LOGINEsok harinya, Cathy terbangun dari tidurnya dengan senyuman bahagia yang tak pernah lepas dari bibir manisnya. Hatinya berbunga-bunga, perasaannya sungguh senang luar biasa, bagaimana tidak, hal yang selama ini selalu ia dambakan akhirnya terlaksana juga.
Bahkan tak hanya sekali, empat kali suaminya itu menggaulinya hingga ia kewalahan. Meskipun terasa perih dan sakit, namun hubungan seks pertamanya kemarin benar-benar sangat luar biasa nikmat, Cathy rasanya ingin lagi, lagi dan lagi. "Maaf non! Itu ada pak Doni didepan nyariin Aden, kayaknya penting." Ujar mang Diman pada Cathy. "Mas Doni? Ya udah kalau gitu suruh nunggu bentar ya mang! Biar saya bicara dulu sama Devan." "Baik non." Mang Diman pun segera melaksanakan perintah Cathy. Sedangkan Cathy kini kembali masuk ke dalam kamarnya. "Sayang!" Panggilnya pada Devan yang masih bersandar di ranjang sembari memainkan tablet nya, mungkin ia sedang bekerja dari rumah, mengingat hari ini ia terpaksa tak masuk kantor karena kondisinya yang belum stabil. "Bubur kamu udah siap, tapi ada mas Doni dibawah, kamu mau makan dulu atau nemuin dia dulu?" Tanyanya pada Devan. "Iya, barusan dia bilang mau ke sini nganterin berkas. Saya temuin dia dulu, suruh dia ke ruang kerja saya." "Enggak disini aja? Kamu kuat emang jalan ke ruang kerja?" Tanya Cathy dengan nada cemas. "Cathy! Saya cuma maag, bukannya lumpuh." Ujar Devan sewot membuat Cathy tersenyum geli. "Bukannya apa, siapa tau kamu masih lemes." "Enggak. Saya sudah mendingan." "Syukur deh kalau gitu, nggak sia-sia aku tidur jam empat pagi." Ungkap Cathy dengan penuh kelegaan. Sedangkan Devan malah merasa tak enak hati atas perlakuan istrinya semalaman yang terus merawatnya tanpa kenal lelah, padahal ia sempat menggempur istrinya sampai empat ronde, Cathy bukannya merasa lemas dan kesakitan karena keperawanannya baru saja direnggut oleh suaminya, namun ia malah tak tidur sama sekali karena suaminya tiba-tiba demam tinggi pukul satu malam, mungkin karena faktor kelelahan dan kondisi fisiknya yang belum stabil membuatnya demam tinggi. "Aku temuin mas Doni dulu, sama nanti aku bawain makanan kamu ke ruang kerja ya!" "Hm." Angguk Devan mengiyakan. *** Cathypun segera menemui Doni di ruang tamu, dan ternyata sekretaris Devan di kantor itu tengah menunggu sambil memainkan ponselnya. "Mas Doni!" Panggil Cathy sembari menghampiri Doni. Donipun langsung menoleh kearah istri pimpinannya itu, menatap dengan intens wanita cantik bertubuh seksi yang sudah sejak lama ia kagumi. "Ah mbak Cathy!" Donipun segera menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pakaian Cathy yang cukup terbuka benar-benar membuat pria berkacamata itu merasa gugup. "Mas Doni udah ditunggu sama Devan di ruang kerja." Ucap Cathy. "Iya mbak, kalau gitu saya akan segera kesana." "Mas Doni udah sarapan belum? Saya tadi buat bubur ayam banyak, mas mau?" Tawar Cathy membuat senyuman Doni mengembang. "Ah bo-boleh mbak. Kebetulan saya belum sempat sarapan karena buru-buru kesini." "Ya udah kalau gitu mas tunggu di ruang kerja ya!" "Iya mbak." Angguk Doni setuju. Makan bubur ayam buatan Cathy? Kapan lagi coba! Tentu saja pria itu sangat mau jika ditawari. Beberapa saat kemudian, Donipun akhirnya sampai di ruang kerja sang atasan, mempunyai atasan yang usianya jauh lebih muda darinya awalnya membuat Doni merasa ragu. Ia ragu akan kemampuan Devan dalam memimpin perusahaan besar, ia takut jika perusahaan yang sudah dibangun dari nol oleh ayah Devan itu akan hancur bila dipimpin putranya yang masih duduk di bangku perkuliahan. Namun ternyata Doni salah besar, keraguannya langsung hilang ketika melihat kinerja Devan yang sangat luar biasa. Mungkin sejak kecil cowok tampan itu sudah dididik oleh sang ayah untuk menjadi calon pewaris tunggal yang akan memimpin perusahaan besar sekelas Abimana Group, perusahaan property yang sangat terkenal di Asia sejak dua puluh tahun yang lalu. Devan benar-benar pria yang cerdas dan genius, ia bahkan sangatlah disiplin, royal dan sangat loyal dalam bekerja. Dedikasinya terhadap sang ayah sangatlah tinggi, ia seakan tak mau mengecewakan almarhum sang ayah, makanya di usianya yang masih sangat muda ini ia bersedia untuk memegang perusahaan besar yang seharusnya dipegang oleh orang yang lebih berpengalaman. Namun hal itu tak ada masalah bagi Devan, meskipun ia tanpa pengalaman, tapi nyatanya cowok tampan itu mampu bahkan jauh lebih sanggup ketimbang orang yang berpengalaman. Maka dari itu banyak sekali orang yang kagum pada dirinya. "Kalau pak Devan masih belum sehat, lebih baik istirahat lebih lama di rumah. Kata pak Anton, beliau yang akan menggantikan pak Devan untuk memimpin rapat nanti siang." Ujar Doni pada Devan. "Hm, memang saya yang menyuruhnya tadi." Jawab Devan sembari menandatangani berkas-berkas yang dibawa oleh Doni. "Tapi lusa saya harus sudah masuk karena ada pertemuan penting dengan pimpinan Citra Pratama Hospital." Imbuh Devan. "Wah... Yang proyek hampir setengah triliun itu jadi dikerjakan dalam waktu dekat ya pak?" Tanya Doni. "Tentu! Dan lokasinya akan dibangun didekat apartment kita." "Jadi mereka yang mau? Atau bapak sendiri yang memang memintanya?" "Tentu saja mereka sendiri yang minta." "Bapak emang hebat, luar biasa, saya benar-benar nggak habis pikir sama kemampuan pak Devan. Padahal perusahaan property manapun selalu ingin bekerja sama dengan pihak Citra Pratama Hospital tapi sampai saat ini belum ada yang berhasil." Jelas Doni dengan perasaan kagum namun yang dipuji-puji hanya merasa biasa saja karena memang seperti itulah wataknya. "Nanti setelah rapat selesai, suruh pak Anton menghadap saya!" Titah Devan. "Siap pak!" Setelah menandatangani seluruh berkas, Devan pun segera menyerahkannya kepada Doni. Dan saat itu juga, Cathy datang ke ruangan Devan dengan membawa nampan berisi dua mangkuk bubur ayam. "Makan dulu sayang!" Ujar Cathy sambil menaruh mangkuk berisi bubur ayam diatas meja suaminya. "Ini buat mas Doni." Selanjutnya Cathy menaruh satu mangkuk lagi diatas meja tamu, dan hal itu benar-benar membuat Devan terkejut, bukannya bubur buatan istrinya ini hanya spesial untuknya? Kenapa Doni malah ikut memakannya? "Wah... Kelihatannya enak banget mbak, tampilannya aja udah kayak buatan chef profesional." Puji Doni membuat Cathy tersenyum bangga. Cewek cantik itu memang suka sekali dipuji, membuatnya semakin semangat dan termotivasi. "Beneran mas? Wah... Nggak sia-sia dong saya kursus sama Chef Juno." "Chef Juno yang terkenal di tv itu?" Tanya Doni tak percaya. "Iyalah, emang siapa lagi?" "Kalau gitu mbak Cathy hebat banget dong bisa kursus bareng Master Chef sekelas Chef Juno." "Nggak lah mas biasa aja." Wajah Cathy tampak memerah, hatinya senang sekali dapat pujian dari orang lain. Namun lain halnya dengan Devan yang sejak tadi terus mengepalkan kedua tangannya. Sekretaris nya itu, berani-beraninya memuji-muji istrinya didepan mata Devan. "Hmmm... Enak banget mbak! Nggak kalah sama yang di restoran." Puji Doni kembali membuat Cathy semakin senang karena ada orang yang sampai sesemangat ini ketika memakan masakannya. "Mas Doni jangan lebay ah! Biasa aja..." Senyum Cathy makin mengembang dan hal itu sungguh tak disukai sama sekali oleh Devan, ini siapa yang suaminya sih sebenarnya? Kenapa istrinya itu sejak tadi terus menemani Doni sedangkan ia yang tengah sakit malah dibiarkan sendiri begitu saja tanpa dilayani. "Ugh..." Tiba-tiba Devan menekan perutnya, merintih kesakitan untuk menarik perhatian istrinya. "Sayang!" Dan benar saja sang istri langsung menoleh kearahnya dan menghampirinya. "Kamu kenapa?" Tanya Cathy khawatir, Doni pun turut menoleh kearah sang atasan dengan wajah cemas. Sedangkan Devan hanya menggeleng pelan, namun rintihannya membuat Cathy sadar jika suaminya itu sedang kesakitan. "Perut kamu sakit lagi? Oh ya kamu kan belum minum obat, aku suapin terus minum obatnya ya!" Cathy langsung menyentuh pipi suaminya penuh perhatian membuat Devan tersenyum tipis dan hal itu tak luput dari perhatian Doni yang hanya bisa geleng-geleng kepala, tersenyum geli dengan kelakuan Ceo-nya. "Minum teh hangat dulu ya! Biar perut kamu hangat." Tawar Cathy sambil menyodorkan teh ke bibir suaminya. "Hm." Devan hanya mengangguk setuju, merasa menang karena perhatian sang istri sudah kembali padanya. Cathy sendiri mana sadar jika itu hanyalah akal-akalan suaminya untuk menarik perhatiannya, karena kelemahan Cathy adalah tak bisa melihat suaminya sakit sebentar saja, cewek cantik itu selalu tak tega.Devan menatap wajah kampusnya dengan penuh bangga, meski tak kuliah di luar negeri, namun ia cukup puas bisa kuliah di dalam negeri sendiri karena kualitas pendidikannya tak kalah bersaing dengan pendidikan luar negeri.Cowok itu hari ini sedang merayakan kelulusannya, ia menyelesaikan seluruh mata kuliahnya hanya dalam waktu tiga tahun dan akhirnya bisa lulus dengan predikat cumlaude. Banyak yang kagum dan bangga atas apa yang Devan raih saat ini, menjadi CEO di usia muda dan lulus kuliah lebih cepat karena otaknya yang jenius. Tak hanya keluarga, teman-temannya juga dibuat kagum atas prestasi yang ia torehkan di usianya yang masih menginjak dua puluh satu tahun."Sayang ayo!" Seru Cathy yang sudah menunggu di mobil sejak tadi. Kandungan cewek itu sudah hampir memasuki bulan ke sembilan, awalnya Devan melarangnya ikut ke kampus, namun karena ini adalah momen istimewa dan Cathy harus wajib datang untuk mendampingi suaminya. Perut Cathy semakin besar, jalannya juga sudah susah, apala
Cathy sudah keluar dari rumah sakit karena kondisinya sudah membaik, ketika mengetahui jika adiknya baru saja mengalami kecelakaan, Andreas buru-buru datang ke rumah sakit bersama dengan istrinya, dan kini ia juga turut untuk mengantarkan Cathy pulang ke rumah Devan.Setibanya di rumah, Cathy dibuat terkejut dan bahagia tak terkira karena disana ada kedua orangtuanya dan juga Anne yang tengah berkumpul untuk menyambut kepulangannya.Cewek itu bahkan sampai menangis haru karena terlalu bahagia melihat orang-orang yang ia rindukan tengah berkumpul di rumahnya."Mama khawatir banget sama kamu makanya mama sama papa langsung pulang ke Indonesia." Ujar Melany pada sang putri sembari memeluk tubuh Cathy dengan erat."Cucu papa baik-baik aja kan?" Tanya papa Cathy sembari mengusap perut sang putri."Baik pa, kita berdua baik-baik aja. Devan selalu jagain Cathy sama baby." Jelas Cathy membuat papanya langsung tersenyum lega dan menatap Devan dengan penuh terimakasih. Tak sia-sia ia menjodohka
Devan saat ini sudah sampai di rumah sakit, rasa cemas dan takut sudah menjadi satu sejak ia mendapatkan kabar buruk tentang istrinya tadi, cowok itu terus berlari menuju IGD hingga akhirnya sampai dan bertemu dengan Fany serta Delon disana."Cathy! Cathy gimana?" Tanya Devan dengan nada panik."Masih ditangani sama dokter, dia pendarahan hebat." Jawab Fany dengan nada bergetar, Devan pun semakin panik dibuatnya, demi Tuhan ia ingin sekali segera menemui istrinya."Gue bakalan selidikin orang yang udah nabrak bini Lo." Ujar Delon."Nabrak?" Tanya Devan tak mengerti."Iya, gue saksinya, itu bukan murni kecelakaan tapi itu disengaja, ada orang yang sengaja nabrak Cathy dan gue tadi sempet ngafalin nomor plat mobilnya." Jelas Fany.Wajah Devan pun langsung mengeras, aura hitam seketika langsung berkumpul disekelilingnya. Cowok itu langsung mengepalkan kedua tangannya, jika benar istrinya sengaja ditabrak oleh seseorang, maka ia bersumpah tak akan pernah memaafkan dan mengampuni orang itu
Kecewa, tentu saja, cewek mana yang tidak kecewa ketika ia tiba-tiba diabaikan seperti ini saat tengah menanyakan tentang perasaan kepada suaminya sendiri, bukannya langsung menjawab namun Devan malah langsung mematikan sambungan teleponnya begitu saja. Tentu saja Cathy merasa sangat sedih sekali, apalagi hormon kehamilannya selalu saja membuat ia menjadi cewek mellow yang sangat cengeng, sungguh bukan Cathy sekali. "Kamu denger sendiri bapak kamu kayak gimana? Bahkan dia nggak mau peduli sama perasaan mommy, dia cuma bertindak sesuai keinginannya aja, dia cuma sayang sama kamu. Dia perhatian selama ini cuma karena kamu doang, bukan karena mommy, puas kan kamu sekarang?" Cathy rasanya ingin sekali memukuli perutnya namun ia benar-benar tak sanggup melakukannya. Cewek itu sudah mulai sayang dengan calon bayinya, tapi juga terkadang merasa kesal jika Devan memperlakukannya seperti ini, akibatnya ia malah melampiaskannya pada calon bayi tak berdosa itu. "Mending ke salon aja ngajak Caro
Beberapa hari kemudian, Cathy akhirnya masuk kampus meskipun harus berdebat terlebih dahulu dengan Devan, entah kenapa, cowok itu merasakan firasat yang buruk tentang istrinya, akhir-akhir ini ia sering mimpi buruk, Devan sering bermimpi kehilangan calon buah hatinya karena terjadi sesuatu dengan istrinya, dan hal itu benar-benar membuatnya sangat gelisah."Baik-baik di kampus, kalau meeting ini nggak begitu penting sa-""Sayaaang... Kan kamu udah janji mau aku kamu, kamu tuh formal banget tauk orangnya, kayak kaku gitu... Padahal sama istri sendiri juga." Ujar Cathy dengan nada manja sambil mengalungkan kedua tangannya dileher sang suami, banyak para mahasiswa yang melihat adegan mereka berdua dan itu semua benar-benar membuat mereka iri."Iya... Maaf aku lupa." Devan mengusap kepala Cathy dengan gemas, lalu mencium kening istrinya itu dengan sayang. Cowok itu sudah tak malu lagi mengumbar kemesraan didepan umum, ia ingin menunjukkan pada semua orang jika Cathy adalah miliknya. "Aku
Setelah kepulangan para sahabatnya, Cathy terlihat begitu lesu. Setelah Delon menjelaskan segalanya tentang Alan kepadanya, cewek itu tampak terlihat murung dan merasa bersalah. Cathy masih tak percaya, Alan yang menurutnya baik dan perhatian bisa berbuat picik seperti itu padanya. Suaminya pasti sekarang sedang kesal padanya karena terus membela Alan, buktinya sampai sekarang Devan belum juga datang menghampirinya, padahal waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas malam."Bapak kamu tuh kemana sih? Demen banget kalau cemburu kayak gitu, tapi anehnya sampai sekarang belum bilang cinta juga sama mommy, hmmhhh..." Cathy pun berjalan gontai menuju kamarnya untuk mencari sang suami, kali aja Devan ada disana, tapi sayangnya dugaannya salah, suaminya tak ada disana. Cathy pun akhirnya mulai mencari, mencari di ruang kerja tidak ada, di dapur tidak ada, di kolam renang juga tidak ada, akhirnya iapun mencari suaminya di rooftop. Cathy bahkan sampai berhenti sejenak ketika menaiki tangga







