âThanks!âSeorang gadis mengangkat tangannya kepada pemuda yang baru saja mengantarnya pulang. Ia berjalan masuk ke rumahnya sembari berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang mabuk. Kepalanya pusing dan tatapan matanya juga tidak begitu jelas.âKaila.âGadis itu berhenti dan melihat Mamanya berjalan mendekati dirinya. Raut wajah Mamanya terlihat sangat marah karena mendapati anaknya pulang jam satu malam dalam keadaan mabuk.Kaila Renasya atau yang akrab dipanggil dengan Kai hanya berdiam di sana. Kepalanya yang pusing mendadak tidak sepusing sebelumnya. Ia tahu kalau ini akan menjadi perdebatan yang alot.âOh, Mama di rumah,â ujar Kaila acuh tak acuh.âKamu minum lagi?â tanya Mamanya dengan nada yang sudah meninggi. Raut wajahnya menunjukkan rasa marah yang luar biasa.Kaila mengangguk. Dia mengangkat tangannya. âDikit,â jawabnya sembari jadi telunjuk dan jempolnya bergerak seirama menunjukkan kode dikit.âKamu ini apa-apaan sih? Mama sudah bilang berapa kali jangan minum-minum atau ke b
Kaila memencet bel pintu yang bernomor 048.Terdengar suara langkah kaki dari dalam apartemen itu dan tidak lama kemudian pintu apartemen terbuka. Kaila terkejut, begitu juga dengan orang itu. Mereka berdiam diri selama hampir satu menit di sana.âCowok?â tanya Kaila ragu. Ia benar-benar tidak tahu kalau orang yang akan berbagi apartemen dengannya adalah seorang laki-laki.âYa lo liat aja, gue cowok apa bukan,â balas pemuda itu, tidak ramah sama sekali.Kaila tidak percaya dengan balasan yang ia dapat barusan. Ia ingin membatalkannya tapi ia juga sudah mentransfer separuh uangnya di jalan tadi sebagai DP, ditambah ia benar-benar sudah mengantuk saat ini.âJadi atau enggak?â tanya cowok itu lagi. Ia masih berdiri di depan pintu dengan kaos putih yang melekat di tubuhnya dan celana pendek di atas lutut.âJadi,â jawab Kaila dan menerobos masuk.Pemuda itu mengeluh kesakitan karena roda koper Kaila mengenai jari kelingking kakinya namun gadis itu hanya mengangkat tangannya sebagai isyarat
Tubuhnya terasa sangat segar karena baru selesai mandi.Kaila menyemprotkan minyak wangi ke tubuhnya dan mencium wanginya yang menenangkan. Kaila selalu menyukai minyak wangi yang beraroma soft seperti vanilla, dia tidak bisa dengan minyak wangi yang menyengat. Kepalanya akan langsung pusing ketika mencium wanginya.Sekarang ia sedang bersiap-siap untuk ke supermarket dan belanja keperluan yang ia butuhkan di tempatnya yang baru ini. Ia juga harus membeli beberapa sprei karena semalam ia tidur tidak menggunakan sprei, tapi barang lain seperti lemari, meja kecil, dan semua yang ia butuhkan sudah lengkap di sana. Ia hanya harus membeli beberapa saja.Topi putih melekat di kepalanya, hoodie yang semalam masih ia pakai karena ia malas mencari baju-baju santainya, celana jin hitam semalam juga masih ia kenakan. Kaila tidak terlalu peduli dengan penampilan sebenarnya, tapi kalau ke bar, dia memang akan lebih berdandan dan memakai baju yang sesuai dengan suasana di bar.Kaila membuka bungkus
Kaila sudah lama tidak mengendarai sepeda.Mungkin ini kali pertamanya sejak enam tahun yang lalu, seingatnya terakhir kali ia bersepada ketika sedang menginap di rumah Kakek dan Neneknya, ia meminjam sepeda milik sepupunya yang ada di sana. Dia punya sepeda di rumahnya tapi dia sudah tidak pernah memakainya karena itu akan mengingatkan dirinya akan kenangan bersama Kakaknya.Kaila sedikit kesusahan pada awalnya, karena ini kali pertama sejak enam tahun ditambah dengan ia membonceng seseorang yang beratnya hampir sama dengannya. Rania juga beberapa kali bertanya pada Kaila apa ia bisa mengendarai sepeda karena Kaila selalu ke sana ke mari, masih berusaha menyeimbangkan sepedanya.âGue bisa,â ujarnya dan masih berusaha mengayuh sepeda ke rumah sakit.Mereka sudah melewati apartemen Kaila dan juga kampus Kaila, di depannya berdiri gedung besar berwarna putih dengan tulisan Rumah Sakit di depannya dan juga di atas gedungnya.Kaila mengambil tas belanjaannya dari tangan Rara. Mereka berdu
Angkasa sudah bertemu dengan banyak orang dan dengan banyak sifat, tapi ini kali pertama ia bertemu dengan orang yang sifatnya seperti ini.Sebelumnya ia tidak pernah bertemu seseorang yang seperti Kaila. Seseorang yang menolak bantuan, seseorang yang enggan menjawab pertanyaan darinya, seseorang yang bahkan tidak ingin akrab dengannya. Ini pertama kalinya bagi Angkasa.Bertanya tentang keadaan saja tidak boleh? Pikir Angkasa.Ia masih duduk di meja dan memandang Kaila yang sedang membelakanginya dan sedang memasak mie untuk dirinya sendiri. Angkasa teringat akan sesuatu ketika gadis itu sedang pergi ke luar.âLo kuliah di kampus sini juga ya?â tanya Angkasa.âIya,â jawab Kaila tanpa menoleh.Angkasa ingin marah tapi setidaknya ia menjawab pertanyaannya kali ini dan tidak menjawab âjangan sok akrabâ.âLo gak tau gue siapa?â tanyanya lagi.Kaila menghela napasnya. âGak,â balasnya.âLo semester berapa dan jurusan apa?âKaila berbalik. âLo denger gak kata gue barusan?â tanya Kaila dengan
Kaila terbangun.Tenggorokannya terasa sangat kering dan ia tidak punya air di dalam kamarnya. Dengan gerakan yang malas, ia berusaha untuk bangkit dan keluar kamar menuju dispenser yang ada di dapur.Ia membuka kamarnya dan berjalan dengan mata yang masih setengah terpejam. Tidak menyadari kalau Angkasa ada di sofa depan televisi, pemuda itu menatap Kaila dari belakang dan melihat gadis itu yang berjalan dengan pelan menuju dispenser mereka.Angkasa tidak mengatakan apa-apa, ia kembali berkutat dengan laptop dan proposal yang harus ia selesaikan hari ini. Ya, hari ini, karena sekarang sudah jam tiga pagi.Kaila berbalik dan meminum airnya tapi tiba-tiba ia terkejut dan menjerit, gelas yang ada di tangannya terlepas menghantam lantai dan pecah. Serpihan kaca mengenai kakinya dan berdarah.âKenapa?â tanya Angkasa yang entah sejak kapan sudah ada di dekat Kaila. Raut wajahnya terlihat terkejut juga dengan teriakan gadis itu.Kaila memegang dadanya. âGue kaget anjir. Gue kira lo hantu,â
âLo pernah ciuman gak?âAngkasa tidak segera menjawab ketika mendapat pertanyaan itu dari gadis yang ada di sampingnya saat ini. Ia mengerutkan dahinya heran karena Kaila tiba-tiba menanyakan sesuatu yang seperti itu.âKenapa?â tanya Angkasa balik.Kaila memutar bola matanya. âLo bisa gak kalo gue nanya tuh jawab aja, jangan malah nanya balik?âAngkasa tersenyum miring. âPeraturan nomor lima, ingat? Jangan sok akrab.â Angkasa membalikkan omongan Kaila tadi sore. Memangnya hanya Kaila yang bisa begitu? Ia juga bisa.Kaila mengangkat tangannya di depan dada. Ia mengangguk. âOke,â balasnya dan berdiri dari duduknya.âLo pernah?â tanya Angkasa tiba-tiba.Kaila masih berdiri di tempatnya, alisnya bertaut tidak mengerti dengan pertanyaan Angkasa yang tiba-tiba.âCiuman,â jelasnya. âLo pernah?âKaila tidak segera menjawab. Ia menunduk dan mengambil kotak P3K di atas meja, setelahnya ia kembali berdiri dan menatap Angkasa dengan kotak P3K yang ada di tangannya.âIâm good at that,â jawabnya. I
Sinar matahari menyerang Kaila dengan begitu semangat.Saat ini, Kaila duduk di salah satu kafe yang cukup jauh dari kampus dan apartemennya. Sembari menyesap americanonya, ia mengedarkan pandangannya dan menunggu seseorang datang.âKaila Renasya ya?â tanya seseorang yang memakai celemek.Kaila mengangguk dan mendudukkan cup kopinya di atas meja. Ia mengelap tangannya dengan terburu-buru dan menyambut tangan orang itu.âKita langsung aja ya mulai wawancaranya,â ujar orang itu. Kaila mengangguk. âSaya Adrian, pemilik kafe ini.â Ia memperkenalkan dirinya.Kaila mengira orang yang ada di depannya ini sekitar umur tiga puluh lebih. Ia pikir akan lebih tua dari ini, tapi ternyata masih cukup muda.âSaya sudah baca lamaran kamu, dan kamu ngelamar di posisi bersih-bersih piring dan gelas, bener?ââYa, benar,â jawab Kaila.âKenapa ngelamar di posisi itu?â tanyanya dan membuat Kaila sedikit kebingungan. âMaksudnya kenapa gak jadi barista atau yang nganterin kopi ke tamu-tamu?â tanyanya lebih m