Melviano saat ini sedang mengguyur diri di bawah shower, ia berharap kejantanan ini cepat kembali normal. Rasanya tidak enak sekali jika tidak ada pelampiasan untuk melepaskan hasratnya ini.
Sial. Bocah sialan. Awas saja kamu.
Dengan terpaksa Melviano harus mengerluarkannya di luar dan bermain solo seperti ini. Benar-benar ngenes nasib jadi pengantin baru.
Setelah kepergian Melviano yang masuk ke dalam kamar mandi, Kaila selalu menatap pintu kamar mandi dengan rasa was-was. Ia takut jika nanti Melviano keluar akan mengamuk dan menyeretnya keluar dari hotel ini. Apalagi melihat penampilannya saat ini yang masih menggunakan bathdrobe hotel. Tidak ... tidak... tidak! Kaila menggelengkan kepalanya untuk menghalau pikiran negatif.
Kaila masih terus saja menatap dan memantau pintu kamar mandi sambil menggigiti kukunya sendiri. Kaila berpikir kenapa Melviano mandi lama sekali? Memangnya apa yang sedang dia kerjakan di dalam sih? Kenapa mandinya melebihi seorang wanita? Apa ketuk saja pintunya ya, siapa tahu dia pingsan di dalam.
Dengan langkah hati-hati Kaila mendekati pintu kamar mandi dan menguping di dekat pintu. Namun Kaila langsung mengeryit saat mendengar suara erangan dan desahan di dalam. Kaila langsung menjauhi pintu kamar mandi dan merasakan merinding diseluruh tubuhnya.
“Melviano sedang apa sih? Kenapa dia mengerang seperti itu.” Kaila bermonolog.
Menunggu Melviano keluar kamar mandi terlalu lama, membuat Kaila mengantuk. Kaila langsung membaringkan diri dan memejamkan mata yang sudah tidak kuat untuk diajak kompromi lagi. Kaila masa bodoh dengan bajunya saat ini, salah siapa tidak ada pakaian. Dengan terpaksa Kaila tidur pun masih menggunakan bathdrobe.
Setelah mendapatkan pelepasan dan klimaks meski hanya bermain sendiri. Dengan cepat Melviano langsung membilas tubuhnya sebentar dan keluar kamar mandi. Pada saat keluar Melviano disuguhkan dengan pemandangan istrinya yang sudah tertidur pulas.
Melviano menelepon seseorang untuk membawakan satu stel baju wanita dan laki-laki untuk besok. Meski kesal dengan Kaila. Tapi, Melviano masih punya hati tidak ingin tubuh istrinya terekpose dan dilihat oleh laki-laki lain.
Melviano melangkah pelan ke sudut istrinya berada. Ia memandangi Kaila dengan tatapan yang sulit dibaca. Senyumnya mengembang saat melihat bibir ranum milik Kaila.
Kamu milikku Kaila, meski aset-aset milikmu kecil untuk ukuranku. Tapi, aku harus berusaha membesarkan aset-asetmu itu agar lebih menggairahkan.
Keesokan harinya.
Kaila merasakan sinar panas menembus indra penglihatannya kali ini. Beberapa kali Kaila menghalau panas yang menyoroti matanya dengan menaikan selimut untuk menutupi mukanya. Namun tetap saja sinar panas itu tetap bisa menembus. Dengan perlahan Kaila membuka matanya pelan-pelan. Kaila merasa terkejut saat melihat Melviano sudah berdiri sedang memandanginya tanpa berkedip.
Dengan gerakan reflek Kaila langsung terduduk kaget.
“Kamu ... sudah bangun?” tanya Kaila dengan bodoh.
“Jelas sudah. Kalau belum mana mungkin aku berdiri disini.”
Melihat tak ada gerakan dari Kaila membuat Melviano geram sendiri melihatnya. Rasanya ingin menarik dan memandikannya. Gara-gara Kaila ia ditinggal sarapan oleh keluarganya.
“Cepat bangun! Ini sudah jam 10. Memangnya kamu tidak lapar?”
Kaila merasa terkejut mendengar jam sepuluh. “APAH?!”
“Iya sudah cepetan. Gara-gara kamu kita ditinggal sarapan.” Melviano menggerutu kesal.
“Tapi ....”
“Baju?”
Kaila mengangguk cepat.
“Itu, kamu gunakan itu saja,” ujar Melviano sambil menunjuk kearah paperbag berlogo Gucci.
Kaila masih terdiam dan menatap kearah paperbag itu. Kaila memikirkan berapa uang yang Melviano keluarkan untuk membeli pakaian itu? Meski bukan orang kaya tapi Kaila tahu merek-merek baju branded
“Mau dimandikan?” ujar Melviano kesal melihat Kaila tidak ada pergerakan sama sekali. Benar-benar harus sabar menghadapi bocah kecil ini.
“Oh, tidak!tidak!” Kaila langsung menggeleng kuat dan berlari menuju kamar mandi. Ia tidak ingin dimandikan Melviano. Enak saja. Nanti dia bisa lihat harta berharga milik Kaila dong.
Dengan cepat Kaila mandi. Jujur saja Kaila ini mandinya singkat tidak suka lama-lama seperti kebanyakn perempuan lain. Yang mandi berjam-jam entah apa yang disiraminya hingga memakan waktu lama.
Kaila keluar dengan mengendap-ngendap untuk melihat apakah Melviano masih di dalam atau sudah meninggalkan dirinya sendirian.
“Kamu sedang apa berjalan seperti mau maling saja.” Melviano menegur kala melihat Kaila berjalan pelan-pelan menempel tembok.
“Kamu bukannya tadi nggak ada? Lalu kamu dari mana? Kenapa bisa ada di sini?”
“Kamu ini bodoh atau bagaimana sih?! Jelas aku ada di sini nunggu kamu untuk sarapan.”
Kaila merasa malu saat ini. Rasanya tak ingin melihat Melviano. Entah kenapa setiap disamping Melviano, Kaila merasakan jadi bodoh sekali otaknya.
“Ngelamun lagi?! Cepat gunakan pakaianmu. Ini sudah siang dan aku sudah lapar.” Melviano lagi-lagi menegur Kaila yang terbengong terus menerus.
Dengan sigap Kaila langsung mengambil paperbag dan masuk ke dalam kamar mandi lagi untuk memakai pakaian yang telah Melviano siapkan.
Melviano mengembuskan napas lelah. Baru satu hari ia menikah tapi tekanan darahnya sepertinya sudah meningkat drastis akibat berhadapan dengan Kaila.
Restoran hotel Ritz Carlton.
Saat ini baik Melviano dan Kaila sedang sarapan pagi. Oh bukan sarapan karena sudah lewat dan ini sudah jam sebelas siang. Jadi mungkin makan siang yang kecepatan, oh tidak! bukan. Ini namanya brunch, sarapan pagi yang kelewat dan makan siang yang belum waktunya.
Mereka memesan masakan ala khas nusantara. Sebab Melviano terkadang suka kangen dengan masakan Indonesia. Maka dari itu kesempatan ia berada di Indonesia tidak akan disia-siakan begitu saja.
Namun saat sedang asyik brunch tiba-tiba saja hape Kaila berdering nyaring menandakan adanya panggilan masuk.
Kaila melihat id caller terpampang nama Debi yang menelepon. Batin Kaila berpikir, untuk apa Debi menelepon jam-jam segini. Emang dia tidak lagi sama di Donat pacarnya? Asal kalian tahu saja, Debi itu kaya kembar siam sama Donat. Kemana-mana mereka itu selalu bersama.
Melviano yang merasa terusik dengan nada ringtone hape Kaila langsung menatap sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Teman nelepon, aku angkat dulu ya.” Kaila mencoba memberitahukan Melviano agar dia tahu dan tidak curiga.
“Yasudah angkat dulu sana, berisik.” Melviano langsung melanjutkan makannya tanpa mempedulikan Kaila yang sudah beranjak pergi menjauh dari Melviano.
Melviano bingung sendiri, kenapa angkat telepon saja mesti jauh-jauh darinya segala? Memang siapa teman yang menelepon?
Ah, shit ... kenapa sekarang jadi ingin tahu urusan orang. Sial.
Disisi lain Kaila menepi kearah pinggiran restoran. Ia langsung menggeser tombol hijau dan terkejut dengan suara cempreng temannya itu.
“Haloooo pengantin baru, pasti baru bangun ya,” tebak Debi disebrang telepon dengan cekikikan.
“Ya, kok lo tahu sih?” tanya Kaila bingung.
“Jelas gue tahu, berapa ronde semalam?” tanya Debi penasaran dengan kegiatan ranjang Kaila.
“Apanya?” Kaila balik bertanya.
“Ah, pura-pura lo. Jujur aja berapa ronde? Terus gimana gede nggak?” tanya Debi sedikit mendesak Kaila.
“Gue nggak ngerti. Lo tanya apaan sih.”
“Ah sok polos lo Kai, nggak asik,” ujar Debi sedikit kesal.
“Eh sumpah ya, gue nggak ngarti dan paham apa yang lo tanyain begeeee,” balas Kaila tak kalah kesalnya.
“Lo bego atau gimana sih Kai? Cukup akademik aja lo yang bego jangan semuanya lo borong.” Debi menggerutu dengan kadar kelemotan Kaila.
“Lagian lo nanya nggak jelas. Ronde kaya main tinju aja.”
“Ya gusti masa gue harus jelas banget nanya ke elo,” jawab Debi sambil mengembuskan napasnya.
“Biasanya lo juga to the poin Deb, tanpa muter-muter segala kaya begini.”
“Oke-oke, ngomong sama elo emang kudu jelas banget Kai. Gini lo semalam malam pertama gimana?” tanya Debi bersemangat kembali.
“Tidur lah, bahkan baru bisa tidur hampir mulai subuh.”
“Wah GILA LO KAI, KEREN BANGET, DAEBAK ....” teriak Debi dari seberang telepon.
“Keren apanya woy? Justru gue ngantuk kurang tidur makanya telat sarapan begini.”
“Justru ini Kai, seninya pengantin baru itu begini, nggak tidur tapi ngadon buat anak.” Debi terkekeh sangat bahagia sekali.
“Ngaco lo kalau ngomong. Semalam gue nggak ngapa-ngapain bege,” jelas Kaila dengan jujur.
“SERIUSAN?! Tanya Debi tidak percaya. “Jadi lo masih virgin?”
“Iyalah gue masih virgin. Masih perawan asli gue.” Kaila mengucapkan dengan bangga.
“Bego banget dah lo Kai, percuma aja lo nikah kalau masih perawan.” Debi mulai kesal dengan Kaila. Kudu dikasih tips nih bocah.
“Ya dong gue bangga, nggak kaya lo belum nikah udah dijebolin Donat duluan. Menjijikan,” ujar Kaila merinding saat mendengar curhatan Debi yang sudah tidak virgin lagi.
“Hahaha, udah nggak usah bahas gue. Terus lo semalam ngapain aja sampe tidur mau subuh?” tanya Debi kepo.
“Nungguin dia mandi.”
“Hah nunggu dia mandi? Maksudnya gimana Kai?”
“Ah bego lo Deb, makanya pintar jangan akademik doang.”
“Balas dendam ceritanya. Oke baik....”
“Iya gue nunggu dia mandi Deb, mandinya tuh lama banget kaya cewek. Padahal gue yang cewek aja singkat kalau mandi. Terus yang bikin gue heran nih ya, gue dengar suara desahan dari dalam kamar mandi dong,” jelas Kaila sedikit berbisik agar orang lain tidak dapat mendengar percakapannya dengan Debi.
“Hah serius lo?! Tanya Debi tidak percaya.
“Serius. Kenapa juga gue bohong sama elo. Nggak ada hadiahnya juga.”
“Dia ona*i?”
“Mana gue tahu Deb, ‘kan gue nggak lihat Cuma dengar suara dari balik pintu doang.”
“Oke fix. Gue tahu kenapa suami lo mandi lama semalam.”
“Emang kenapa?” tanya Kaila penasaran.
“Kayakny kita mesti ketemu deh biar gue jelasin langsung,” ujar Debi memberikan ide.
“Tapi gue mesti izin dulu sama Melviano.”
“Ciee ... yang jadi istri mah gitu, mau pergi kudu izin segala.” Debi menggoda Kaila.
“Udah dulu, gue matiin, nggak enak gue, dia ditinggal sendirian. Nanti gue kabarin lagi masalah kita ketemuan.”
“Oke. Bye ...” Debi mematikan teleponnya. Sedangkan Kaila langsung memasuki restoran kembali dan menuju ke meja yang terdapat Melviano sedang menatapnya tajam.
“Maaf lama,” ujar Kaila meminta maaf dan duduk kembali dihadapan Melviano.
Melviano hanya mengangguk. “Minggu depan kita terbang ke California.”
“APAH?!” Kaila sangat terkejut. Tanpa sadar garpu yang dipegangnya ikut terjatuh ke meja.
“Iya, jadi cepat urus segala dokumen untuk pendaftaran kuliahmu di sana.”
“Tapi, apa tidak terlalu cepat?” tanya Kaila.
“Tidak, ingat bocah cilik. Aku ini bukan pengangguran kaya kamu. Aku ini bekerja, jadi tidak mungkin meninggalkan pekerjaan begitu lama, bisa menumpuk nanti.”
Kaila bersungut marah. “Aku bukan bocah cilik. Dasar bulepotan!” balas Kaila tak ingin kalah.
“Sudah cepat habiskan makananya,” perintah Melviano tegas.
Dengan terpaksa Kaila menghabiskan makanannya yang tertunda akibat telepon Debi barusan.
Setelah selesai, akhirnya Kaila dan Melviano bergegas menuju ke kamar hotel lagi. Kedua keluarga mempelai sudah pulang ke rumah masing-masing setelah sarapan.
“Aku pengin ke mamah,” tutur Kaila.
“Sudah pulang tadi pagi, saat kamu masih tidur.”
“Hah?! Jawab Kaila kaget. “Seriusan?”
“Ya.”
Kaila menghela napas kecewa.
“Oya, boleh keluar sebentar nggak?” tanya Kaila.
“Bukannya tadi sudah keluar? makan barusan 'kan keluar.”
“Bukan keluar itu maksudnya.”
“Memangnya akan keluar kemana?”
“Ketemu teman.”
“Cowok?” tanya Melviano sambil mengangkat alisnya sebelah.
“Cewek.”
“Yasudah.”
“Boleh?”
“Hmmm.”
Dengan reflek Kaila langsung memeluk Melviano. Padahal posisi mereka sedang berada di lift menuju ke kamar hotel yang mereka sewa.
“Makasih, jadi sayang deh,” ceplos Kaila masih sambil memeluk Melviano.
“Beneran?” tanya Melviano mengerutkan dahinya.
“Tentu saja bohong.” Kaila langsung melepaskan pelukannya.
Tak ada pembicaraan yang tercipta diantara keduanya, sampai akhirnya Kaila langsung turun kembali kearah lobby dan memberi tahu Debi untuk ketemuan di mal pacific place.
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer