hadirin yang datang.Benar-benar merupakan reunian yang paling berbeda dari biasanya. Seluruh anak OSIS kesana sini menyiapkan banyak kekurangan itu. Tak Mereka sangka bahwa alumni yang hadir akan benar-benar ramai melewati batas target mereka."Buset dah, tumben banget reunian kali ini Ramai. Biasanya tiap tahun sepi,
Beberapa hal datang tanpa kita tahu maksud sebenarnya tapi kita tahu ada sesuatu yang harus kita temukan dari semua itu.Fano berada dalam ruangannya, sejak tadi ia mencoba untuk fokus pada kerjaannya itu melupakan semuanya, namun entah kenapa bayangan wajah Naina terus saja menghantui nya.Anak nya itu seperti sedang melakukan pemberontak dengan cara sangat halus sekali.Tapi ia juga tidak tahu apa sebabnya, seingatnya ia dan Naina tidak terlibat dalam perdebatan apapun itu. Jika pun mereka terlibat perdebatan, Naina akan mengunci diri di dalam kamar dan tak akan bicara apapun padanya.Tapi tadi, Naina masih memanggil nya dengan panggilan papa dan masih menggenggam tangan Fano dengan begitu erat. Tak ada tanda-tanda Naina marah padanya tapi kenapa rasanya itu ada yang berbeda dengan anak yang sudah ia besarkan bertahun-tahun lamanya?Fano mengingat apa saja kegiatan yang telah m
Dari banyak hal, membenci mu setelah menoreh luka adalah hal yang tak bisa gue lakukan sampai saat ini.Naina terdiam menatap sarapan yang ada di atas meja. Kata-kata yang diucapkan oleh nenek nya tadi malam begitu memukul dirinya sampai ke dasar hati yang paling terdalam.Rasanya ia sungguh ingin tertawa saja sekarang, menertawakan kebodohan nya selama ini."Sayang kamu kenapa? Sakit ya?" Ucap Fano yang langsung membawa Naina kembali pada kesadaran nya semula.Naina menatap papanya di hadapannya itu, ia juga tidak tahu harus menunjukkan ekspresi dan bersikap seperti apa di hadapan papa nya saat ini.Tak mendapat kan jawaban apapun dari Naina, Fano bergerak menghampiri Naina yang duduk tak jauh
"Kemari sayang," ucap ibu Fano pada Naina sambil menepuk kasur empuk disampingnya itu.Naina melangkah untuk mendekat ke arah nenek nya dengan perasaan yang bercampur aduk. Mimik wajah dari sang nenek yang terasa beda dari biasanya membuat Naina merasa bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan tak ia ketahui sama sekali.Senyum wanita yang sudah tua itu begitu manis. Jarang sekali ia melihat neneknya bisa tersenyum seperti saat ini. Bukan jarang malah lebih tepatnya tidak pernah. Namun saat hanya dengan menyebut nama wanita itu, sisi lain nenek nya dan sang papa yang tak pernah ia ketahui muncul begitu saja."Berapa umurmu sekarang sayang?" Tanya ibu Fano saat Naina sudah duduk disampingnya."Hampir delapan tahun nek." Jawab Naina.Kembali wanita itu mengembang senyumnya hingga menampakkan bentuk keriput di matanya."Kau sudah sangat besar ternyata, tap
Rasa penasaran dan teka-teki entah kenapa berjalan beriringan dalam hidup gue saat ini. Tentang kamu, dia dan kita yang telah berlalu.Sejak pulang ke rumahnya Naya tak sedikitpun Bergerak dari tempat tidurnya. Ia terus saja memikirkan pertemuan nya bersama dengan Fano tadi.Beberapa pertanyaan terus saja berputar di otaknya saat ini mengingat dengan jelas ucapan gadis kecil yang memanggil Fano dengan panggilan papa."Apakah itu anak Syasa? Apakah mereka sudah menikah dan dikaruniai seorang anak? Ah, pasti nya hidup mereka telah bahagia selama beberapa tahun ini."Naya menggeleng kan kepalanya cepat menghapus setiap dugaan yang muncul. Bagaimanapun ia tak ingin terlalu cepat menyimpulkan semua yang terjadi hari ini. Tapi bayangan wajah Naina yang begitu mirip dengan Syasa begitu menghantui dirinya sendiri."Ck! Mengapa gue harus repot-repot memikirkan semua itu? Ast
Ketika takdir dan waktu berkerja sama dalam menghancurkan diriku, disaat itulah kamu harus tahu bahwa hancurnya diriku itu karena kamuSesampainya dirumah, Fano langsung menuju lantai dua dimana kamarnya berada tanpa mengucapkan apapun pada Naina. Naina menaikkan alisnya karena merasa bingung dengan keadaan papa nya itu yang tiba-tiba saja berubah. Padahal tadi saat mereka pergi dan belanja di mall papanya itu masih baik-baik saja. Lalu apa yang sebenarnya sedang terjadi?Ibu Fano yang melihat Naina kebingungan langsung menghampiri cucu nya itu."Ada apa sayang?" Tanya Ibu Fano sambil mengusap lembut puncak kepala Naina."Nggak tau sih Nek, papa tiba-tiba aneh.""Aneh? Aneh kenapa hm?" Tanya ibu Fano, sebenarnya ia melihat semuanya saat mereka baru saja turun dari mobil. Ibu Fano melihat wajah Fano yang berbeda."Nggak tau Papa itu kenapa setelah bertemu sama
Entah apa jadinya pada hati ini saat mengetahui kebenaran dari semuanya saat kita kembali bertemuTapi tanpa di duga sebelumnya, langkah kaki Naya berhenti. Naya diam membeku ditempat nya itu. Bahkan matanya juga tidak berkedip sama sekali saat berpas-pasan dengan seseorang yang selalu menganggu nya selama ini. Orang itu juga sama, sama-sama terkejut dan tak percaya apa yang sedang di lihat oleh Mata nya sendiri.Kedua nya larut bersamaan tatap mata yang sama sekali tidak berkedip itu, seolah-olah sedang berbicara tanpa perantara mulut."Fan-o." Ucap Naya terbata-bata. Lidah nya tiba-tiba saja kelu menyebutkan nama Fano itu."Naya." Kini giliran Fano pula yang bersuara. Berbanding terbalik dengan Naya yang nampak sedikit shock itu. Fano malah nampak begitu bahagia saat ini.Baru selangkah Fano berjalan untuk mendekati Naya tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat mata nya menangka