Home / Romansa / Bercinta Denganmu / 4. Perkenalan Lagi

Share

4. Perkenalan Lagi

Author: Chida
last update Last Updated: 2021-09-19 17:16:09

Meeting selesai dalam waktu hampir dua jam, dengan agenda jika besok akan di mulai kembali. Dan perusahaan membebaskan acara malam ini untuk para staff. 

Shesa berjalan menuju lift seorang diri, seperti biasa Reta selalu meninggalkannya dengan alih masih harus membahas beberapa poin saat  meeting tadi, padahal sebenernya besok pun masih bisa di lakukan.

"Jangan di tutup," seru suara dari luar lift saat Shesa sudah menekan tombol close, buru-buru Shesa menahannya.

"Makasih," ujar lelaki itu.

"Astaga, dia lagi," gumam Shesa.

Lelaki itu bersandar di dinding lift, dengan satu tangan berada di kantung celananya memperhatikan Shesa yang menggulir layar gawainya.

"Ketemu lagi kita," ujarnya membuka pembicaraan.

"Iya, padahal aku udah berdoa, semoga gak ketemu lagi," kata Shesa dengan senyum tipis.

"Terkadang doa di kabulkan di saat-saat yang baik," balas Alvin. "Lantai 5 juga?" tanya Alvin.

"Aku ada tekan tombol lain selain angka itu?"

Alvin mendengus, menarik sudut-sudut bibirnya, lalu melangkah mendekati Shesa.

"Mau apa kamu?" Shesa melangkah mundur.

"Mau kasih pelajaran sama mulut kamu yang judes banget ini," ujar Alvin menyudutkan wanita itu.

"Minggir!" Shesa menahan dada Alvin yang semakin mendekat.

"Tau pepatah mulutmu harimaumu?"

Hembusan nafas Alvin menerpa wajah Shesa. Jarak itu begitu dekat, lelaki itu benar-benar tak menyurutkan niatnya menggertak Shesa yang berlidah tajam dalam berkata-kata. 

"Minggir gak!" 

"Dari awal kita ketemu, mulut kami dan seluruh rongga yang berada di dalamnya itu harus di kasih pelajaran." 

Alvin meletakkan kedua tangannya di dinding lift, dia harus menahan wanita itu di dalam kungkungannya.

"Mimpi kamu," jawab Shesa memberanikan menatap wajah lelaki itu, mendorong tubuh Alvin sekuat tenaganya, hingga pintu lift berbunyi terbuka.

Betapa terkejutnya Shesa ketika di luar lift ada beberapa orang yang sedang tercengang melihat kelakuan Shesa dan Alvin.

Shesa menunduk, lalu melangkah cepat pergi meninggalkan Alvin yang masih berada di sana.

"Sial." Shesa menggerutu kesal saat merogoh tasnya mencari kartu akses masuk ke dalam kamarnya.

"Karma itu di bayar tunai," kekeh Alvin yang melihat Shesa kebingungan memikirkan caranya untuk masuk ke dalam.

"Kamu kenapa sih ngikutin aku terus, jangan mentang-mentang kamu anak pemilik perusahaan jadi bisa semena-mena sama karyawan." Kesal Shesa.

"Dih, percaya diri sekali Anda," ujarnya membuka kamar yang berhadapan langsung dengan kamar milik Shesa.

Wajah Shesa merona merah menahan malu, siapa sangka lelaki itu hanya berseberangan kamar dengannya. 

"Mau ikut masuk?" tawar Alvin.

Shesa diam tak menjawab, lalu pintu itu pun tertutup. Shesa kembali menghubungi Reta namun tak ada jawaban, jika dia turun ke bawah lalu meminta kunci duplikat apa mungkin bisa.

"Astaga, masa gue harus nunggu di sini sih." 

Shesa terduduk di lantai, menunggu entah sampai kapan Reta akan datang menyelamatkannya.

Pintu di depan kamar itu kembali terbuka, Alvin sudah mengenakan celana pendek berwarna krem dan kaos berwarna hijau army. Bentuk tubuh lelaki itu begitu sempurna, alisnya yang tebal dan kontur wajah blesteran menambah ketampanan lelaki itu.

"Masih mau nunggu di situ?" tanya Alvin yang melihat Shesa menundukkan mukanya di antara dua lutut yang tertekuk.

Shesa masih terdiam dia sama sekali tak menggubris perkataan Alvin yang berdiri di depannya.

"Ayo," ujar Alvin meraih tangan Shesa.

"Eh, mau kemana?" 

"Ikut aja, dan jangan berpikiran yang aneh-aneh," ujarnya masih menggenggam tangan wanita itu.

Shesa tergopoh-gopoh mengikuti langkah kaki Alvin, dia sedikit kerepotan dengan tas dan laptop yang ada di tangannya. Keluar dari lift, lelaki itu masih menarik tangan Shesa.

"Mobilnya udah siap, Pak," ujar salah satu pelayan hotel memberikan kunci mobil hotel yang telah disediakan.

"Makasih," ujarnya datar.

"Naik."

"Ih, siapa lo maen suruh masuk aja," ujar Shesa.

"Udah masuk aja, mau jalan-jalan gak? Rugi ke Bali kalo gak kemana-mana,"ujarnya sedikit mendorong tubuh Shesa agar masuk ke dalam mobil berwarna putih itu.

Mau tidak mau, suka tidak suka Shesa mengikuti titah Alvin. Duduk bersebelahan untuk kedua kalinya dengan orang yang baru beberapa jam yang lalu  memperkenalkan diri. 

Canggung? Jelas. Baru kali ini Shesa berkenalan dalam waktu singkat dan dalam keadaan sadar. Karena sebelum-sebelumnya dia pasti mabuk jika berkenalan, berciuman bahkan berhubungan intim dengan orang yang baru dia kenal.

Shesa mengikat tinggi rambutnya yang tergerai, harum tubuh wanita itu menyeruak masuk ke indera penciuman Alvin. Lelaki itu tersenyum.

"Hermes 24 Faubourg? 20 juta untuk harga satu botol saja, luar biasa," ujar ya menebak parfum yang Shesa kenakan. "Seorang model dengan bayaran termahal bekerja sebagai staf biasa di perusahaan tekstil terbesar di negara ini ... ada angin apa?"

Shesa menoleh ke arah lelaki yang masih fokus menatap jalan raya di depan sana.

"Kamu terlalu kepo untuk seorang S2 lulusan luar negeri," jawab Shesa.

"Apakah ada undang-undang yang melarang seorang S2 untuk tahu kehidupan seseorang?"

"Biasakan untuk tidak mengurusi hidup seseorang itu sepertinya baik buat kamu," ujar Shesa tak mau kalah.

"Keras kepala, mandiri, biasa hidup sendiri, bersenang-senang lalu merasa kesepian, bener?" Alvin menghentikan mobilnya di sebuah pantai.

"Ingin tau kehidupan orang, rese, gak mau ngalah, manja, dan selalu hidup dengan aturan sepanjang hidupnya, bener begitu?" Shesa membalikan pertanyaan pada Alvin.

Alvin mengukir senyuman, wanita di depannya ini ternyata wanita tangguh dan pintar bersilat lidah.

"Aku laper, mau turun gak? di sini banyak restoran seafood yang enak," ujar Alvin

"Aku tau."

"Oh iya, aku lupa ... model papan atas liburannya bukan hanya di Indonesia tapi juga luar negeri," ujar Alvin menyindir.

Berjalan bersisian, Shesa melepaskan stilettonya, menjinjing sepatu yang dia gunakan. Alvin menarik kursi untuk Shesa, perlakuan seorang lelaki yang selama ini Shesa inginkan.

"Makasih."

"Kalo lembut ternyata manis," ujar Alvin tersenyum.

"Kurang lebih sama seperti kue, keras di luar setelah di rasakan dan masuk  ke rongga mulut maka yang terasa lembut dan manis." Shesa menaik turunkan alisnya.

"Senang kenalan sama kamu," ujar Alvin mengulurkan tangannya. "Alvin Atmaja."

"Shesa ... Shesa Larasati." Shesa menyambut uluran tangan Alvin.

Awal mula perkenalan yang di mulai dengan perdebatan dan perkataan sinis itu pun akhirnya melebur dengan segala perbincangan dan celotehan konyol dari Shesa dan Alvin.

"Jadi akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia?"

Alvin mengangguk, "demi perusahaan ini, dan keluarga."

"Bukannya masih ada saudara kan, kakak pertama kamu?"

"Iya, tapi hanya formalitas, anak dari istri sirih sebenernya, jadi bukan pewaris pertama."

"Tapi di pidato kamu tadi, kamu pewaris kedua."

"Aku menghargai dia karena dia baik, selayaknya seorang kakak, ibu juga sayang sama dia, ibu gak pernah lihat dia lahir dari rahim siapa meskipun dulu hati ibu tersakiti."

"Oh i see ... Ibu kamu seperti malaikat."

"Iya ...."

"Mau pulang sekarang? angin pantai semakin dingin." Alvin berdiri dari duduknya.

"Iya," jawab Shesa.

"Makasih makan malam nya," ujar Shesa saat mereka berada di depan pintu kamar masing-masing.

"Sama-sama ... sudah bersedia menjadi teman curhat malam ini."

Alvin tersenyum lalu melangkah mendekat pada Shesa.

"Mimpi indah," bisiknya lalu menyematkan helaian rambut Shesa yang teruntai turun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
Christina Natalia
wehhhhh lancar jaya....
goodnovel comment avatar
zaza zaza
aih manis banget
goodnovel comment avatar
Indarini Rini
manis thor caranya ketemu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bercinta Denganmu   111. I Love You To The Moon And Back (TAMAT)

    Taman samping rumah Shesa sudah di penuhi keluarga Atmaja dan Gunawan. Malam ini adalah perayaan kembalinya Gunawan setelah melewati masa hukumannya di penjara atas perbuatannya. Shesa dan Anggi duduk di sisi para suaminya, Gunawan dengan seksama mendengarkan cerita dari putri-putrinya melewati hari mengurus buah hati mereka. Sementara Wulan dan Paula sudah menjadi kebiasaan dua nenek ini menyiapkan segala sesuatu di meja makan. "Ini yang mau di bakar apa?" tanya Pandu dengan polosnya. "Jangan rumah gue," seloroh Alvin diiringi tawa semua anggota keluarga. "Kita tunggu satu keluarga lagi untuk bergabung," ujar Budiman. "Papa sengaja mengundang mereka." "Selamat malam." Semua orang menoleh ke asal suara, lelaki tampan bermata sipit berkulit putih, merangkul seorang wanita dengan perut yang membesar. "Aya, Windu," sahut Shesa yang tak percaya jika yang di maksud Budiman adalah Soraya dan Windu serta Citra yang berdi

  • Bercinta Denganmu   110. Selamat Datang Kembali

    "Sayaaang," seru Anggi dari dalam kamarnya. Pandu menaiki tangga tergopoh-gopoh, membawa tiga bungkus pampers berukuran besar dan satu plastik besar. Setengah jam yang lalu, Anggi menyuruhnya membeli perlengkapan bayi yang dia butuhkan termasuk susu dan Pampers untuk si kembar. "Sayang," seru Anggi lagi. "Iya, aku di sini," jawab Pandu masuk ke dalam dan melihat kesibukan Anggi mengurus bayi mereka yang berumur lima bulan. "Apa lagi yang harus aku bantu?" tanya Pandu dengan napas tersengal-sengal. "Bikinin susu untuk Aira, aku mau gantiin pampers Arya dulu," jawab Anggi meletakkan Aira ke tempat tidur bayinya, lalu mengangkat pelan tubuh Arya yang sudah menunggu antrian untuk di gantikan popoknya. "Siap!" jawab Pandu lantang, lalu melangkah ke sudut ruangan yang sudah lengkap dengan semua peralatan susu bayi kembar mereka. "Nggi." Wulan memanggilnya di ambang pintu. "Iya, Ma." "Kita berangkat setelah makan siang

  • Bercinta Denganmu   109. Selalu Bersama

    "Wah, selamat ya, Ndu. Langsung dua keren banget gimana bikinnya itu?" tanya Windu yang siang itu di telpon oleh Pandu, mengabarkan kalau Anggi sudah melahirkan. "Ya bikin aja, Win. Masa perlu gue ajarin." Pandu terkekeh. "Gimana Soraya?" "Sehat dia, tapi ya gitu ... apa memang begitu ya kalo perempuan lagi hamil?" "Emang gimana?" tanya Pandu, "eh, sebentar gue ubah mode video call aja, ini ada yang ribet pengen ikut ngobrol." Windu tertawa, hubungan tiga orang lelaki ini semakin hari semakin akrab. "Gimana? Coba di ulang lagi." Alvin meminta Windu mengulang perkataannya. "Iya, banyak banget maunya, belum sensitifnya, belum lagi minta yang nggak-nggak," keluh Windu. "Minta yang aneh dalam hal itu, nggak?" tanya Alvin tertawa. "Iya, Vin. Kok lo tau? Shesa juga?" tanya Windu penasaran. "Ya kali gue cerita, Win." Alvin tertawa. "Kapan lahiran?" tanya Pandu. "Masih lima bulan lagi," ujar Windu.

  • Bercinta Denganmu   108. Bayi Kembar

    Pandu berjalan tergopoh-gopoh memasuki koridor rumah sakit. Setengah jam yang lalu dia di telpon Wulan untuk langsung datang ke rumah sakit karena Anggi mengeluh sakit pada perutnya. Jadwal melahirkan Anggi masih tiga minggu lagi seharusnya. Saat ini usia kandungannya masih delapan bulan, untung saja selesai acara keluarga tiga minggu lalu, Wulan memutuskan untuk tinggal bersama mereka mengingat kandungan Anggi yang sudah membesar. Apalagi kehamilan bayi kembar lebih-lebih tidak bisa di prediksi kapan akan lahirnya. Dokter saat pemeriksaan terakhir dua minggu lalu menyarankan untuk Anggi melakukan operasi secar, namun Anggi bersikeras ingin melahirkan normal. "Gimana, Ma?" tanya Pandu pada Wulan yang berdiri di depan ruang bersalin. "Ndu, kamu cepat siap-siap, temui suster temani Anggi," ujar Wulan terlihat panik. "I-iya, Ma. Pandu masuk dulu ya, Mama tolong hubungi keluarga," kata Pandu. Memasuki ruang dingin itu dengan baju yang suda

  • Bercinta Denganmu   107. Pelukan Keluarga

    Perut itu semakin membuncit, bukan hal biasa jika mengandung dua janin sekaligus apalagi dengan tubuh mungil seperti tubuh Anggi. Dengan susah payah, wanita yang mengenakan denim jumper dress itu berjalan menuju ruang makan VVIP di sebuah restoran di Bandung. "Kenapa sih nggak di rumah aja?" tanyanya namun dengan mendumel. "Perutnya gede banget," kekeh Shesa yang sedang menyuapi Naima. "Iyalah Kak, kan di kasih makan sama bapaknya," ujar Anggi sebal lalu dia menoleh ke kanan ke kiri. "Mas Pandu mana?" "Dih, mana tau," jawab Alvin mengangkat kedua bahunya. "Suami situ," kekeh Alvin di balas tepukan di bahu oleh Shesa. "Kakaknya situ," balas Shesa. "Iya juga, ya." Alvin lalu tertawa lagi. "Dia belum dateng?" Anggi mendelik, lalu merogoh tasnya mengambil ponsel. "Suami isrti yang aneh," ujar Wulan mengusap bibir Naima yang sudah belepotan dengan biskuitnya. "Ya udah, ini udah di tungguin," ujar Anggi yang ber

  • Bercinta Denganmu   106. Sahabat Lama

    Usia Naima menginjak enam bulan, hari ini adalah hari pertama dia mendapatkan makanan pendamping ASI. Pagi sekali Shesa sudah sibuk di dapur, dia begitu bersemangat memberikan makanan pendamping pertama untuk Naima. "Mau dibikinin apa?" tanya Wulan yang sudah satu bulan ini tinggal bersama mereka. "Ada hati ayam, telur ayam kampung, wortel, brokoli," jawab Shesa. "Kaldu ayam yang Mama bikin kemarin jangan lupa, Sha." Wulan membalik telur dadar yang di buat untuk tambahan sarapan nasi goreng kegemaran Alvin. "Buburnya kamu saring, kan?" "Iya, Ma. Kalo di blender emang kenapa, Ma?" tanya Shesa. "Ya nggak kenapa-kenapa. Cuma kayaknya nggak sreg aja sih, kalo Mama ya." "Ya udah, nanti Shesa saring aja," ujar Shesa yang mencampur semua bahan menjadi satu. "Bik," panggilnya pada pembantu rumah tangganya. "Tolong di aduk ya, aku mau lihat Nay sama papi nya udah pada bangun belum." Yang di serahkan tanggungjawab pun hanya mengangguk. S

  • Bercinta Denganmu   105. Segera Menjadi Ayah

    "Kamu mau coba gaya yang gimana?" tanya Windu mendesah di telinga Soraya. Soraya mendekat dengan seluruh tubuh yang tidak terhalang sehelai benangpun. Masih menggunakan heelsnya, Soraya mendorong pelan tubuh suaminya hingga ke sisi tempat tidur. Windu terjatuh pelan ke atas tempat, membuat senyuman kecil kala melihat kelakuan istrinya. Dia memundurkan dirinya tepat ke tengah-tengah, Soraya merangkak erotis menggerakkan tubuhnya meliuk di atas tubuh Windu. "Kamu punya gaya baru?" goda Windu. "Khusus malam ini," ujar Soraya menarik turun boxer suaminya dan membuangnya ke sembarang tempat. Kelakian Windu sudah menegang sejak awal mereka melakukan cumbuan tadi. Tangan Soraya dengan cepatnya meraih milik Windu, Soraya sedikit turun menghadap pada milik Windu, lalu menatap mata Windu. Windu mengangkat sedikit kepalanya, rasa ingin tahu yang besar atas apa yang akan dilakukan Soraya padanya. "Hhmm." Windu mengerang saat So

  • Bercinta Denganmu   104. Windu Soraya Wedding

    Soraya memandangi tubuhnya di depan kaca besar di dalam kamar hotel. Tubuh langsing, tinggi dan cantik, siapa yang tidak ingin bersanding dengannya. Hubungannya dengan Windu yang sempat terputus akhirnya membawanya kembali kedalam pelukan lelaki itu. Windu yang selalu ada di saat-saat susahnya, di saat-saat terpuruknya. Windu yang selalu menyemangati hidupnya, Windu yang meredamkan amarah kesalahpahaman yang terjadi selama ini, dan Windu juga yang menguatkan dia dan ibunya. Sebegitu yakinnya Soraya jika Windu adalah pelabuhan cinta terakhirnya. Ketukan di pintu kamar menyadarkannya untuk bergegas merapikan penampilannya. Shesa masuk ke dalam kamar Soraya, dia tertegun dengan penampilan wanita yang sempat menjadi saingannya itu. "Ya ampun, cantik banget," ujar Shesa terpana. "Siapa yang bikin gaunnya," kekeh Soraya mengulurkan tangannya pada Shesa. "Makasih ya, ini luar biasa." Gaun pengantin dengan potongan tanpa lengan, dengan bagian da

  • Bercinta Denganmu   103. Jangan-jangan Kamu Hamil

    "Siapa?" tanya Soraya lagi. "Kalo marah kamu makin cantik," ujar Windu menggoda. "Nggak usa ngerayu!' "Aku ngga ngerayu, bahkan kamu memang lebih cantik dengan wanita tadi," ucap Windu mengendusi parfum di leher kekasihnya. "Jadi pengen." Tangan Windu sudah berada di bokong Soraya. "Nggak usah macem-macem, aku masih marah." "Kalo marah malah lebih hot," bisik Windu di telinga Soraya, yang membuat tubuh Soraya menegang. "Lepas nggak! Aku mau tau siapa perempuan tadi!" Soraya berusaha melepaskan dirinya dari Windu. "Kalo aku kasih tau, janji jangan marah ya?" Windu semakin menempelkan tubuhnya. "Hhmm." "Cium dulu tapi." "Win!" "Cium dulu," rengek Windu. Mau tidak mau, Soraya pun memberikan kecupan sekilas di bibir calon suaminya yang entah mengapa semakin hari semakin manja dan harus siap di layani. "Udah," ujar Soraya kesal. "Jadi siapa dia?" "Dia itu ... wedding organizer

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status