Home / Rumah Tangga / Berbagi Suami / 3. Keputusan Sepihak

Share

3. Keputusan Sepihak

Author: Rahmani Rima
last update Last Updated: 2024-11-07 21:41:21

Sore hari selepas pulang dari kantor setelah mengurus surat pengunduran diri, Tania dipaksa menemui papa. Meski enggan, ia harus memenuhi perintah itu, dengan syarat mama harus ada disampingnya. Ia tidak akan pernah bisa menghadapi papa seorang diri.

Di ruang keluarga, papa sudah menunggu.

Papa tidak duduk. Beliau berdiri, dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku.

“Karena Tania tidak tahu ayah dari janin yang dikandungnya, maka papa akan menikahkan Tania dengan Adrian Kiehl!” suara itu langsung meninggi. Papa benar-benar tak memberikan waktu Tania untuk bernafas.

Tania yang belum sempat duduk, mendekati papa siap konfrontasi, “Pa! Adrian Kiehl bukannya sudah menikah?”

Mama juga mendekati papa, “Papa tega menikahkan Tania dengan laki-laki beristri?”

Papa membalikkan badan, “Kalian pikir ada lelaki yang mau menerima perempuan hamil yang tidak tahu siapa ayahnya, seperti Tania?”

Tania dan mama terhenyak mendengar pertanyaan papa.

“Tapi, pa—apa yang harus mama bilang ke keluarga lain, kalau anak kita menikah dengan—laki-laki yang sudah punya istri? Lebih baik Tania tidak kita nikahkan dulu. Kita cari kandidat suami lainnya. Mama yakin akan ada laki-laki yang masih single yang bersedia menikahi Tania.”

“Memangnya mama mau bilang apa ke keluarga kita, kalau mereka lihat perut Tania terus membesar setiap ada pertemuan keluarga? Mama mau bilang Tania tidak menjaga pola makan? Atau mama mau paksa Tania pakai korset dan menekan janinnya, begitu?”

“Bukan begitu maksud mama. Tapi Adrian Kiehl—pa, lebih baik kita bayar orang untuk menikahi Tania.”

“Mama mau bayar siapa? Adrian Kiehl adalah calon suami yang paling tepat untuk anak kita. Dia berasal dari keluarga terpandang. Dan yang terpenting keluarga mereka tidak masalah dengan kehamilan Tania.”

Tania melirik papa khawatir, “Mereka tahu aku hamil?”

“Kamu pikir kita akan menipu mereka? Dengan pura-pura bahwa kamu nanti hamil anak Adrian Kiehl?”

“Bukan begitu, pa, maksudnya.”

“Adrian Kiehl memiliki masalah Infertilitas. Dia tidak bisa punya keturunan. Begitu yang disampaikan ayahnya tadi. Orang tuanya mengharapkan kehadiran seorang cucu, tapi yang bermasalah adalah anak mereka. Jadi mereka senang kalau—kalian menikah.”

Tania menggeleng. Air matanya berderai, “Pa, aku gak mau menikah dengan pria beristri! Aku gak mau jadi istri kedua!”

“Terus kamu maunya bagaimana? Mau tetap mencari ayah janin diperutmu dengan mengelilingi Jakarta? Jangan bodoh, Tania. Keluarga Adrian Kiehl dengan tangan terbuka mau menerima kehadiran kamu dan janin itu saja sudah lebih dari cukup. Ikuti perintah papa atau kamu keluar dari rumah ini!”

Mama buru-buru memegangi lengan papa, “Jangan ambil keputusan sepihak, pa. Pikirkan perasaan Tania.”

“Papa tanya, kalau keputusan ini tidak di ambil, apa anak kesayangmu itu memikirkan perasaan papa dan keluarga besar Winata?”

Mama bergeming.

“Sebentar lagi mereka datang. Kalian bersiap. Ingat, jangan pernah mengatakan hal-hal tidak perlu.” Papa berjalan cepat menaiki tangga.

Mama memeluk Tania erat, “Sayang.”

Tania menangis, “Kenapa harus Adrian Kiehl, ma? Dia—aku gak mau jadi istri kedua.”

“Papa pasti udah pikirin ini baik-baik. Kita bersiap, ya?”

Tania berjalan mondar-mandir di kamar karena tidak mau bertemu Adrian Kiehl dan istrinya. Mereka mengatakan ingin melihat calon anggota baru keluarga Kiehl sebelum akad akan digelar besok.

“Aku harus pergi kemana ya? Aku—takut. Bagaimana kalau Adrian Kiehl dan istrinya itu—hanya baik di awal? Bagaimana kalau mereka ternyata diam-diam akan membunuhku? Bukannya perusahaan mereka bergerak di bidang Farmasi? Mereka akan sangat mudah menemukan formula racun yang tidak akan terdeteksi untukku.”

Tok-Tok-Tok

“Tan?” suara mama mendadak membuat Tania ketakutan.

Ceklek.

“Tan? Ayo, mereka sudah tunggu di bawah.”

Tania menghampiri mama dan memegang tangannya, “Aku gak perlu bertemu mereka, ma.”

“Kamu yakin?”

Tania mengangguk, “Mama sama papa aja yang bicara dengan mereka.”

Mata mama berembun, “Sayang, menurut mama lebih baik kamu melihat siapa suami kamu dulu, sebelum akad besok.”

Tania menggeleng kencang, “Tidak perlu. Untuk apa? Bukannya pernikahan ini hanya untuk menutupi aib? Yang menginginkan Adrian Kiehl menjadi suamiku adalah papa, jadi biar papa yang bertemu mereka.”

Mama tak menjawab dan membalikkan badan untuk kembali ke ruang tamu.

“Ma?”

Mama berhenti melangkah.

“Tolong yakinkan mereka untuk... membatalkan pernikahan ini. Beri aku waktu untuk—menikah. Menjadi istri kedua bukan ide yang bagus. Aku mohon.”

Mama tak melirik Tania sama sekali. Mama langsung pergi karena takut papa menunggu lama, apalagi beliau kembali tak membawa Tania untuk bertemu calon suami dan calon madunya.

Suara obrolan di ruang tamu terdengar. Papa berusaha tertawa dan menenangkan mereka, mengatakan Tania sedang tidak enak badan efek kehamilan mudanya.

Pintu kamar ditutup pelan. Tania berdiri dibalik pintu kembali menangis. Seumur hidupnya, ia tak pernah bermimpi bahwa hal buruk seperti ini akan terjadi pada dirinya.

Tok-Tok-Tok

“Tania?”

Mata Tania membelalak mendengar suara itu. Ia bersiaga, “Si-siapa?”

“Saya—Adrian Kiehl. Saya datang untuk memperkanalkan diri dengan istri saya. Apakah kamu berkenan untuk bertemu dengan kami sebelum acara pernikahan besok?”

Tania membalikkan badan dan menatap handel pintu dengan lekat. Ketika sebelah tangan menekannya, ia bukan berniat membuka pintu, melainkan mendorong pintu dan menguncinya cepat.

“Aku—tidak mau bertemu kalian.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Berbagi Suami   105. Derita Istri Kedua

    Tania menyiapkan makan malam saat Adrian sibuk bermain dengan Noah dan Seraphina di ruang keluarga. “Non, bagaimana kondisi non Wini?” tanya mbok Sayem sambil menata meja. “Dokter bilang ada perkembangan baik. Kita doakan saja, mbok.” “Tentu, non. Mbok selalu mendoakan yang terbaik untuk non Wini.” “Meja siap, saya panggil mas Adrian dan anak-anak dulu.” “Iya, non.” Tania melenggang mendekati ruang keluarga. Noah sedang menghujami Adrian dengan banyak pertanyaan. Ia tertawa mendengar setiap pertanyaan polos anak sulungnya, membuat Adrian harus putar otak untuk menjawabnya. “..pa, kalo mama Wini bangun terus karena tidur terlalu lama, perasaannya jadi tidak bagus, bagaimana?” “Bagaimana mungkin sebuah perasaan berubah begitu saja hanya karena terlalu lama tidur?” “Aku lihat di tivi begitu. Ketika orang tidur terlalu lama perasaannya jadi buruk. Aku hanya takut mama Wini tidak suka aku dan adik Sera.” “Maksudmu?” “Aku memiliki dua ibu, aku lahir dari rahim mama Tan

  • Berbagi Suami   104. Belum Ada Titik Terang

    Tiga tahun kemudian.... “Mama! Aku mau liat mama Wini ke rumah sakit!” teriak Noah sambil berlari-lari membawa selembar kertas yang sudah ia gambar. “Iya, tapi adek harus mandi dulu.” tutur Tania sambil membuka baju Seraphina, adik Noah. “Memang adek boleh ikut?” “Nggak, adek di rumah sama nenek. Tapi adek harus mandi dulu. Kakak Noah tunggu di depan ya, sama pak Udin.” “Oke.” Noah berlari ke depan, memamerkan gambarnya berisi dua mama, satu ayah, dirinya dan Seraphina. “Sayang...” “Aku di kamar bawah, mas!” Adrian menghampiri Tania. Ia mengecup pucuk kepala istrinya dari belakang, “Noah mana?” “Dia di depan. Dia begitu tidak sabar bertemu Wini.” Adrian tertawa. “Dia begitu tidak sabaran mirip kamu.” “Apa yang kamu katakan? Bukankah itu kamu?” Tania mendelik kesal, “Kalau kita tidak sabaran, Seraphina tidak akan ada di dunia ini.” “Mau aku tolong mandikan Sera?” “Tidak. Kamu temani Noah saja. Dia membawa oleh-oleh untuk Wini.” “Baiklah. Aku tunggu di de

  • Berbagi Suami   103. Hidup yang Berubah

    Sudah satu minggu semua masih sama. Wini masih di ICU setelah dilakukan operasi untuk mengeluarkan pendarahan dalam jaringan otaknya. Ia terus berada di kesadaran koma, membuat Adrian dan Tania kehilangan minat hidup seperti semestinya. Mereka sama-sama tidak bicara dengan siapapun. Baik Adrian maupun Tania, merasa apa yang menimpa Wini belum bisa mereka terima. “Tania, Adrian, lebih baik kalian pulang. Mama yakin Wini akan segera bangun.” “Betul. Kita tidak pernah putus mendoakannya disini. Pulanglah, demi Noah.” Adrian melirik mama dan papa. Mereka terus menemaninya dan Tania di rumah sakit. Sedang ayah dan ibu belum bisa datang karena masih harus menyelesaikan urusan mereka di luar negeri. “Mama tahu kalian terpukul. Tapi Wini tidak akan pernah mau kalian begini. Sudah satu minggu kalian tidak pulang. Kasihan Noah.” Adrian menggenggam tangan Tania, “Mama dan papa ada benarnya. Kita pulang. Kita masih memiliki tanggung jawab pada Noah.” “Wini...” “Iya, aku tahu kamu

  • Berbagi Suami   102. Salah Korban

    Tania tidak bisa tidur mengingat ancaman mama Wini. Tadi begitu ia jatuh, ia langsung bangkit dan pergi. Ia menahan rasa nyeri dan takut pada Wini dan Adrian. Ia tidak mau merusak momen. Ceklek. “Kamu belum tidur?” Adrian mendekati ranjang. “Mas? Kenapa kesini? Ini jadwalmu bersama Wini.” Adrian tersenyum, “Kami sudah selesai.” “Lalu?” Tania takut Adrian akan minta jatah saat pikirannya sedang kalut. Adrian mengelus lengan Tania, “Tidak, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin tidur disini, memelukmu sampai pagi.” “Mas, lebih baik kamu tidur bersama Wini. Kamu bisa memeluknya sampai pagi.” “Dia memintaku kesini. Dia kelelahan dan tidak ingin diganggu.” “Hm begitu. Tidurlah disini.” Adrian benar-benar memeluk Tania sampai pagi. Malam ini Noah tidak terbangun untuk minum susu. Ketika di cek popoknya di pagi hari, tidak begitu penuh. Suaminya masih tidur. Tania yang terjaga semalaman enggan membangunkannya. Pintu terbuka. Wini tampak berbeda hari ini. Rambutn

  • Berbagi Suami   101. Ancaman Nyata

    Tania mengumumkan ia dan Adrian tidak jadi bercerai pada semua orang di rumah, juga pada mama-papa. Mereka menyambut berita dengan penuh suka cita. “Bagaimana untuk merayakan ini kita semua makan diluar?” Adrian menawari. “Aku setuju, mas. Aku rasa sedang malas masak. Jadi idemu sangatlah bagus.” “Aku juga setuju. Sepertinya kita perlu menunjukkan pada orang-orang, kalau memiliki dua istri dan berbagi suami tidak selamanya buruk.” Adrian tersenyum. Ia merentangkan kedua tangannya siap dipeluk kedua istrinya. Wini dan Tania memeluk Adrian. “Aku harap hubungan kita terus seperti ini, mas.” Wini menuturkan doanya. “Aku juga. Masalah pasti ada, tapi aku percaya kalau kita pasti selalu bisa melalui semuanya dengan baik.” Tania juga menuturkan doanya. “Pasti. Kita hanya perlu bersabar. Ayo bersiap. Aku tunggu istri-istri cantikku bersama tuan muda, Noah.” Semua tertawa. Wini dan Tania sudah siap. Mereka mengenakan gaun yang sudah dipesan Adrian secara khusus. Semua asi

  • Berbagi Suami   100. Satu Malam dengan Noah

    Tania melirik Adrian, “Mas Adrian bilang, Noah—sakit.” Wini tersenyum, “Noah sehat. Mas Adrian yang sakit.” Tania lagi-lagi melirik Adrian, “Kamu tega membohongiku?” “Aku pikir kamu tidak akan datang, jika aku tidak bilang Noah sakit.” “Kamu tidak perlu bohong!” “Gendonglah Noah. Kamu berikan asi langsung. Aku tidak tahu harus mengatakan apa jika dia bertanya ketika besar, siapakah yang mengurusnya saat ia masih bayi.” Tania menatap Noah. Ia menerimanya dari Wini, “Jaket ini...” “Noah selalu menangis jika baumu hilang, Tan. Mamamu sering datang kesini membawa baju-baju bekasmu untuk menemani Noah dan—mas Adrian tidur.” Wajah Adrian merah padam. “Jadi sekarang yang merindukanku ada dua orang?” pancing Tania. Wini tertawa, “Aku tinggal, aku akan buatkan kamu masakan yang enak. Berbincanglah dengan mas Adrian.” Tania dan Adrian diam saja setelah Wini pergi. Masing-masing dari mereka tidak tahu harus membicarakan apa. “Kamu tidak perlu memberikanku bodyguard lagi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status