Share

Positif

Author: Queeny
last update Huling Na-update: 2024-06-24 14:04:32

Hari itu, dua keluarga bertemu untuk berunding. Wisnu mendapatkan penangguhan penahanan, sementara Andra sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah pulih. 

Hanya Reisa yang masih dirawat di rumah sakit karena beberapa kali berteriak di tengah malam. 

Reisa bahkan sempat mengambil pisau buah dan menyayat lengannya karena depresi. Untunglah nyawanya masih bisa diselamatkan. Sehingga pihak keluarga berinisiatif membayar seorang psikiater untuk menanganinya. 

Kondisi Reisa semakin menurun karena Dimas hanya sekali datang membesuk selama satu minggu dirawat. Padahal laki-laki itu adalah harapan semua orang untuk membantu proses penyembuhan, walaupun traumanya tidak akan hilang dengan mudah.

Ada banyak dukungan dan empati dari berbagai pihak karena kasusnya mulai tersebar. Namun, itu justeru membuat Reisa semakin tertekan karena aibnya terbongkar ke mana-mana. 

"Saya mewakili keluarga besar datang ke sini untuk meminta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh Andra kepada Reisa. Kami sangat menyayangkan sikapnya sehingga membuat putri Bapak ternoda."

"Semudah itu?" tanya Wisnu sinis.

"Andra melakukannya dalam kondisi mabuk. Dia gak sadar. Jadi--"

"Gak bisa! Semua harus tetap diproses hukum," ucap Wisnu tegas. 

Beberapa orang saling berpandangan dan berbisik, berdiskusi bagaimana caranya agar hati Wisnu bisa diluluhkan. Mereka tak mau Andra di penjara karena akan merusak nama baik keluarga. Mereka ingin kedua insan itu dinikahkan sebagai bentuk pertanggung jawaban.

"Pak Wisnu. Kalau Andra di penjara, apakah Reisa akan tetap menikah dengan tunangannya?"

Wisnu menarik napas dalam dan menatap Sarah dengan lekat. Sejak kejadian itu, sikap Dimas dan keluarganya mulai berubah. Mereka memang sempat datang untuk membesuk, hanya saja setelah itu seperti menghilang. 

Wisnu bahkan telah meminta Dimas untuk berbicara empat mata, tetapi lelaki itu mengatakan bahwa belum mempunyai waktu luang, karena sedang mengerjakan sebuah tender perumahan. Dari banyak kejanggalan itulah, dia sendiri tak yakin bahwa putrinya akan tetap menikah. 

"Itu urusan internal kami. Saya hanya ingin keadilan untuk Reisa."

"Pak Wisnu, Andra siap bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia mau menikahi--"

Brak!

Wisnu menggebrak meja sehingga membuat semua orang terkejut.

"Semudah itu? Apa kalian gak lihat Reisa trauma berat? Dia bahkan mau bunuh diri!" bentaknya.

Selama ini banyak sekali orang yang menyepelekan kasus pemerkosaan sehingga menikahkan pelaku dan korban. 

Jika putusannya begitu, si pelaku tentu saja merasa senang karena selain terbebas dari jeratan hukum, juga bisa hidup tenang tanpa beban. Sementara korban akan menyimpan rasa trauma seumur hidup. 

"Kami tahu. Makanya kami bersedia menunggu sampai Reisa benar-benar pulih."

Wisnu mengepalkan tangan penuh amarah. Rahangnya mengeras. Rasanya dia ingin melayangkan pukulan kepada semua orang yang datang. 

Sebenarnya Wisnu adalah sosok yang penyabar. Namun, setelah kejadian ini, dia menjadi lebih temperamental. Sedikit saja ada yang menyinggung perasaan atau menyebut nama putrinya, maka dia akan emosional. 

"Keluar kalian!"

"Mas," cegah Sarah saat kakaknya hendak memukul salah satu perwakilan yang datang. 

"Maaf, Pak Wisnu. Kami tidak bermaksud--" 

"Bilang sama Andra. Kami tetap akan memproses semuanya. Siap-siap saja masuk penjara!"

Mendengar itu, semua keluarga Andra langsung berpamitan. Mediasi kali ini gagal. Mereka pasrah dan siap menghadapi keluarga Wisnu di pengadilan nanti. 

***

"Ayo kita pulang, Nak."

Wisnu dan Sarah menuntun Reisa untuk turun dari ranjang dan duduk di kursi roda. Gadis itu masih lemah, tetapi sudah lebih baik dari sebelumnya. 

Keluarga sepakat untuk melanjutkan perawatannya di rumah. Selain menghemat budget, juga lebih gampang mengawasi aktifitas Reisa sehari-hari. 

Wisnu menambah CCTV di setiap sudut rumahnya. Dia takut jika percobaan bunuh diri itu terulang lagi. Laki-laki itu juga berpesan kepada pengurus rumah agar menyenbunyikan semua benda tajam yang sekiranya dapat dijangkau oleh Reisa. 

Sarah bahkan mengabaikan anak-anaknya dan memilih untuk menjaga Reisa hingga benar-benar pulih. 

"Dimas mana, Pa?" tanya Reisa ketika mendapati hanya papa dan tantenya yang datang. 

"Kerja.," jawab Wisnu singkat. 

"Kenapa dia gak jemput aku?"

"Dia sibuk. Nanti juga datang."

Sarah mendorong kursi roda, sementara Wisnu membawakan beberapa barang. Laki-laki itu sudah meminta pengurus rumah untuk mempersiapkan kamar yang baru. 

Wisnu merenovasi kamar tamu menjadi kamar baru untuk Reisa. Dia tak mau putrunya mengingat semua kenangan tentang Andra. Sarah membelikan keponakannya berbagai macam barang baru, mulai dari pakaian, kosmetik hingga perlengkapan lain. Mereka bahkan berencana akan memindahkan gadis itu ke kota lain. jika sidang kasusnya selesai. 

"Ayo, masuk! Kita pulang," ajak Sarah ketika membukakan pintu mobil.

Reisa menuruti semua perintah itu. Sepanjang perjalanan, dia hanya terdiam dengan pikiran yang tak menentu. Pandangan matanya menatap jalanan yang padat. 

Wisnu menyetir dengan pelan, sembari bertanya apakah putrinya ingin makan sesuatu, setiap kali mereka melewati tempat makan.   

"Kamu mau apa, Rei? Biar kita mampir terus cari dulu," bujuk Sarah. 

Sejak dirawat, Reisa kehilangan selera makan. Tubuhnya kurus dengan mata cekung. Berbagai vitamin sudah diberikan tetapi hasilnya nihil. 

"Rei mau ketemu Dimas."

Sarah memeluknya erat lalu mengatakan hal-hal yang membuat gadis itu senang, sekaligus untuk mengalihkan pembicaraan.

Hingga tak terasa mereka tiba di rumah. Seorang pengurus rumah membukakan pintu dan membawa barang-barang ke dalam.

"Kamarku?" tanya Reisa ketika Sarah membuka pintu ruangan yang lain. 

"Lagi direnovasi. Jadi sementara waktu, kamu di kamar ini dulu, ya. Tante temenin," bujuk Sarah.

Begitu pintu dibuka, tampakah sebuah ruangan yang di desain minimalis. Reisa langsung merebahkan tubuhnya di ranjang dan berbaring sembari memeluk bantal. 

"Tante mau pulang?"

Sarah menggeleng, lalu memeluk Reisa dengan erat. 

"Mulai sekarang Tante tinggal di sini. Anak-anak besok bakalan nyusul. Biar rumah ini jadi rame."

Reisa tersenyum senang. Anak-anak Sarah masih berstatus pelajar. Itu karena jarak kelahiran tante dan papanya cukup jauh yaitu sembilan tahun. Sehingga sepupunya memang masih bersekolah. 

"Jadi aku gak kesepian."

Sarah mengangguk tanda mengiyakan. Lalu menyusun berberapa barang Reisa ke dalam lemari. 

"Kamu istirahat. Tante mau ke dapur. Kamu mau makan apa?"

Reisa menggeleng dan membuang pandangan.

"Sayang, jangan nyakitin diri sendiri," bisik Sarah lembut.

"Tapi, aku--"

"Nak, kami ada bersamamu. Jangan takut. Kita akan meminta keadilan."

Reisa kembali menangis sembari memeluk Sarah dengan erat. Hingga beberapa saat dia sudah mulai tenang dan kembali tertidur. Sarah bergegas ke dapur dan menyiapkan makanan untuk mereka semua. 

***

Satu bulan kemudian.

"Reisa!" 

Sarah berteriak ketika melihat keponakannya terjatuh di kamar mandi. Dengan susah payah, wanita itu mencoba mengangkat keponakannya tetapi gagal.

"Bibik ... tolong!" teriak Sarah.

"Ada apa, Bu?"

"Reisa."

"Ya Allah, Non Rei."

"Bantuin saya, Bik. Berat."Mereka memapah Reisa ke kamar dan membaringkannya di sofa. 

Sarah meminta Bibik menggantikan pakaian Reisa yang basah dan segera menelepon kakaknya untuk mengabari kejadian tadi. 

"Bawa ke rumah sakit sekarang," saran Wisnu. 

"Tapi kami gak bisa bawanya. Berat," keluh Sarah. Cuma ada mereka berdua di rumah itu karena ini hari kerja.

"Aku kirim supir kantor. Kalian tunggu aja," kata Wisnu di seberang sana.

Sarah menunggu dengan hati berdebar. Tak lama jemputan datang. Mereka segera membawa Reisa ke rumah sakit terdekat, tempat yang sama saat pertama kali dirawat dulu.

Sarah menunggu dengan hati gelisah. Dia berharap dengan bantuan psikiater, keadaan Reisa semakin membaik. Sayangnya, yang terjadi justeru sebaliknya. 

Hanya nama Dimas yang selalu Reisa sebut setiap hari. Wisnu bahkan sudah datang ke kantor laki-laki itu dan memohon agar dia datang. Sayang, permintaan itu ditolak Dimas dengan berbagai alasan. 

Wisnu tahu sepertinya harapannya agar putrinya bisa menikah demi menutup aib tidak akan terkabul. Dia hanya perlu mencari cara bagaimana mengatakan itu kepada Reisa. 

"Gimana kondisi keponakan saya, Dokter?" tanya Sarah was-was.

"Ibu Reisa ... positif."

"Hamil?"

Dokter mengagguk sembari menunjukkan hasil pemeriksaan. 

"Ya Allah," ucap Sarah sembari menutup mulut.

"Apa kasusnya sudah disidangkan?" tanya dokter lagi. Dia adalah orang yang sama dengan yang pernah merawat Reisa pertama kali. 

"Sudah, Dok. Sedang berjalan penyelidikannya. Kami masih menunggu hasil keputusan hakim."

"Kasihan Ibu Reisa."

"Apa harus dirawat lagi, Dokter?"

"Baiknya begitu."

Sarah mengambil ponsel dan mengabari Wisnu mengenai ini, tetapi belum memberi tahu perihal kehamilan Reisa untuk sementara waktu. Sepertinya keluarga mereka harus melakukan mediasi lagi. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cintia Aradila
Andra ni bikin geram aja.
goodnovel comment avatar
Siti Musyarofah
Sedari awal aq ngerasa dimas ini setengah hati menikahi reisa
goodnovel comment avatar
Maranta Karoshi
lagian wisnu kaya gak pny harga diri, datangi dimas mulu.. pdhl udh jelas” keliatan gelagatnya si dimas udh menghindar n’ gamau lanjutin prnikahan itu lg..
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Benih Haram Sahabatku   Ending Extra Part

    Andra benar-benar gelisah. Sejak kamarin perasaan lelaki itu tak menentu. Dia bahkan tak berselera makan. Semakin dekat hari pernikahan Reisa, mereka bahkan tak bertemu sama sekali. Sahabatnya itu sempat mengangkat teleponnya. Namun tak lama, katanya masih sibuk mempersiapkan acara.Andra meminta untuk video call dan Reisa mengabulkannya. Namun, saat berbincang, raut wajah gadis itu tak seperti biasa. Sebelum ada Bimo, Reisa masih sama seperti dulu. Bersikap hangat dan bersahabat. Namun, semua berubah ketika sang pujaan hati memiliki pengawal sendiri. Andra bahkan tak dilibatkan apa pun dalam persiapan pernikahan Reisa. Padahal lelaki itu bersedia jika direpotkan. Lelaki itu bagai tak dianggap sama sekali. Dan itu membuat Andra kecewa. "Den Andra gak makan? Inah masak enak, loh."Inah menegur tuannya. Sejak pulang tadi Andra tak menyentuh hidangan yang dimasaknya sama sekali. Hal itu membuatnya heran.Biasanya Andra akan lahap setiap melihat sajian di meja makan. Maklum, sejak ke

  • Benih Haram Sahabatku   Merasa Indah

    Reisa turun dari tangga dengan langkah anggun. Hal itu membuat Dimas terpana. Lelaki itu menelan ludah akan hasratnya yang muncul saat melihat sang kekasih.Sudah beberapa kali Dimas mengajak Reisa bermesraan. Namun, gadis itu menolak secara halus. Reisa yang lahir dan besar di kota kecil, memang selalu dituntut untuk menjaga diri.Hal itulah yang membuat Dimas kesal, lalu melampiaskannya kepada wanita lain. Hanya untuk bersenang-senang dan bukan cinta. Namun, kebiasaannya ini sudah terjadi sejak lama, dari mereka sama-sama kuliah. "Sudah siap?"Suara Wisnu memecah keheningan. Reisa menoleh ke arah papanya, lalu mengangguk. Gaun yang dia pakai kali ini berwarna silver dengan model sederhana. Gadis itu tak memakai perhiasan berlebihan. Hanya sepasang anting mutiara yang menambah keanggunannya. "Siap, Papa," jawab gadis itu senang.Wisnu menatap putrinya dengan bangga. Reisa tak hanya berprestasi di sekolah, tetapi bekerja dengan baik di kantornya. Apalagi setelah bertunangan dengan

  • Benih Haram Sahabatku   Mencuri Kesempatan

    Bimo memarkir mobilnya di sebuah gedung bertingkat. Dimana Reisa berkantor di perusahaan milik papanya. Siang ini Bimo akan mengantar Reisa makan siang, karena gadis itu ingin mencoba menu baru di sebuah restoran. "Hai, Bim."Reisa menyapa Bimo dengan ramah. Walau di hatinya ada rasa risih jika harus berdekatan dengan orang baru. Apalagi lelaki itu anak menemaninya sepanjang waktu hingga hari pernikahan tiba."Siang, Mbak Rei.""Kamu udah makan?" "Sudah, Mbak," jawabnya pendek. Tadi sebelum ke sini, Bimo mampir di sebuah tempat makan untuk mengisi perut. Selama Reisa bekerja, lelaki itu tak boleh mengikuti. Sehingga job desknya sekarang lebih ke supir pribadi. "Kalau gitu jalan."Setelah menutup pintu mobil Reisa menarik napas panjang dan meletakkan tasnya di samping. Dia mengambil ponsel dan mengabari Dimas bahwa akan makan siang.Reisa merasa hidupnya sekarang dikekang. Namun, dia hanya menuruti apa maunya Dimas demi kebaikan bersama. "Mau ke mana kita ini?" Bimo bertanya. Me

  • Benih Haram Sahabatku   Bimo

    Hari itu, Dimas membawa Reisa bertemu dengan seorang lelaki, saat menjemputnya sepulang dari bekerja. Dia mempunyai rencana untuk melindungi sang kekasih. Dari orang-orang yang berniat jahat dan dari Andra tentunya.Ini tak bisa dibiarkan. Pembicaraannya kemarin dengan Andra membuat Dimas cemas. Dia khawatir jika lelaki itu nekat dan benar-benar akan menggagalkan pernikahan nereka. "Rei, kenalin. Ini Bimo." Reisa menjabat tangan Bimo. Jika diperhatikan dengan jeli, tampilan fisik Bimo mirip seperti orang yang pernah mendapat pendidikan militer. "Siapa ini?"Mata Reisa penuh tanya, tapi tak berani menduga. Entah apa maksud Dimas memperkenalkan lelaki ini kepadanya. "Bimo ini tadinya kerja di kantor papa. Tapi mulai sekarang dia bakal jadi supir pribadi sekaligus ngejagain lu." Dimas menjelaskan dengan pelan agar Reisa mau menerima. Dia tahu jika bicara dengan kekasihnya ini harus penuh dengan kelembutan.Reisa selalu diperlakukan baik oleh orang tuanya. Namun, hal itu menjadikanny

  • Benih Haram Sahabatku   Dimas

    Pintu ruangan Andra terbuka. Sesosok lelaki gagah masuk dengan santainya tanpa permisi."Sibuk?"Dimas tampak santai saat bertamu, menganggap Andra tidak akan berani melawannya."Gak juga. Jadi masih punya waktu buat Reisa," sindir Andra.Suasana menjadi tegang. Andra bahkan enggan meninggalkan kursinya. Lelaki itu bahkan tak mempersilakan Dimas duduk. Sehingga tunangan Reisa itu masih berdiri di hadapannya. "Gak usah nyindir gue," ucap Dimas sembari tersenyum mengejek."Gue cuma bicara fakta."Dimas terkekeh, lalu menatap Andra dengan sinis. Pandangan matanya begitu tajam. Namun, justru menambah ketampanannya. Wajar jika Reisa jatuh dan cinta setengah mati kepada lelaki itu. "Lu tadi makan siang sama Reisa?" Andra berhenti mengerjakan laporan, lalu meletakkan mouse yang sedari tadi setia menemani."Iya. Kenapa?" jawab Andra singkat. "Sering banget kayaknya.""Soalnya cuma gue yang bisa nemenin. Lu gak ada gunanya jadi tunangan," ucap Andra sarkas.Dimas mengepalkan jari. Amarah b

  • Benih Haram Sahabatku   Bujuk Rayu

    Panggilan telepon masuk, Andra segera mengambil ponselnya. Reisa is calling."Ya, Rei? Apaan?" Andra menutup laptopnya dan menjawab telepon. Laporan sedang banyak yang harus dikerjakan hari ini. Dia sedang fokus menyelesaikannya sedari pagi, saat tiba di kantor. "Ndra. Temenin aku makan siang, dong. Aku sendirian nih." Terdengar suara syahdu wanita di seberang sana. Si pemilik suara adalah seorang wanita cantik, mungil dengan rambut panjang tergerai. Bulu matanya lentik dengan suara manja. "Dimas mana?" Nada suara Andra terdengar malas. Selalu begini, hampir setiap hari terjadi dan sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Sekalipun status Reisa adalah tunangan dari orang lain. Namun, Andra lah yang selalu menemani. "Lagi meeting sama klien. Dia gak sempet nemenin aku katanya. Tadi barusan aku telepon. Kamu mau kan, Ndra?"Suara manja Reisa kembali terdengar. Wanita itu berusaha membujuk dan merayu sahabatnya. Andra menarik napas panjang. Entah sudah untuk yang ke berapa kalinya i

  • Benih Haram Sahabatku   Persahabatan

    "Andra! Balikin buku aku." Reisa berlari mengejar seorang anak lelaki seusianya. Napasnya gadis itu terengah-engah. Sedari tadi dia berusaha, tetapi si target malah makin menjauh. Sedangkan sosok yang dikejar itu malah bersorak senang karena berhasil menggodanya. "Ambil kalau bisa!" Andra mengangkat tangan ke atas dan melambaikan buku itu. Tentu saja Reisa tidak bisa menjangkau karena tubuhnya mungil dan tak sampai sebahu lelaki itu."Kamu usil banget sih, Ndra." Tangan mungil Reisa berusaha menggapai tetapi tak sampai. Gadis itu mencoba lagi hingga akhirnya menyerah."Lu bantet sih, Rei. Makanya makan yang banyak. Tumbuh itu ke atas, bukan ke samping."Sudah menjadi kebiasaan Andra mengolok-olok Reisa. Gadis itu juga tidak pernah marah. Bukankah jika bersama sahabat, kamu bisa lepas menjadi diri sendiri. Bahkan semua kekuranganmu dia bisa memakluminya. "Kamu kalau mau nyontek bilang aja napa? Gak usah pake' ngambil buku aku."Reisa berhenti berlari dan duduk lemas sembari menyek

  • Benih Haram Sahabatku   Cinta Dalam Hati

    Sudah satu jam Andra menunggu, tapi Reisa belum turun juga.Melihat Andra yang sedari tadi gelisah, akhirnya Wisnu mengizinkan lelaki itu menyusul ke atas. Andra bergerak cepat, nenyusul Reisa di kamarnya. Lelaki itu hanya menunggu di luar pintu dan tak berani masuk. Sedekat apapun mereka, dia masih tahu batas."Cepetan, Rei! Rempong amat nih cewek." Andra mengetuk-ngetuk pintu kamar gadis itu."Berisik banget. Apaan?"Pintu terbuka.Mata Andra terbelalak mendapati sosok yang sedang berdiri dihadapannya. Reisa terlihat sangat anggun dengan dress kasual serta dandanan yang natural. Rambut panjangnya di gelung ke atas. Andra menelan ludah. Dalam hatinya berkata, bidadari ternyata di bumi juga ada. "Kenapa kamu, Ndra?" Gadis yang ditatap mesra itu begong, tak mengerti sinyal cinta di mata Andra rupanya. "Eh, gak apa-apa."Andra membuang muka sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wajah lelaki itu bersemu merah. Kenapa dia jadi nervous begini.Reisa memang jarang berdandan. Gadi

  • Benih Haram Sahabatku   Extra Part: Pertemuan Pertama

    Brugh!"Auw!"Seorang gadis berteriak saat tubuh mungilnya terbentur sesuatu yang keras, sehingga membuatnya terjatuh. Darah mengucur dari lutut yang mulus itu. Sementara itu, sang lawan masih tetap berdiri kokoh bahkan tak bergoyang sedikit pun. "Kamu gak apa-apa?""Perih ...."Gadis itu meringis kesakitan. Lututnya menghantam tembok sekolah. Keras dan masih terasa denyutnya. Tak lama lagi sepertinya akan menimbulkan luka lebam yang kebiru-biruan."Sini, gue bantuin."Gadis itu menyambut uluran tangan yang diarahkan kepadanya."Maaf ya, gue ga sengaja." Anak lelaki itu tersenyum. Ada rasa bersalah di dalam hatinya. "Iya, engga apa-apa, kok." Senyumnya terukir, membalas senyuman anak lelaki itu. "Wah berdarah gitu. Ayo kita ke UKS. Minta diobatin lukanya. Kasian lu."Anak lelaki itu menarik tangannya, tetapi ditepiskan. Gadis itu tidak mau bersentuhan karena masih malu. "Gak usah. Biarin aja, cuma luka kecil kok. Nanti aku bersihin di toilet juga bisa."Gadis itu tidak mau merepot

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status