Share

Part 3

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-28 11:34:51

“Velly, tolong jangan cari masalah. Ini masih pagi!” katanya kemudian, sambil meraup sesendok nasi lalu memasukkannya ke dalam mulut.

Sementara Imelda, aku lihat perempuan berkulit bersih itu terus memandangi suami, merasa menang karena Mas Bima telah membelanya.

“Aku akan terus menyelidikinya, Mas. Tidak akan kubiarkan ada ulat bulu mengganggu rumah tangga kita!”

Bruk!

Aku terkesiap ketika tiba-tiba Mas Bima menggebrak meja. Dia lalu beranjak dari tempat duduknya, masuk ke dalam kamar kemudian kembali dengan membawa ponsel dan menyuruh Imelda menghubungi nomor laki-laki itu.

Tersambung, akan tetapi memang ponsel Mas Bima tidak berdering sama sekali. Tapi meskipun begitu, entah mengapa aku belum merasa puas dengan jawaban mereka, apalagi semalam adik serta suamiku sama-sama telat pulang ke rumah.

“Puas kamu sekarang? Makanya jangan kebanyakan baca novel sama nonton sinetron yang isinya tentang perselingkuhan setiap hari. Jadi istri itu yang berguna sedikit. Coba kamu contoh Imel. Dia pintar, pekerjaan bagus, cantik, pandai merawat diri dan enak dipandang mata. Sedangkan kamu, umur baru tiga puluh empat tahun saja sudah seperti nenek-nenek. Tiap hari pakai daster, rambut acak-acakan, bau bawang, muka juga kusam. Bikin sepet mata saja melihatnya!”

Aku membulatkan mata mendengar ucapan suami. Rasanya sakit sekali mendengar dia memuji perempuan lain dan menghinaku di depan wanita itu.

Lagian, bagaimana bisa aku merawat badan seperti Imelda, sementara tugas rumah tidak pernah ada habis-habisnya. Ngurus dua balita, rumah yang lumayan cukup besar tanpa asisten rumah tangga, dan jika pun adik serta suamiku sedang libur kerja, mereka hanya sibuk dengan telepon pintar masing-masing tanpa ada yang berinisiatif membantu.

Aku juga kepingin kaya ibu-ibu yang lain. Pergi ke salon, bisa leha-leha sambil main ponsel, tetapi kalau aku melakukan itu, siapa yang akan mengurus anak juga rumah ini?

“Makanya kasih aku asisten rumah tangga. Biar aku bisa merawat badan dan tidak bau bawang setiap hari!”

“Lah, kalau aku harus bayar asisten rumah tangga juga, lantas, apa fungsinya kamu di sini? Mau duduk santai doang tanpa berbuat apa-apa? Enak saja!” sentak Mas Bima seperti biasanya setiap kali membahas masalah ini.

“Aku ini istri kamu. Untuk apa dulu kamu nikahin aku dan nyuruh aku berhenti bekerja kalau di sini hanya dianggap sebagai pembantu doang!”

“Sudah! Sudah! Malas berdebat sama kamu, Velly. Kamu itu nggak pernah mau mengakui kesalahan. Terlalu egois.”

“Sudah apa sih, Mas. Jangan marah-marah terus. Nanti kamu darah tinggi bagaimana?” Imelda berujar dengan suara dibuat manja. Menjijikkan. Dasar pelakor.

Memang benar kata pepatah. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Aku pikir dengan limpahan kasih sayang yang kuberi selama ini dia tidak akan mengikuti jejak ibunya. Tetapi ternyata aku salah mengira. Ia malah menjadi ancaman di rumah tanggaku.

Mendengar ucapan gundiknya laki-laki berkemeja biru itu langsung diam, mendorong piring yang ada di hadapannya kemudian pergi ke kantor tanpa pamit kepadaku. Pun dengan Imelda yang semakin hari semakin bertingkah kurang sopan, seakan ingin menunjukkan kalau dia sudah tidak lagi menghargai diriku.

Dengan perasaan dongkol masuk ke dalam kamar wanita berusia dua puluh tiga tahun itu, mengambil koper yang ada di atas lemari lalu memasukkan semua baju-baju milik Imelda. Dia harus segera keluar dari rumah ini, agar tidak bisa lagi mengganggu Mas Bima.

Parasit harus segera dibasmi, kalau tidak bisa merusak semua yang sudah kubangun selama ini. Aku harus menyelamatkan rumah tanggaku dari godaan sang pelakor.

“Vel!” Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara Leticia mengetuk pintu pagar rumah. Aku yang sedang sibuk membereskan mainan anak-anak, bergegas keluar menemui teman terbaikku itu dan menyuruh dia masuk.

“Muka kamu kusut amat? Ada masalah sama Bima?” tanyanya sambil meletakkan paper bag yang dia bawa. Ia memang selalu membawakan oleh-oleh untuk Danis dan Dariel, karena sudah menganggap kedua putraku seperti anaknya sendiri. Maklum. Sudah lima tahun menikah, tetapi Allah belum memberikan dia keturunan.

Dengan berat hati akhirnya kuceritakan masalah yang tengah menimpa, membuka aib keluarga yang aku sendiri masih sekedar menerka-nerka. Belum ada bukti yang menguatkan kalau Mas Bima dan Imelda ada main di belakangku.

“Nggak tahu diri banget kalau si Imel itu sampai mengkhianati kamu, Vel. Kurang apa kamu sama dia itu. Kalau nggak ada kamu, mungkin saat ini hidupnya tidak akan seenak sekarang. Bisa kuliah, kerja di perusahaan bonafit, apalagi dia itu tidak jelas asal-usulnya. Ngaku anak bapak kamu juga wajahnya nggak mirip sama sekali. Jangan-jangan dulu emaknya dia salome, dan ketika hamil malah nuduh ayah kamu yang menghamili dia!” sungut Leticia panjang lebar, dengan amarah terlihat meletup-letup. Dia memang orang yang paling tahu tentang masa lalu keluargaku, sebab sejak kecil kami memang sudah bersahabat.

“Tapi itu masih kecurigaan aku saja, Ci. Sebab suara laki-laki itu persis seperti suara Mas Bima. Walaupun suamiku mengelak, tapi entahlah, aku tetap tidak mempercayai ucapan Mas Bima. Feeling mengatakan kalau Mas Bima telah mengkhianati aku. Makanya daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, lebih baik aku akan mengusir Imel. Toh sekarang ini dia sudah besar. Sudah bisa hidup mandiri!”

“Bagus kalau begitu. Kalau bisa, aku akan membantu kamu membuat dia juga dipecat dari perusahaan tempat dia bekerja. Kebetulan suami aku kenal dekat sama bosnya si ulet bulu itu!”

“Kalau untuk saat ini sebaiknya jangan dulu. Kita main halus saja. Nanti kalau aku sudah punya bukti kuat tentang perselingkuhan mereka, baru kita ambil tindakan itu. Aku nggak rela jika dia bahagia di atas penderitaanku, juga nggak mau menjadi seperti almarhumah Mama yang meninggal karena terlalu memikirkan perselingkuhan Ayah!”

“Aku mendukung kamu pokoknya.”

“Aku juga mau perawatan. Biar kelihatan cantik. Kamu bantu carikan aku asisten rumah tangga dong. Biar ada yang bantu-bantu di rumah dan aku nggak bau bawang setiap hari!”

“Nanti aku tanyakan ke asisten rumah tangga aku, siapa tahu ada temannya yang sedang mencari pekerjaan.”

“Terima kasih, Cia. Kamu memang sahabat terbaik aku.”

Leticia memelukku lalu membantuku mengurus kedua jagoan kecil yang sedang aktif-aktifnya bermain.

“Apa-apaan ini, Mbak? Kok semua barang-barang aku dikeluarin? Mbak mau ngusir aku dari rumah?” protes Imelda ketika baru pulang kerja dan melihat koper miliknya sudah berada di depan pintu kamar.

“Sepertinya lebih baik kamu keluar dari rumah ini, Mel!” jawabku sambil melipat tangan di depan dada.

“Mbak Velly sudah gila, ya? Memangnya salah aku apa, sampai-sampai Mbak tega mengusir aku dari rumah ini?”

Apa? Dia masih bertanya salahnya apa?

“Karena kamu sudah berani menggoda suami Mbak. Kamu sudah Mbak sekolahkan tinggi-tinggi, tapi malah sekarang berani mengkhianati Mbak, menusuk Mbak dari belakang!” Rasanya sakit sekali saat mengucapkan kata itu. Ada rasa tidak tega jika membayangkan dia sendirian di luar sana, tapi juga rasa benci sebab akhir-akhir ini dia sering berlaku kurang sopan, terlebih lagi setelah aku mencurigai kalau dia ada hubungan dengan suami.

“Ada apa ini?” Kami menoleh secara serempak ketika mendengar suara Mas Bima. Dan tanpa disangka, Imelda berlari menghambur ke dalam pelukan suamiku dan menumpahkan air mata di dada bidang laki-laki tersebut. Keterlaluan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 50(Ending)

    Sesuai permintaan suaminya, Velly merubah penampilan menjadi lebih tertutup. Ia mulai mengenakan hijab sebab Bahrudin selalu mengatakan kalau semua dosa yang dia lakukan akan dipertanggung jawabkan oleh suaminya di akhirat kelak, termasuk jika Bahrudin terus membiarkan istrinya tetap membuka aurat.Makanya ia secara perlahan mulai mengubah tampilan, bukan karena keterpaksaan tetapi karena kesadaran juga dorongan hati untuk menjadi wanita yang lebih baik lagi. Velly juga mulai berhenti bekerja dan lebih fokus mengurus anak-anak serta bunda sebagai tanda baktinya kepada sang suami.“Mbak, sebelumnya aku minta maaf, aku sama Mas Rofiq niatnya pengen cari rumah kontrakan yang baru. Nggak enak kalau terus menerus numpang sama Mbak,” kata Imelda ketika mereka sedang santai bersama di ruang keluarga.“Lho, memangnya kenapa kalau kalian tinggal di sini? Kami nggak pernah merasa keberatan kok. Lagian saya sama Dek Velly juga mau

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 49

    “Mel, aku mohon. Aku janji akan berubah. Aku mencintai kamu. Aku menderita hidup bersama Arzerti.”“Silakan nikmati hidup kamu bersama dia. Bukan kah kamu yang memilih untuk hidup bersama dia dan sudah membuang aku?”“Aku khilaf waktu itu.”“Tetapi aku sudah tidak percaya lagi sama kamu.”Bima mendesah kecewa mendengar jawaban dari Imelda. Padahal, tadinya dia berharap masih ada kesempatan kedua dari istrinya, sebab Bima merasa sudah tidak tahan dengan perlakuan Arzerti kepadanya dan ingin kembali merajut asa bersama Imelda serta putri mereka.“Tolong talak aku, Mas,” pinta Imelda lagi.“Tidak, Imel. Kalau kamu tidak mau kembali sama aku, aku juga tidak akan pernah menjatuhkan talak sama kamu. Biar status kamu menggantung terus dan tidak bisa menikah lagi dengan siapa pun!” jawab Bima dengan lugas.Imelda menggelengkan kepala sambil menangis. Melihat kejadian itu, Bahrudin segera menghubungi Arzeti, memberi

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 48

    Hari ini Imelda sudah diperbolehkan pulang karena keadaannya sudah semakin membaik.Velly mengajak sang adik untuk tinggal di rumahnya, sebab takut terjadi sesuatu jika Imelda tinggal sendiri di rumah kontrakan, apalagi paska operasi seperti sekarang ini.Awalnya Imelda menolak. Akan tetapi Velly terus saja mendesak dan tidak mau ditolak. Akhirnya mau tidak mau Imelda pun menyerah dan menuruti semua permintaan kakaknya.Danis dan Dariel terlihat begitu senang ketika tantenya datang menggendong adik bayi. Mereka segera mengerubungi anak Imelda, menciumi pipi bayi berusia tiga hari itu secara bergantian.“Mama, kapan Dariel punya dedek kaya Tante Imel?” tanya bocah berusia lima tahun itu dengan polos.“Insyaallah secepatnya. Abang jangan lupa sering-sering minta sama Allah supaya di perut Mama bisa ada dedek bayinya,” jawab Velly seraya mengusap lembut rambut anaknya itu.“Abang Dariel, Dedek, ayo ikut Papa ke masjid. K

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 47

    “Mbak Imel kenapa? Sakit? Kok wajahnya pucet banget?” tanya Rofiq yang sejak tadi sibuk memasukkan barang-barang yang akan dia bawa ke dalam tas obrok di motornya.“Nggak tahu, Mas. Dari semalam perut aku sakit. Ini malah makin terasa nyeri banget!” jawab Imelda seraya meringis kesakitan.“Jangan-jangan Mbak Imel mau melahirkan?”“Nggak tau, Mas. Emang HPL-ku sudah lewat tiga hari sih, dan baru sekarang ada tanda-tanda kaya mau melahirkan.”“Sudah hubungi Mbak Velly?”“Belum. Nanti saja kalau sakitnya sudah mulai berasa banget. Kasihan dia kalau direpotin terus.”“Tapi kan, Mbak. Daripada nanti kenapa-kenapa, mendingan Mbak kabari saja Mbak Velly sekarang.”“Iya.”“Sini nomernya Mbak Velly. Biar saya yang menghubungi dia!” Rofiq mengeluarkan ponsel lalu menekan dua belas digit angka yang disebutkan ole

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 46

    Cup!Bahrudin tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengecup. Gemas melihat bibir sang istri yang dimajukan beberapa centimeter.“Nyosor mulu kaya bebek!” protes Velly pura-pura merajuk.“Aku kecanduan nyium kamu, Sayang.”“Memangnya aku obat bikin candu?”“Iya. Obat luka di hati aku.” Mengambil tangan istrinya, Bahrudin menautkan telapak tangan Velly di dada sambil mengunci netra perempuan itu dengan tatapannya.“Udah, ah! Pagi-pagi udah menggombal. Ayo, sarapan dulu. Malu sama Bunda kalau di kamar terus. Nanti dikira lagi ngapa-ngapain lagi!”“Memangnya kalau lagi ngapa-ngapain kenapa? Bunda juga pernah muda dan menjadi pengantin baru. Pasti beliau paham lah.”“Tapi aku laper...”“Oke. Ayo kita keluar.” Tangan Bahrudin merangkul pundak istrinya lalu segera keluar dari dalam bilik.Bunda melekuk senyum bahagia melihat kemesraan anak serta menantunya. Ia juga sangat bersyuku

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 45

    Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sembilan malam. Seluruh tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing, pun dengan Bunda yang sudah sejak habis isya masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan oleh menantunya. Velly masuk ke dalam bilik, membuka kebaya yang melekat di tubuhnya lalu menggantinya dengan daster seperti biasa setiap mau tidur. Tidak lupa juga membersihkan wajah dari sisa make-up yang menempel menggunakan miccelar water dan dilanjut dengan mengoles sedikit krim malam. Dari pantulan cermin terlihat Bahrudin masuk ke dalam kamarnya, menerbitkan senyuman membuat jantung perempuan berambut sebahu itu berdetak tidak karuan. Bahrudin terus menelisik tampilan sang istri dari ujung kaki hingga ujung kepala, merasa ada yang aneh melihat Velly yang biasa berpakaian rapi hanya mengenakan daster sebatas lutut, membuat jakun laki-laki bertubuh tambun itu naik turun kala melihat kaki jenjang istrinya. “Kenapa liatinnya seperti itu, Mas? Aku jelek ya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status