“Tolong selamatkan putri saya, Dok. Jangan sampai dia cacat, dia akan semakin terpukul apalagi setelah mengetahui kalau anak dan suaminya telah tiada nantinya,” pinta mama di sela isakannya.
"Kami telah melakukan semua yang terbaik untuk pasien, Bu. Sekarang hanya tinggal keinginan hidup yang besar dan juga dukungan dari keluarga yang akan sangat membantunya, juga doa yang tidak pernah terputus untuknya yang akan membantunya keluar dari zona nyamannya.” “Sudah pasti kami akan selalu mendukungnya, Dok. Sampai kapanpun kami akan tetap berada di sisinya,” ujar Elsa dengan suara serak. Dan ternyata zona nyaman Elma berlangsung dengan lumayan lama hingga satu bulan sudah kecelakaan itu terjadi, barulah Elma membuka kedua matanya. Saat itu Elsa, mama dan juga Rangga sedang menjaganya bersama-sama karena hari Minggu jadi Rangga tidak bekerja. Gerakan tangan Mama yang sedang membersihkan lengan Elsa dengan waslap basah terhenti di udara saat melihat gerakan spontan jemari putri bungsunya itu. Pun demikian dengan Elsa dan Rangga yang langsung mendekati sisi tempat tidur Elma dan memusatkan perhatian mereka pada tangan Elma yang tidak lama kemudian kembali bergerak. Sontak saja mereka memekik girang saat melihatnya, disusul dengan kedua kelopak mata Elma yang bergetar sebelum akhirnya terbuka lebar. “Elma!” Pekik Elsa, mama dan juga Rangga secara bersamaan. Elma mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang rawatnya dengan tatapan bingung, sebelum akhirnya matanya tertuju pada Elsa, lalu ke mama dan terakhir ke Rangga yang membuat kedua matanya berbinar ceria, “Mas Rangga!” Serunya dengan suara yang terdengar berat dan kering, mungkin karena terlalu lamanya Elma terbaring koma. “Iya, Elma saya Rangga,” sahut Rangga dengan wajah sumringah. “Elma? Apa kamu lupa dengan istrimu sendiri, Mas? Aku ini Elsa, istrimu! Bukan Elma!” sungut Elmaa membuat Elsa, mama dan Rangga saling bertukar pandang dengan kening yang sama-sama mengkerut bingung. Seketika itu juga seringaian yang tadi menghiasi wajah Rangga perlahan menghilang, demikian juga dengan Elsa. “Kamu Elma, ini baru Elsa istri saya," sangkal Rangga. “Aku Elma? Bukan, aku bukan Elma tapi Elsa, Mas!” tegas Elma sebelum menatap galak Elsa, “Apa kamu mau mencoba merebut suamiku, Sa? Kamu … Arrgghh kepalaku sakit sekali!” teriak Elma sambil menekan kepalanya yang masih dibalut dengan perban itu sebelum akhirnya kembali tidak sadarkan diri. “Kenapa putri saya bisa menjadi seperti itu, Dok? Kenapa dia mengira dirinya sendiri sebagai Elsa?” tanya Mama Tian. “Dari hasil CT Scan memang ada sedikit pembengkakan di bagian kepalanya, dan kami sudah memprediksi kalau putri anda kemungkinan besar akan menderita amnesia yang bersifat sementara. Tapi ternyata di luar prediksi kami, putri anda malah mengira dirinya sebagai kembarannya. Apa pernah terjadi seperti ini sebelumnya?” “Mereka memang sering bertukar peran saat masih kecil untuk mengecoh saya dan suami saya. Awalnya kami kira itu hal yang wajar dan hanya sebagai bentuk keusilan dari mereka saja. Tapi lama-kelamaan kami baru menyadari kalau ada yang aneh dengan Elma karena seringnya Elma mengira dirinya sendiri sebagai kakaknya, Elsa. Meski Elsa sedang tidak ingin bermain tukar peran itu." Mama mendesah pelan sebelum kembali melanjutkan, “Saya dan suami saya membawanya ke psikiater, dan ternyata Elma mengidap dissociative identity disorder, kepribadian ganda, atau istilah Psikologinya Alter Ego. Saat Alter egonya mengambil alih kesadarannya, Elma akan menjadi pribadi yang lain, menjadi Elsa dalam hal apapun, termasuk menjalankan keseharian kakaknya itu seperti biasanya. Apa itu berpengaruh, Dok?” Dokter itu untuk sesaat seperti tengah menghubungkan kepribadian Elma dengan yang terjadi barusan saat Elma mengira dirinya sebagai Elsa. “Saya mengira kalau benturan keras di kepala Elma yang menyebabkan kenangan masa lalunya menjadi rancu. Ingatannya menjadi acak. Dan karena mereka saudara kembar, biasanya ikatan batin mereka sangatlah kuat, mereka cenderung dapat merasakan satu dengan yang lainnya.” Sang dokter menatap Elma secara menyeluruh, “Tapi kalau ternyata Elma mengidap Alter Ego, bisa saja saat ini Alter Egonya sedang mengambil alih kesadarannya. Jadi, sebaiknya kita tunggu saja perkembangannya sampai Elma kembali siuman nanti. Saat ini tubuhnya masih lemah, mungkin juga dengan ingatannya, terlebih lagi ada sedikit benjolan di kepalanya,” sarannya. “Bagaimana kalau ternyata Elma masih mengira kalau dirinya adalah aku?” tanya Elsa dengan panik. Dulu … Mamanya selalu meminta Elsa untuk mengalah setiap kali Elma mengklaim kekasih Elsa sebagai kekasihnya saat Alter Egonya mengambil alih kepribadian adiknya itu. Bahkan Elma tidak ragu-ragu mencium kekasih Elsa di depan mata Elsa sendiri. Seolah Elsa tidak memiliki hati dan perasaan. Dan sialnya semua kekasih Elsa memanfaatkan hal itu dengan balas mencium Elma. Mereka semua sama saja, kecuali Ananta. Yaa, Ananta selalu berbeda dalam segala hal dibandingkan dengan mantan kekasih Elma lainnya. Apa kali ini mamanya akan meminta Elsa untuk kembali mengalah pada adiknya itu? Terlebih lagi kondisi Elma saat ini lebih mengkhawatirkan lagi dari percobaan bunuh dirinya dulu, ketika Ananta menolaknya dengan tegas saat Elma berniat untuk menciumnya dan menjadikannya sebagai kekasihnya. “Kalaupun hal itu terjadi, besar kemungkinan akibat dari trauma psikisnya atas kecelakaan yang menimpa Elma hingga menyebabkan suami dan juga putrinya meninggal, yang menyebabkan Alter Egonya kembali. Karena Alter Ego dapat mengambil alih kontrol tubuh dari penderitanya kapan saja. Biasanya stress, takut, dan marah yang menjadi pemicu kambuhnya kepribadian gandanya itu.” Tubuh mama seketika melemah, ia nyaris saja ambruk ke lantai kalau Rangga tidak dengan sigap menopangnya, “Ya Tuhan! Mama tidak dapat membayangkan akan sehancur apa hati Elma saat mengetahui Samu dan Jingga sudah meninggal. Mereka sudah meninggalkan Elma untuk selamanya,” isak mama dengan pilu. “Kami mohon maaf, Bu. Tapi, Elma telah mengetahui kematian suami dan putrinya karena saat itu mereka berada di dalam ruangan yang sama. Elma berada di sana dan kemungkinan besar mendengar saat kami menyatakan kalau suami dan putrinya tidak dapat diselamatkan lagi. Karena sesaat setelah kami mengeluarkan pernyataan itu, Elma langsung tidak sadarkan diri selama satu bulan ini." Mama melepaskan diri dari Rangga lalu menghambur ke arah Elma dan memeluk tubuh putri kesayangannya itu. Sedu sedannya mungkin dapat terdengar hingga ke lorong rumah sakit dan mama terlihat tidak peduli. Mama hanya ingin meluapkan kesedihannya sekeras-kerasnya. “Elma! Malang sekali nasib kamu, Sayang. Sadarlah Elma, Mama akan memberikan apapun untukmu, apapun selama kamu dapat bertahan hidup dan tidak meninggalkan Mama … ” lirihnya. Sambil berlinangan air mata, Elsa menghampiri mamanya dan mengusap lembut punggung mamanya yang bergetar karena isakannya itu, “Sabar, Ma, Elsa pasti kuat kok menghadapi semua cobaan ini,” ujarnya menenangkan. “Kamu tahu sendiri, Elsa. Betapa rapuhnya adikmu ini sejak dulu. Bahkan sejak kalian dilahirkan Elsa terlihat jauh lebih kecil darimu, seolah kamu yang menyerap semua nutrisi di dalam rahim Mama dan tidak menyisakannya untuk adikmu!” Tapi tetap saja ia merasa sakit tiap kali mama mengungkitnya, seolah mamanya menyalahkan Elsa atas setiap kesialan yang Elma hadapi. Meski begitu, Elsa tetap membesarkan hati mamanya dengan terus berusaha menenangkannya, “Aku tahu, Mama … Aku tahu. Tapi bukan berarti Mama harus meratapi nasib Elma seperti ini. Justru itu akan membuat Elma semakin merasa sedih, Mama. Tugas kita sekarang adalah membesarkan hatinya, menarik keluar Elma dari lubang kedukaannya, dan menghiburnya sebisa yang kita bisa hingga Elma dapat kembali tersenyum seperti dulu lagi.” Sambil menghapus air mata dengan jemarinya, mama kembali berdiri tegak. Ia menatap Elsa dan Rangga secara bergantian, “Apa kamu mau melakukan apapun demi bisa membuat Elma kita kembali tersenyum lagi?” tanyanya. “Iya, Mama. Selama aku bisa aku akan melakukan apapun untuknya,” jawab Elsa tanpa mengetahui maksud terselubung dari pertanyaan mamanya itu. “Termasuk menyerahkan suamimu itu pada Elma?”"Bagaimana kalau Elma benar-benar mengira Rangga adalah suaminya dan meminta Rangga melakukan hubungan suami istri? Apa Mama akan membiarkan putri kesayangan Mama itu berzina?"Untuk sesaat mama Tian terlihat mengkerutkan keningnya, mungkin saja sedang mencerna pertanyaan Elsa tadi. Dan Elsa sangat berharap mama Tian berhenti memaksakan ide gila itu padanya, pada mereka."Apa kamu pikir orang yang sedang sakit dapat melakukan itu? Dan terlebih lagi Elma tidak dapat menggerakkan kedua kakinya, apa kamu kira adikmu itu akan kepikiran ke arah itu? Tidak Sa, Elma pasti hanya akan fokus pada kesembuhannya. Dan saat ia sembuh nantinya ingatannya akan kembali pulih, jadi Rangga akan tetap aman dan menjadi milikmu sepenuhnya.”"Bagaimana kalau hal itu terjadi, Ma?" Kali ini Rangga yang bertanya. Ia adalah pria yang selalu berpikiran logis, jika menyangkut kebutuhan biologis, mau sakit atau pun tidak, rasa itu pastilah ada. Itu sudah menjadi kebutuhan setiap makhluk yang bernyawa."Kamu lah ku
“Tadi Elma tersadar lalu menanyakan Samu dan Jingga. Mama tidak tahu harus jawab apa, tapi sepertinya Elma teringat kalau suami dan putrinya itu telah meninggal, jadi Elma langsung melompat turun dari tempat tidur dan terjatuh,” jawab mama Tian di sela isakannya.Elsa menghela napas lega karena ternyata Elma telah kembali menjadi dirinya sendiri lagi. Jadi, Elsa tidak akan merasa bersalah karena tidak dapat meminjamkan Rangga untuk membantu proses penyembuhan adiknya itu.“Aku lumpuh, Sa … Aku tidak hanya kehilangan anak dan suamiku tapi aku juga lumpuh! Kenapa Tuhan begitu kejam padaku?” isak Elma sambil memukuli dada Elsa dengan kepalan tangannya.“Kamu tidak lumpuh, El. Kakimu hanya belum terbiasa bergerak lagi. Dua bulan kamu hanya berbaring di atas tempat tidur tanpa sekalipun menggerakkan anggota badanmu.” Elsa berusaha menenangkan adiknya itu.“Dua bulan? Jadi mereka sudah meninggal selama dua bulan dan aku hanya tertidur saja? Jahat sekali aku, Sa! Istri dan ibu macam apa aku
Melihat Elsa yang hanya terdiam dan asik dengan pikirannya sendiri, Rangga kembali menegaskan,"Mas tanya sekali lagi, apa kamu bukan putrinya? Mamamu bisa dengan mudahnya memohon kebahagiaan Elma meski dengan cara mengambil kebahagiaanmu! Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana dengan kebahagiaanmu sendiri?”Ya, Elsa tahu benar kasih sayang mamanya memang selalu timpang sebelah dan selalu condong kepada Elma. Tapi tetap saja dia mamanya, wanita yang telah melahirkannya. Dan Elsa akan menjadi anak yang durhaka kalau sampai menyakiti hati mamanya itu.Sejak dulu, satu-satunya hal yang tidak ingin Elsa lakukan adalah menyakiti hati mamanya. Ia sangat menyayangi orangtuanya, terutama wanita yang telah melahirkannya itu. Jadi, meski tahu akan merasakan sakit di hatinya lagi, Elsa tetap akan menuruti apapun keinginan mama Tian, apapun.“Mas, ini hanya untuk sementara waktu saja. Tolong berpura-puralah menjadi suami Elma dan menganggap Elma sebagai aku. Selama ini aku tidak pernah meminta apapun
Sambil menghapus air mata dengan jemarinya, mama kembali berdiri tegak. Ia menatap Elsa dan Rangga secara bergantian, “Apa kamu mau melakukan apapun demi bisa membuat Elma kita kembali tersenyum lagi?” tanyanya.“Iya, Mama. Selama aku bisa aku akan melakukan apapun untuknya,” jawab Elsa tanpa mengetahui maksud terselubung dari pertanyaan mamanya itu.“Termasuk menyerahkan suamimu itu pada Elma?”Tentu saja hal itu membuat tidak hanya Elsa tapi juga Rangga tersentak. Bahkan Rangga langsung merangkul pinggang Elsa seolah tidak ingin melepaskannya hanya karena Elma.“Tidak, Ma! Aku akan melakukan apapun kecuali yang satu ini!” tegas Elsa.Menyerahkan suaminya pada adiknya itu? Ia tahu selama ini kasih sayang mama padanya memang timpang sebelah, tapi ini yang terburuk sampai-sampai mamanya itu mengabaikan perasaan Elsa hanya demi Elma.“Hanya untuk sementara, Sa. Hanya sampai kondisi Elma berangsur normal, dan ingatannya sedikit demi sedikit kembali membaik lagi. Dan Mama harap saat itu E
“Tolong selamatkan putri saya, Dok. Jangan sampai dia cacat, dia akan semakin terpukul apalagi setelah mengetahui kalau anak dan suaminya telah tiada nantinya,” pinta mama di sela isakannya. "Kami telah melakukan semua yang terbaik untuk pasien, Bu. Sekarang hanya tinggal keinginan hidup yang besar dan juga dukungan dari keluarga yang akan sangat membantunya, juga doa yang tidak pernah terputus untuknya yang akan membantunya keluar dari zona nyamannya.” “Sudah pasti kami akan selalu mendukungnya, Dok. Sampai kapanpun kami akan tetap berada di sisinya,” ujar Elsa dengan suara serak. Dan ternyata zona nyaman Elma berlangsung dengan lumayan lama hingga satu bulan sudah kecelakaan itu terjadi, barulah Elma membuka kedua matanya. Saat itu Elsa, mama dan juga Rangga sedang menjaganya bersama-sama karena hari Minggu jadi Rangga tidak bekerja. Gerakan tangan Mama yang sedang membersihkan lengan Elsa dengan waslap basah terhenti di udara saat melihat gerakan spontan jemari putri bungsunya i
Elsa baru saja meletakkan tasnya di atas meja makan sebelum mengambil gelas dan mengisinya dengan air hangat, hari ini ia pulang kerja lebih cepat dari biasanya karena sedang tidak enak badan. Baru dua teguk Elsa meminumnya saat terdengar desahan seseorang dari lantai atas, desahan seperti orang yang tengah kepedasan itu terdengar saling bersahutan. Ia melirik jam tangannya, sudah pasti itu bukan suara Rangga, karena suaminya baru pulang ke rumah setelah pukul tujuh malam, sementara mamanya saat ini tengah bermalam di rumah salah satu saudarinya. 'Apa Elma sedang makan keripik pedas itu lagi bersama dengan temannya?' Elsa meletakkan gelasnya di atas meja sebelum kembali meraih tasnya dan melangkah pelan mendekati sumber suara yang berasal dari dalam kamar adiknya yang dulunya adalah kamar Elsa bersama dengan Rangga. Suara desahan itu semakin kencang saat mengalun keluar dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. "Aahh ... Bagaimana? Kamu suka?" "Ya ... Terus mas, lebih dalam lag