“Gue denger-denger, tadi pagi dia ke kampus bareng Kak Asa.”“Iya ih, heboh banget tadi.”Sedari tadi Kaila mendengar orang-orang terus saja membahas kejadian tadi pagi. Ini sudah jam satu siang tapi berita itu semakin hangat saja. Hah, Angkasa memang benar-benar ya.Ponselnya bergetar. Satu buah pesan dari Angkasa. From: apartmateDi fakultas gue gosipnya udah nyebar haha di fakultas lo gimana?Kaila sungguh tidak mengerti apa yang sedang Angkasa pikirkan. Bukankah dia yang tidak ingin terlibat dan tidak ingin orang-orang tahu? Tapi kenapa sekarang dia malah seperti ini. Kalau begini terus, orang-orang juga bisa tahu kalau mereka berbagi apartemen. Kalau ketahuan, Angkasa juga yang rugi. Omong-omong, mereka sudah punya nomor satu sama lain sejak semalam. Ya, ketika Kai mulai bercerita. Dia juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba dia bercerita dengan Angkasa. “Emang Kak Asa kenal dia di mana dah?” tanya seorang gadis pada gadis yang lainnya. Kaila memutar bola matanya malas.
Kaila berhenti tepat di depan Angkasa dan orang itu. Dia menatap Angkasa dan pemuda itu memberikan kode lewat mata. Kaila tidak sepenuhnya mengerti, tapi cukup mengerti untuk menyadari kalau kode itu adalah kode menyuruh Kaila pergi. Untuk menghindari kecurigaan, Kaila bukannya kembali turun tapi dia masuk lift dan memencet sembarang lantai. Dia tidak tahu siapa gadis itu, kemungkinan pacarnya Angkasa atau mantannya lagi. Kaila ada di lantai sembilan saat ini, sedangkan apartemen mereka ada di lantai enam. Dia tadi sengaja naik tangga karena ingin saja. Ia keluar dari lift dan melihat tidak ada orang di sana. Lagi pula mau bagaimana lagi, semua orang juga pasti akan ada di apartemennya. Ia melihat ke sekeliling dan berjalan menyusuri koridor. Dia baru menyadari kalau tiap lantai hanya ada enam apartemen. Selang lima menit kemudian. Kaila mendapat satu buah pesan dari Angkasa. From: apartmate Lo udah bisa ke bawah, tapi gue keluar dulu bentar Setelah mem
“Lo tau gak, kalo lo terus-terusan bilang begitu, itu sama saja dengan lo ngerendahin diri lo sendiri.”Angin malam kembali berhembus memasuki celah balkon yang sedikit terbuka dan mengenai lengan Kaila yang tidak tertutup baju karena ia memakai baju lengan pendek serta celana pendek selutut. “Jangan bilang begitu lagi ya,” ujar Angkasa. “Jangan pernah nganggep lo buruk karena omongan orang-orang. Jangan biarin omongan orang-orang mempengaruhi lo.”Kaila masih diam dengan matanya yang tetap menatap Angkasa dengan lekat. Malam ini, Angkasa terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya. Kaila mengakui itu. Entah karena ucapannya yang berhasil membuat jantung Kaila berdetak atau ada hal lain. “Lo jauh lebih baik dari yang orang-orang bilang,” lanjutnya. Memang benar, selama ini tanpa sadar Kaila juga merendahkan dirinya sendiri. Ia selalu mengatakan pada dirinya sendiri kalau ini sudah biasa ia lalui dan ia tidak akan ada ruginya sama sekali. Padahal dia tidak boleh mengatakan itu,
“Kalian ada hubungan, ya?”Kaila masih melanjutkan makannya meskipun pertanyaan dari Bumi sedikit mengejutkan dirinya, lagi pula semua orang di sini pasti sedang mengira kalau Kaila punya hubungan dengan Angkasa. Cowok satu itu memang membuat semuanya semakin rumit. Stres kayaknya. “Jangan terlalu kepo,” sahut Kaila melirik Bumi. “Mau gue punya hubungan atau enggak sama dia, itu bukan urusan lo,” lanjutnya. Bumi mengangguk perlahan. “Ya nanya doang sih,” balasnya pelan. "Hei Bum!” seru seseorang. Ghina, teman satu angkatan Tania dan Kaila menghampiri mereka bertiga. Ia menatap Kaila sedikit tidak senang, Kaila bahkan tidak tahu apa yang sudah ia perbuat pada gadis itu sampai-sampai dia tidak senang melihat Kaila. “Kalian berdua ngapain di sini?” tanya Ghina pada Tania dan Bumi. Tania dan Bumi menatap satu sama lain dengan bingung. “Ya duduk?” jawab mereka bersamaan. Kaila tertawa pelan. Dia tidak bisa menahannya karena ekspresi serta nada kedua orang itu sangat lucu m
Kaila tidak tahu apa yang ada di otak Angkasa saat ini. “Deket sama kamu?” ulang Henni. “Jadi kamu beneran mengakui kalo kamu lagi dekat sama cewek ini?” tanya Henni menekankan semua kalimatnya. Semua orang juga menatap ke arah mereka. Beberapa banyak yang terkejut, tapi ada yang biasa saja dan terlihat tidak begitu tertarik namun masih mendengarkan karena tidak ingin ketinggalan informasi. “Ya,” jawab Angkasa mantap. “Dia temen gue,” lanjutnya. Kaila hanya diam di sana. “Jadi lo bisa gak berhenti ganggu semua temen cewek gue?” tanya Angkasa dengan tajam. “Ini bukan kali pertama lo kayak gini Hen, ini udah ke sekian kalinya lo ngelabrak temen gue seakan-akan mereka salah temenan sama gue.” Semua orang mulai berbisik-bisik dan Kaila bisa mendengar beberapa ocehan dari beberapa orang yang ada di belakangnya. “Iya ih bener, Kak Henni sering banget kayak gitu.”“Lebay ya, padahal cuma mantan.”“Lagian dia gak sih yang selingkuh. Aneh banget dia yang selingkuh dia juga yang mohon-mo
“Lo nyari apaan sih?” Kaila melihat Angkasa sedari tadi mondar-mandir di apartemen mereka. Terlihat sekali sedang mencari sesuatu tapi dia tidak mengatakan apa yang sedang ia cari, jadi Kaila ikut pusing melihatnya tanpa bisa membantu. “Topi gue,” jawabnya. “Lo liat gak?” “Warna apaan?” tanya Kaila balik. “Merah.” “Gue liat ada di dalam mesin cuci,” jawab Kaila menunjuk ke arah mesin cuci yang ada di pojokan. “Kok ada di sana?” tanya Angkasa seraya berjalan menuju mesin cuci dan benar saja, topinya ada di sana. “Lo ya yang ngeletakkin di sini?” tuduhnya. “Enak aja, ngapain,” sahut Kaila tidak terima. Dia memakai topinya dan kembali masuk ke kamar beberapa detik, lalu keluar lagi dan duduk di depan Kaila yang sedang duduk di kursi makan sembari memakan serealnya. Mereka berdua sudah akrab. Ya, sejak beberapa hari lalu ketika Angkasa mengatakan kalau Kaila punya teman. Namun sejujurnya, Kaila juga masih menjaga jarak. Dia memang sudah santai dan nyaman dengan Angkasa tapi ia ma
Siang semakin terik dan Kaila harus pergi ke kafe. Kaila berdiri di balkonnya dengan pakaian yang sudah siap untuk pergi, tapi dia menatap matahari yang sedang memancarkan aura panasnya. Hari ini benar-benar terik, ia mungkin bisa terbakar kalau naik ojek motor. Kaila membuka ponselnya dan melihat beberapa buah pesan masuk. Salah satunya ada dari Mamanya, yang sampai sekarang Kaila tidak tahu Mamanya dapat nomornya dari mana. Atau mungkin Mamanya minta dengan salah satu temannya di kampus karena Kaila bergabung di grup kelas mereka dan tentu saja mereka punya nomor ponsel Kaila. Kalau begitu ceritanya, berarti Mamanya masih suka mencari Kaila di kampus? Wah. Kaila memutuskan untuk pergi sekarang juga karena waktu sudah menunjukkan pukul dua dan lebih baik menunggu daripada terlambat, jadi ia memilih untuk pergi sekarang juga. Sebelum pergi, ia memastikan untuk menutup dan mengunci pintu balkon, sesuai pesanan Angkasa. Lalu dia keluar apartemen dan menuju halte terdekat. Dia akan
Farel berdiri di sana dalam diam.Begitu juga dengan Kaila, namun selang beberapa detik ia menunduk dan menyapa semuanya.“Selamat datang,” sapa Kaila namun dengan ekspresi yang datar. Ia tidak tersenyum sama sekali karena ia tidak bisa dan juga tidak ingin memberikan senyumannya pada orang-orang yang sedang berdiri di sana.“Wih, beneran kerja di sini lo, Kai?” tanya Tata, gadis yang ada di belakang Hina, ia terkekeh menatap Kaila dari ujung kaki sampai ujung kepala. Meremehkan.“Mama lo bukannya udah kaya ya jadi simpenan om-om?” ujar sebuah suara lainnya, Julia, gadis bertubuh ramping dan rambut yang panjang sepinggang.“Heh, gak boleh ngomong gitu,” sahut Wawan, pemuda yang satunya, tapi sepertinya hanya bercanda.“Ups, sorry, gak maksud bilang gitu,” ujar Julia dan menutup mulutnya dengan menyebalkan.Saat ini, hanya ada beberapa pelanggan di sini tapi obrolan mereka bisa didengar oleh pelanggan lainnya, termasuk Altar yang duduk tidak jauh dari tempat Kaila berdiri. Dia diam di