Share

Getol

Author: Ira Yusran
last update Last Updated: 2023-09-02 10:54:59

"Jangan lebai. Bukan mereka yang ngemaki, tapi satu orang cowok badan tinggi. Cuma dia doang, enggak banyak."

Ganes yang berdalih terus membantu Diana untuk menuju ke parkiran si Blacky. Namun, ia sempat terhenti saat tangan Diana mencengkeram bahunya erat, seolah-olah hendak membahas sesuatu yang lebih penting dari sebelumnya.

"Salahku karena tak berangkat sejak awal. Salahku karena harus merasa pesimis bahkan sebelum pergi audisi. Padahal, ini adalah kesempatan pertama setelah bertahun-tahun menahan diri karena merasa belum punya cukup bakat.

Apa dayaku, Nes. Bakat saja enggak cukup sekarang. Harus ada orang dalem, ada uang juga. Gimana aku bisa ngemulai semua dari nol kalo dari awal aja udah banyak tindak korupsi yang kalo ketahuan merekanya bilang itu enggak disadari?"

Sembari kembali memapah Diana, Ganes menggeleng dengan pelan. Diabaikannya tatapan lekat sang kawan yang sudah membersamainya sejak lama.

"Kamu itu ngomong apa? Jangan samaratakan semua pemimpin yang ada. Enggak semua pemimpin kayak yang kutemui tadi. Masih banyak juga kok, yang jujur cari orang yang berkemampuan tinggi tanpa pernah korupsi.

Mending, saat ini kamu fokus sama usahamu untuk memperdalam bakatmu sendiri. Kali aja, kamu bisa ikut audisi lagi suatu saat nanti. Seenggaknya kamu punya usaha untuk memantaskan diri."

Ganes telah membantu Diana untuk duduk pada jok belakang skuternya. Lantas dengan pelan, ia melajukan motor demi kembali ke rumah indekosnya.

"Aku berhutang banyak padamu, Nes. Aku punya hutang untuk memperbaiki Blakcy. Daripada memperdalam bakat akting, akan lebih baik kalau aku mencari pekerjaan demi ngemulusin si Blacky lagi," papar Diana sembari menunduk dalam-dalam. Ia merasa menyesal karena permintaannya, motor sang tetangga mengalami rusak berat.

"Enggak usah dipikirin. Tiga hari ngojek pun aku dah bisa bikin mulus si Blacky," pungkas Ganes dengan sombong. Ia telah mengagung-agungkan pekerjaannya sebagai ojek online dengan rating dan tips yang bagus.

"Enggak bisa gitu, Nes. Aku juga mesti tanggung jawab. Kalopun enggak bisa bayar langsung, bakal tak cicil, kok."

"Fokus sama kesehatanmu dululah. Jangan mikirin si Blacky. Lagian, bahu kanan kena dislokasi, pergelangan tangan dan kaki terkilir. Mau kerja apa dengan modal tangan kiri kamu?" tanya Ganes. Nada bicaranya dinaikkan beberapa oktaf demi bisa didengar oleh sang kawan yang duduk di jok belakang.

"Seenggaknya kan aku punya usaha, Nes! Jangan suka matahin apa yang kupinginin, lah. Tau sendiri aku gampang kepikiran. Tar malah pesimis jadinya. Harusnya kan kamu ngedukung!"

Ganes mencebik. Kedua bahunya mengedik. "Aku kemaren ada wawancara. Daripada mikir kerja, mending doain aku biar keterima. Lumayan kan, kalo tiga bulan lagi aku dapet yang gajinya dua kali lipat."

Mendengar celetukan Ganes, Diana mengernyit heran. Hampir saja ia kembali bertanya saat motor matik Ganes telah berhenti di depan rumah.

"Kamu orang baik, Nes. Semua yang kamu usahakan pasti bakalan dapet."

Ganes mengangguk. Ia telah menjentikkan jemarinya, lantas membantu sang kawan untuk turun dari motor.

"Karena itu, mumpung aku baik jadi jangan pikirkan apa pun. Aku bisa memperbaiki sendiri kerusakan Blacky. Pekerjaan keduaku sebagai driver ojek online juga punya income besar, Di. Jangan memandangku remeh hanya karena aku ngekos di tempat kumuh seperti ini," bujuk Ganes.

Ia bicara dengan sedikit nada pongah. Alih-alih menghibur Diana, ia malah sedikit menyombongkan diri demi membuat Diana tersenyum dan melupakan beban yang dipikirkan oleh sang kawan.

Melihat itu, Diana makin merasa bersalah. "Sumpah demi apa pun, aku sudah coba kirim surat lamaran ke banyak tempat. Anehnya, enggak ada satu pun yang mau nerima aku, Nes. Padahal, temen-temen yang naro surat lamaran bareng sudah ada panggilan. Kenapa ya, kira-kira?"

Pertanyaan Diana berhasil membuat Ganes turut mengernyit heran. Telah ia papah Diana untuk masuk rumah.

"Belum rezekimu. Mungkin sebenernya rezekimu ada di teater tadi. Tapi karena takdir, jadi mungkin belum rezeki. Mending diem di rumah, bantuin emak bikin pisang goreng."

Diana tak menjawab. Ia telah memilih duduk di sofa buluk berwarna cokelat tua dengan sudut yang dipenuhi robekan, dengan pelan.

"Emak pasti lagi kulakan pisang. Andai aku bisa kerja enak, bisa nyetir motor kayak kamu, mungkin emak enggak perlu keliling."

Tanpa malu, Ganes telah mendudukkan diri pada sofa seberang, sofa yang tak jauh berbeda keadaannya seperti yang diduduki Diana. Digaruknya pelipis dengan pelan sembari menatap sang kawan. Meski keduanya baru kenal setahun belakangan, mereka bak pinang dibelah dua.

"Apa iya karena kamu yang berhenti mendadak dari pabrik tempatmu kerja sebelumnya? Kamu nulis itu di CV, kan?" Ganes mencecar.

"Soalnya aku pernah tau sih, Di. Kalo personalia itu sering liat di bagian pengalaman itu. Mereka bakal ngitung bulan berjalan seberapa lama kita kerja. Apalagi yang baru sebulan, tapi udah ngelamar di tempat baru. Sudah pasti mereka bertanya-tanya, kan? Yang udah lama kerja pun, juga bakal dipertanyakan nantinya."

Diana mengangguk-angguk. Ia memang selalu menulis di mana ia diterima bekerja meski hanya beberapa minggu.

"Btw, kamu dapet panggilan di mana, Nes? Terus, gimana caranya kamu bakal ngebagi waktu buat kerja, buat ngojek segala? Katamu, ngojek is the best. Tapi kenapa tiba-tiba getol banget cari kerja? Ada yang ingin kamu beli? Atau, kamu mau pindah kost ke yang budgetnya lebih tinggi?"

Ganes menggeleng pelan. Ia yang sudah memilih menjadi sopir ojek online sejak tiga tahun belakangan, ingin mendapat uang lebih banyak karena biaya hidup yang terus naik secara signifikan.

"Daripada mikir buat pindah ke tempat yang punya budget tinggi, aku lebih milih nyimpen duit itu buat masa tua, Di. Aku ini sebatang kara, seenggaknya aku punya uang pas aku udah enggak produktif nanti. Lagian, kalo bukan aku yang ngusahain rencana masa depan, gimana aku bisa hidup dengan tenang di tengah kota penuh persaingan kek Surabaya ini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Gajian Kedua

    Ganes menghela napas panjang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran sang kawan. Terlebih, niat yang dikukuhkan demi bisa menyainginya.Padahal, Ganes tak pernah melupakan Diana. Ia bahkan selalu berterimakasih atas segala hal, meski tak pernah diterima. Namun kini, alih-alih mendukung ia akan mendapat tusukan dari kawan sendiri.Ganes telah menyelesaikan tiga permintaan antar dari aplikasi ojek online yang menaunginya. Ia memilih menepi sebentar di pinggir jalan. Bukan untuk sarapan, melainkan untuk membuka pikiran.Sudah barang pasti ada hal yang tak memuaskan bagi Diana hingga harus berniat hendak menusuknya dari belakang. Walaupun Ganes tak tahu pasti apa itu, tapi ia memaksa untuk mengingat banyak hal.Nyatanya, ia merasa memang tak pernah punya salah. Begitu pun Diana. Tak ada tanda-tanda sikap Diana yang berubah. Terlebih, setelah ia diberikan peran untuk debut pertama.Mau tak mau, Ganes mencoba menghubungi sang kawan. Telah ia kirimkan pesan singkat pada Diana hanya

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Anak Emak yang Lainnya

    "Apa yang membuatmu begitu ikut campur atas masalah keluargaku, Nes? Masalahmu sendiri saja, kamu tak mampu menyelesaikannya! Lantas, kenapa ikut campur masalah orang?"Pertanyaan Diana terus terngiang dalam kepalanya. Sudah berhari-hari ia tak lagi bertemu dengan Diana. Jangankan bertemu dan kembali bersenda gurau, untuk saling menyapa dalam pesan singkat pun keduanya terlihat enggan.Ganes dengan kekecewaannya yang mendalam sedangkan Diana dengan kekesalannya sebab dituduh sedemikian rupa. Sudah tujuh hari pula ia bekerja lebih dari delapan jam tiap harinya demi menebus jam tayangnya saat pertunjukan.Bak didatangi Dewi Fortuna. Hal itu lantas membuat Ganes terlihat lebih sibuk dari biasanya. Dengan begitu, ia tak harus segera pulang ke rumah. Usai bekerja, ia akan melanjutkan pekerjaan utamanya sejak beberapa tahun silam, yakni menjadi sopir ojek online.Selama bekerja pun, tak ada satu patah kata yang bisa ia ungkap selain menjawab sapaan para aktris muda. Penampilannya dalam debu

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Panjang Tangan

    "Saya tak pernah kenal dengan orang tua saya, Bu. Jangankan nama, darah yang mengalir saja tak akan mampu lagi mengenali mereka."Pernyataan yang masih terngiang-ngiang dalam kepala Ganes itu benar-benar membuatnya memikirkan banyak hal. Meski ia sendiri yang mengatakan demikian, tetapi saat mengingat ucapan Rosmana, ia mulai resah nan bimbang.Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh setelah ia ngebit beberapa jam sepulang dari kediaman Nyonya Saras. Tujuh permintaan antar pun telah ia selesaikan dalam waktu dua jam. Lantas, segera ditujunya bangunan dua lantai yang menjadi tempatnya berpulang setelah sadar hari kian malam.Ganes telah merebahkan badan di kasur lantainya. Spon busa densiti tinggi itu berhasil meredam sakit punggung dan pinggangnya seketika. Ia mendesah panjang, lantas kembali terpikirkan mengenai jawaban Nyonya Saras.Bukan tanpa sebab. Tepat usai ia membersihkan badan, kala ia sibuk menenggak teh rempah buatan Nyonya Saras, ada yang membuatnya begitu resah. Melihat sang

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Wajah yang Dikenal

    Tujuh hari pertunjukan Ganes telah usai. Namun, hutang pekerjaan Ganes belum juga terbayar. Sejak awal, Rajendra memang telah menyiapkan segalanya. Mengenai neraka yang berkemungkinan akan membuat Ganes jera.Meski ada tanda tangan di atas kertas mengenai pertunjukan yang masih berada di jam kerja telah dihitung kerja, tetapi nyatanya ada catatan terakhir yang membuat Ganes rugi besar."Sialan emang si Jendra. Aku baru tau kalo pas tanda tangan mesti baca semua poin yang tertuang. Yang kutahu kan, cuma perjanjian bahwa pertunjukanku termasuk jam kerja."Gerutuan Ganes tak juga berhenti meski jam sudah menunjuk ke angka lima. Meski ia tak lagi berlatih di aula seperti yang sudah-sudah, tetapi tetap saja ia sudah bekerja lebih dari delapan jam."Sialnya, itu poin malah tercetak lebih kecil dan ditebalkan. Bodohnya, aku enggak baca. Halah. Emang otak si Jendra aja yang liciknya enggak kira-kira."Sekali lagi, Ganes tengah moping sembari terus mengomel tanpa jeda. Padahal, tak ada lagi se

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Terpisah

    Ganes baru saja usai memerankan pertunjukan di hari keduanya usai debut pertama kemarin sore. Dibukanya senyum lebar saat melihat Faruk yang datang sembari membawa buket uang.Bukan tanpa sebab. Sebagai permintaan maafnya tempo hari, Ganes memilih mengirimkan Faruk tiket pertunjukan.Kebetulan, Faruk pun tengah mengambil cuti sebab kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Itu sebabnya, ia bisa hadir memenuhi undangan dari sang kawan."Aku enggak nyangka, Nes, kamu sehebat ini. Sumpah, Ganes yang dulu ingusan, nangisan, gembengan, suka cari gara-gara, bisa semenakjubkan ini. Enggak salah emang kalo aku jadi kawanmu sejak dini. Membanggakan sekali!"Ganes tersipu mendengar pujian Faruk yang tiada habisnya. Ia telah menerima buket uang bernilai ratusan ribu dengan senyum mengembang. "Jangan muji terlalu tinggi, Ruk. Aku masih sebutir nasi di tengah kuah soto yang lagi dipanasi. Ngeri kalo sampek ledeh sendiri."Faruk terbahak-bahak. Ia telah menepuk bangku kosong di sebelahnya demi mengu

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Menunggu

    Ganes mulai membuka ponsel saat merebah di kamar. Beberapa headline berita ternama, menyorot namanya yang mulai banyak dikenal. Beberapa kali, senyumnya terkembang. Namun, tepat saat ia hendak berbangga dengan pencapaian diri, ia teringat akan kesalahannya sendiri.Ganes berusaha menarik napas dalam-dalam. Dibukanya salah satu pesan dalam aplikasi dalam jaringan. Dibukanya nama profil dengan gambar sang kawan sejak masih di panti asuhan.Ia ingat betul, beberapa hari sebelum debut pementasannya tiba, ia salah paham dengan apa yang terjadi pada Diana. Ganes masih berutang maaf, meski persahabatan mereka lebih dari sekadar terima kasih dan maaf."Kamu ngapain Diana, Ruk?" tanya Ganes kala itu.Ia yang telah naik pitam sebab melihat kondisi Diana yang awut-awutan, langsung melabrak sang kawan yang dikenal bak playboy kelas teri sejak masih sekolah."Ngapain Diana gimana? Aku kenal Diana aja enggak. Cuma sekedar ngomong berdua dan tanya-tanya. Titip salam juga. Enggak ngapa-ngapain, kok,"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status