MasukElena adalah putri bungsu dari keluarga konglomerat ternama di ibu kota dengan latar belakang memiliki darah bangsawan.
Sebelumnya, dia dikenal sebagai putri yang cerdas dan berprestasi. Namun, semuanya berubah ketika dia bertemu Marco Sebastian dan jatuh cinta padanya. Elena yang sombong, cantik, dan keras kepala, tetapi sangat manja dan disayangi keluarganya, menjadi kesayangan mereka, karena dia anak perempuan satu-satunya yang lahir setelah beberapa generasi keluarga Riddle hanya melahirkan seorang putra. Setelah menikah, putri bungsu keluarga Riddle menyia-nyiakan bakat dan hidupnya demi mengejar Marco Sebastian, yang tak kalah sombong. Padahal, dibandingkan dengan keluarga Riddle, keluarga Marco hanyalah 'semut kecil'. Bagi keluarga Riddle, Marco adalah sosok arogan, bersikap lebih angkuh dari Elena yang memiliki segalanya. Elena terlalu tergila-gila kepada Marco hingga melakukan segalanya yang membuat keluarga Riddle marah hingga tanpa sengaja mengusirnya hanya untuk menggertak agar Elena meninggalkan Marco. Namun, siapa yang sangka jika Elena benar-benar meninggalkan keluarganya hanya untuk pria seperti Marco. Padahal seluruh keluarga Riddle hanya ingin Elena mendapatkan pria yang lebih baik dan yang terpenting pria itu harus mencintai putri bungsu Riddle mereka dengan setulus hati. "Kakak, apa aku benar-benar sudah menikah dengan pria gila bernama Marco itu? Beberapa hari ini dia terus merecoki hidupku dengan mengatakan jika pria itu adalah suamiku!" "Kakak, kau ada dimana? Bagaimana bisa kau tidak datang menjengukku padahal adikmu ini sakit? Apa aku dibuang oleh kalian? Kau, Mommy dan Daddy tidak menginginkanku lagi?" "Aku sudah lama di rumah sakit tapi kau tidak mengetahui aku sakit? Apa kesalahanku?" "Apa kalian benar-benar menginginkan aku mati hingga di saat aku koma hingga tersadar kalian tidak melihatku sama sekali?" ujar Elena dengan suara serak berbicara melalui sambungan telepon kepada Josh Riddle, kakak sulung sekaligus kakak laki-laki satu-satunya yang dia sayangi. Josh mengepalkan tangan hingga urat-urat di lehernya menonjol. Dia ingin sekali mengamuk dan mengutuk Marco yang tidak memberitahu keadaan adiknya. Dia pikir selama ini Elena adiknya baik-baik saja. Dia masih sedikit menaruh kepercayaan kepada Marco meskipun pria itu tidak mencintai adiknya, Marco akan tetap menjaga Elena. Jika saja saat itu Elena tidak keras kepala dan membuatnya serta keluarga besarnya marah karena mempertahankan Marco, mungkin dia tidak akan mengambil jalan ekstrem untuk menarik orang-orangnya yang selama ini melindungi Elena diam-diam. Jika saja dia tidak menarik mata-mata yang mengikuti Elena selama ini, dia pasti akan lebih cepat tau tentang keadaan adiknya. Bukan mengetahui keadaan Elena dari mulut adiknya sendiri yang baru saja terbangun dari koma dan mengalami amnesia. "Elena, Marco memang suamimu" jawab Josh kepada Elena. Dia sudah mengetahui kondisi Elena dari dokter yang meneleponnya sebelum berbicara kepada Elena karena adiknya itu menghubunginya dengan meminjam ponsel dokter yang menanganinya. Terjadi keheningan sesaat. "Elena, kau masih di sana?" tanya Josh hati-hati. "Ya?" jawab Elena terdengar linglung."Apa itu benar?" tanyanya ragu-ragu. "Ya! Si brengsek itu memang suamimu!" kesal Josh yang selalu muak ketika membicarakan adik iparnya. Adik ipar yang tidak tahu diri menganggap dirinya tinggi hanya karena seorang nona Riddle mengejar cintanya secara mati-matian. Bukannya bersyukur dicintai oleh adiknya dengan tulus, Marco memperlakukan adiknya seperti menatap sampah dan itu membuatnya geram setengah mati. Dia juga kesal dengan adiknya yang bisa-bisanya menyukai pria bodoh seperti itu! "B-bagaimana bisa? Dia bukan terlihat seperti tipe pria idamanku. Selain itu, kakak, dia memiliki tingkat kepedasan lidah yang sangat mengerikan! Mulutnya bahkan lebih tajam dari seorang nenek tua jika sudah berbicara!" "Kau tau kakak? Dia memarahiku dan mengatakan aku berpura-pura sakit saat aku baru bangun dari koma! Menyebalkan bukan?" "Apa kalian membuatku terpaksa menjalani pernikahan dengannya demi kekuasaan?" ujar Elena terdengar merajuk kesal kepada Josh. Josh menutup mata dan mengatupkan bibirnya rapat, berusaha keras untuk tidak memarahi adiknya yang sedang mencoba mengalihkan kesalahan kepadanya dan keluarganya. Meskipun Elena tidak bermaksud seperti itu karena adiknya tidak mengingat apa yang terjadi, tetap saja dia kesal. "Elena, itu keinginanmu!" ujar Josh dengan lembut berusaha sekuat tenaga untuk tidak berteriak. "Apa? Benarkah? Aku tidak percaya!" jawab Elena mengelak."Seperti tidak mungkin" gumamnya, namun masih terdengar dengan jelas oleh Josh."Tapi, pria itu memang sedikit tampan" ujarnya tanpa sadar. Josh mendengus mendengar ucapan adiknya. Para wanita memang tidak bisa melihat pria tampan sedikit saja, meskipun pria tampan itu penjahat, wanita tetap akan tergila-gila kepada pria itu seperti adiknya ini. Josh memijat pelipisnya yang terasa pening."Elena, dengarkan aku agar kau mengerti kenapa aku, Daddy dan Mommy tidak menemuimu" "Dan sebelum kau menuduh keluarga kita berbuat kejam kepadamu, aku akan memberitahu apa yang terjadi selama ini termasuk apa yang sudah kau lakukan dan yang kau lupakan! Jadi kau bisa menilai dimana masalahmu berasal" tegasnya. "Ada apa denganmu, kakak? Kau terdengar galak. Apa aku membuat kesalahan?" tanya Elena dengan bibir cemberut ketika mendengar suara Josh terdengar sedikit keras. Josh menghela nafas kasar, dia hampir kelepasan. Masalah lama meskipun sudah berlalu, tetap saja masih menimbulkan kekesalan. Dia tidak kesal dengan adiknya. Ok, dia akui, dia kesal dengan Elena, namun dia tidak membenci Elena. Dia hanya kesal dan benci dengan Marco yang sudah menyiksa batin adiknya. "Elena, maafkan kakak. Kakak tidak kesal padamu. Kakak hanya kesal karena pekerjaan kakak sebelumnya sempat bermasalah, jadi suasana hatiku sedikit buruk. Kakak akan menjelaskan kepadamu apa yang terjadi. Dan aku harap, kau tidak menyela lebih dulu" ujar Josh kembali melunakkan nada suaranya. Elena terdiam, sebelum menjawab."Baiklah. Aku akan mendengarkan" --- "Ada apa dengan wajah kusut dirimu itu? Kau terlihat jelek sekali. Apa kau bermasalah lagi dengan Elena? Bukankah Elena masih koma?" "Harusnya dia tidak bisa membuat masalah. Marco, apa kau masih belum mencintai istrimu? Kau buta ya?" "Elena cantik dan kaya dan yang terpenting dia sangat mencintaimu. Namun, sepertinya kapi kau tidak menyukainya dan tidak membuka hatimu untuknya" "Kau ingin wanita yang seperti apa? Seperti Marrie? Kau yakin matamu benar-benar baik-baik saja?" "Kecantikan Marrie bahkan tidak bisa disandingkan dengan kecantikan istrimu. Bukan hanya kecantikan, tapi yah kau tau sendiri" "Atau kau masih menunggu Jenny? Jenny sudah menikah, jadi lupakan dia. Kau juga sudah menikah" "Cintamu kepada Jenny, bukan hal yang pantas lagi kalian miliki" ujar Gerry kepada Marco dimana saat ini dia dan temannya ada di sebuah ruangan khusus di salah satu hotel yang berada tidak jauh dari rumah sakit tempat Elena di rawat. "Kenapa kau berpikir aku menyukai Marrie? Kurasa kau yang buta! Apa kau melihat selama ini aku menyukai Marrie?" "Elena memang sering mencari ribut dengan Marrie karena cemburu, tapi aku sungguh tidak punya hubungan apapun dengannya!" "Aku hanya menganggap dia sebagai sekretarisku sebagaimana mestinya. Dia bekerja denganku! Untuk Jenny, dia sudah lama bercerai" jawab Marco. "Apa? Jenny bercerai? Wow! Apa ini kabar baik atau buruk bagimu, hmm? Jangan bilang kau..." "Bagaimana dengan Elena? Apa kau akan menceraikannya demi bersama dengan Jenny?" "Kau yakin akan mengambil keputusan seperti itu? Pikirkan baik-baik. Elena sudah menikah denganmu cukup lama" "Kurasa dia istri yang baik. Jika saja kau mau melihat dengan benar apa yang dilakukan oleh istrimu, kau bisa melihat ketulusannya" "Aku tidak ingin ikut campur terlalu jauh urusanmu, apalagi percintaanmu itu. Tapi hanya ingin mengingatkanmu untuk memikirkan keputusan yang akan kau ambil dengan bijak" "Jangan sampai kau menyesal ketika melepaskan sesuatu yang sebenarnya itu yang paling kau butuhkan dan kau inginkan" nasehat Gerry. wajah Marco gelap setelah mendengar ucapan temannya."Jika saja Elena tidak masuk ke dalam hidupku, aku dan Jenny saat ini sudah menikah dan Jenny tidak akan menderita menjadi seorang janda!"Marco merasa sesak di dada. Dulu, ia tidak peduli pada istrinya, meski ia tahu Elena mencintainya dengan sangat ugal-ugalan.Alih-alih tersanjung oleh cinta mati istrinya, ia malah merasa risih dan jijik. Namun, ketika kini ia mendengar istrinya tidak lagi cinta padanya, hatinya terasa sedikit tidak nyaman."Tidak! Ini hanya perasaanku saja. Elena terlalu kurang ajar memublikasikan masalah rumah tangga kami kepada orang luar, padahal keputusan cerai kami belum benar-benar selesai" batin Marco."Aku marah dan tidak nyaman karena itu! Ya! Hatiku tidak nyaman karena perbuatan Elena yang tidak sopan, bukan karena mendengar dia tidak lagi cinta padaku""Baguslah kalau wanita itu tidak suka lagi padaku. Itu berarti tidak ada lagi yang akan menggangguku dengan suara cerewetnya yang berisik itu""Dan aku bisa bersama dengan Jenny seperti yang seringkali dulu aku impikan!" Marco mencoba menyangkal bahwa ia mungkin memiliki perasaan lain terhadap istrinya.Jika pun iya, kenapa harus sekarang? K
"Suami? Cih! Sepertinya pernikahanku dengan Marco memang cukup terkenal, ya. Tapi aku tidak peduli apa pun yang terjadi di masa lalu""Aku datang ke sini untuk berpesta dan berkumpul dengan kalian. Jadi, jangan membahas hal yang tidak penting!" ujar Elena kepada teman-temannya.Rachel meletakkan punggung tangannya di kening Elena. "Tidak demam. Tapi kenapa sekarang aku melihatmu sepertinya sangat membenci suamimu? Dia masih cinta mati-mu, kan?" Tanyanya, menatap Elena heran.Bukan hanya Rachel. Teman-teman Elena yang lain pun tak kalah bingung. Mereka menatap Elena, seolah melihat hantu dari masa lalu."Setelah kau menikah dengan Marco, jangankan muncul di pesta lagi, kau bahkan tidak pernah menghubungi dan bicara pada kami""Sesekali kami memang masih bisa menghubungimu, tapi tetap saja kau sangat sulit diajak bertemu""Jadi, katakan padaku, apa yang terjadi sampai kau berada di sini dan terlihat sinis ketika kami membahas suamimu? Kau tidak cinta mati lagi dengan suami itu?" sahut C
Elena tidak peduli dengan apa yang menimpa suaminya. Dia sudah bulat dengan keputusan cerainya. Lagipula dia tidak mengingat Marco dan tidak lagi cinta kepada suaminya. Hidupnya kini terasa seperti ia masih seorang lajang. Andai saja Marco dan keluarganya tidak mengingatkan dia tentang masalah pernikahannya, dia tidak akan menganggap Marco pernah ada dihidupnya. "Malam ini mari bersenang-senang!" ujar Josh kepada adiknya Elena. Elena memakai gaun biru laut yang indah. Riasan tipis menghiasi wajahnya, mempertegas kecantikan alaminya."Rasanya seperti sudah lama sekali aku tidak berpesta. Jadi kakak, ayo kita bersenang-senang! Kuharap ada hal baik yang aku bisa lihat malam ini!" jawab Elena sambil tersenyum tipis. "Tuan Preston mengundang para Elit di kota ini untuk pesta ulang tahun pernikahannya. Tentu saja keluarga kita termasuk di dalamnya yang masuk ke dalam daftar undangan""Jadi kurasa akan banyak tamu yang datang. Mungkin teman-temanmu juga datang ke pesta itu. Selama kau m
"Apanya yang salah paham? Kak, apa kau selingkuh? Tidak ada wanita yang meninggalkan suaminya dan kembali kepada orang tuanya sampai meminta cerai jika kau tidak bermain api dengan wanita di luar sana" "Ah, apa jangan-jangan kau kembali lagi dengan mantan pacarmu Jenny itu ya! Kak, aku memang tidak begitu suka dengan kakak ipar Elena, tapi bukan berarti aku mau Jenny jadi kakak iparku! Aku tidak akan pernah menerimanya!" Kesal Mona. Ya! Dia memang tidak suka Elena yang terkenal sombong dan mendominasi. Namun selama Elena menjadi kakak iparnya, wanita itu selalu menurut dan royal kepadanya untuk mengambil hatinya.Dia tahu kakak iparnya melakukan semua itu untuk menarik perhatiannya agar dia bisa bicara dengan baik kepada Marco agar kakaknya lebih memperhatikan Elena lagi. Daripada Jenny atau wanita lainnya yang tidak sekaya Elena dan tidak lebih cantik dari kakak iparnya, jadi mana mungkin dia mau menukar kakak ipar ibarat sebongkah emas itu dengan batu kerikil. Nyonya Mariska men
"Jangan bahas Elena lagi. Kalau Mom ke sini menemuiku hanya untuk membahas Elena, sebaiknya Mom dan yang lainnya pulang saja!" Usir Marco tanpa basa basi kepada ibunya. Nyonya Mariska tercengang. Ia menatap anaknya tidak percaya. "Kau mengusir Mommy hanya karena Mommy membahas Elena? Kenapa? Elena istrimu dan menantu Mommy""Mommy ingin bertanya keadaan dan keberadaannya saja tidak boleh! Kau tidak menganggap mommy sebagai ibumu lagi? Tidak menganggap wanita tua ini sebagai keluargamu?" Nyonya Mariska menangis dan mulai membuat dramanya lagi. Marco sakit kepala. Ia sudah tidak tidur berhari-hari karena mengurus perusahaan dan Elena yang terus merajuk juga meminta cerai. Kali ini ia tahu Elena serius. Jika tidak, Elena dan keluarga istrinya itu tidak akan sampai bermain-main juga bertindak kejam kepadanya, perusahaannya, bahkan kepada seluruh anggota keluarganya. Sebenarnya ia tahu Elena dan keluarga Riddle bisa mel
"Mom, ada apa?" Tanya Mona ketika melihat wajah pucat ibunya setelah menghubungi kakak iparnya. Nyonya Mariska mengabaikan pertanyaan Mona putrinya untuk sementara waktu. Ia mencoba menghubungi nomor menantunya lagi, namun Elena tetap tidak bisa dihubungi. Wajahnya pucat pasi."Bagaimana mungkin?" Gumamnya tidak percaya. Mona mengernyit heran ketika melihat wajah pucat ibunya. Sedangkan nyonya Silvia tidak kalah penasaran ketika melihat raut pucat nyonya Mariska."Ada apa? Apa yang terjadi? Apa Elena tidak bisa dihubungi? Mungkin dia sedang sibuk" ujar nyonya Silvia menebak-nebak keadaan yang terjadi ketika melihat ekspresi tidak wajar nyonya Mariska.Kening Mona semakin berkerut."Mom, jangan bilang kak Elena tidak bisa dihubungi. Kok bisa? Tumben sekali. Mom, katakan sesuatu. Sebenarnya ada apa?""Kenapa ekspresimu seperti itu setelah menghubungi kakak ipar. Atau, apa yang sebenarnya kakak ipar katakan padamu""Dia mengangkat teleponnya kan? Hm, kalau dipikir, mana mungkin kak Ele







