"Mertua idaman," sahut suara yang datang dari belakang tubuh Paula.
"Oh hai ... mantan calon mantu," balas Paula santai. "Terimakasih sudah datang ke acara ini," ujarnya lagi sambil tersenyum.
"Tante, apa kabar? sepertinya sedang bahagia-bahagianya ya," sindir Soraya.
"Ya seperti ini lah, kalo melihat keluarga bahagia sudah pasti Tante ikut bahagia. Kamu lihat ... ini," tunjuk Paula pada sisi ekor matanya, "sudah gak ada kerutan, ternyata perawatan mahal bisa kita kalahkan dengan hati yang bahagia," ujar Paula lagi-lagi membalas sindiran Soraya diikuti tawa dari teman-teman sosialita Paula.
"Semoga secepatnya dapat momongan ya, Jeng ... biar bahagianya tambah lengkap."
Mimik wajah Soraya jelas sekali terlihat kesal, dan dia yakin semua orang tahu isi hatinya saat ini.
Musik mengalun dengan tempo cepat, beberapa peragawati melangkah gemulai di atas catwalk. Satu per satu dari mereka membawakan rancangan desainer terkenal yang di t
Enjoy reading 😘
"Pa ...," sapa Alvin setelah mengetuk pintu ruang kerja Budiman siang itu. "Masuk, Vin," jawab Budiman. "Kita masih menunggu satu orang lagi," ujar Budiman lagi. "Siapa?" tanya Alvin bingung. "Ada apa, Pa?" Ketukan di pintu membuat keduanya menoleh ke asal suara. Windu, sang mantan pengacara melangkah masuk ke dalam ruangan. "Apa kabar, Vin?" Alvin menerima uluran tangan Windu dengan alis mengerut. "Baik, Win ... ada angin apa?" tanya Alvin. "Duduk dulu kalian," ujar Budiman beranjak dari kursi kerjanya bergabung di sofa. "Ada apa, Pa?" Lagi-lagi pertanyaan itu muncul kembali. "Papa minta Windu datang kesini untuk membahas perkara tentang Soraya. Entah kenapa sejak Pandu cerita dia mengunjungi Pandu beberapa waktu lalu, Papa menaruh curiga dengan dia," tutur Budiman. "Sebenarnya Alvin juga menaruh curiga pada Soraya, dan anehnya lagi kenapa saat acara kemarin Papa mengundangnya?" "Sengaja,
Untuk ke sekian kalinya Shesa keluar masuk kamar mandi. Sejak subuh rasa di perutnya tidak enak, entah karena salah makan semalam atau maagnya yang kembali kambuh. Alvin terbangun mendengar suara Shesa samar-samar dari kamar mandi. Lelaki itu beranjak menghampiri Shesa yang duduk lemas di sisi toilet. "Kenapa?" "Nggak tau, kayaknya salah makan atau kebanyakan makan," ujar Shesa memegangi perutnya. "Kan udah aku bilang, kamu makan kebanyakan," ujar Alvin membuka kotak obat di atas meja wastafel. "Sini, aku olesin minyak kayu putih," kata alvij dengan mata yang masih mengantuk. "Besok-besok kalo makan diingat-ingat ya, perut kamu itu nggak bisa langsung masuk makanan yang banyak." Alvin terus berceloteh namun tangannya juga tak berhenti membalurkan minyak itu ke perut dan dada Shesa. "Kamu kayak aki-aki, ngomel mulu," ujar Shesa memencet hidung suaminya itu. "Udah hangat belum?" "Udah ... minyaknya aku pegang aja, mau aku hirup b
Siang itu setelah dari butiknya, Paula dan Shesa mampir ke salon langganan mereka sekedar untuk memanjakan diri sejenak. "Sha, udah bilang ke Alvin kalo kita ke salon dulu, kan?" tanya Paula memastikan. "Udah, Ma ... Alvin juga sepertinya pulang agak malam, ada lembur biasalah akhir bulan." "Kemarin demam, malam ini lembur ... kadang Mama heran dengan lelaki-lelaki di rumah, semua sama." "Nggak apa-apa, Ma ... yang pentingkan jelas mereka ada dimana, dan lagi ngapain," ujar Shesa tersenyum menggoda ibu mertuanya. "Kamu minggu depan jadi balik lagi ke rumah kalian?" "Iya, nggak apa-apa kan, Ma ... sudah sebulan di tinggal semenjak dari Singapura." "Ya sudah lah ... mau gimana lagi," kata Paula dengan wajah kecewa. "Ma, jaraknya nggak jauh ... cuma satu kilometer dari rumah rumah Mama," ujar Shesa sambil menikmati pijatan di kepalanya. "Oh ya, katanya Anggi mau pulang akhir bulan ini ke Indonesia? Mama kasih
Soraya tertidur pulas di lengan Windu yang dia jadikan sebagai bantalan kepalanya, selimut tiis berwarna menutupi tubuh polosnya hingga dada. Bentuk buah dada yang sempurna tercetak dalam balutan selimut itu membuat Windu menggelengkan kepalanya. Hal gila yang harusnya terjadi hanya dalam khayalannya itu ternyata menjadi kenyataan. Setelah perpisahan mereka empat tahun lalu, ini lah untuk kali pertamanya mereka lakukan lagi hal seperti dulu. Windu mengeratkan pelukannya, tangannya yang menyusup ke dalam selimut seakan memberikan kehangatan penuh di tubuh Soraya. Soraya menggeliat ketika tangan Windu berada kembali di atas dadanya. Matanya terbuka perlahan, memandangi wajah Windu yang sudah tersenyum lebih dulu padanya. "Pagi," suara serak Windu membuyarkan lamunan Soraya yang masih terheran-heran mendapati dirinya berada di pelukan Windu. "Tadi malam—" "Iya, kamu yang minta," ujar Windu tersenyum mengusap bibir wanita itu. "Tapi—" "Ngg
Dekorasi taman hotel itu nampak indah. Barisan tempat duduk yang saling berseberangan tersusun begitu rapih. Para tamu undangan pun mulai banyak yang berdatangan. Sebenarnya ini hanya acara sederhana, mengingat pasangan ini bukanlah pasangan dari kalangan artis dan terkenal. Namun, mempunyai orang tua seorang pengusaha besar mau tidak mau Pandu harus menghormati Budiman Atmaja. Begitupun dengan Anggi yang kebetulan adalah adik dari Shesa yang notabene nya adalah seorang model dan karena kasus yang Shesa alami. Pandu beserta keluarga sudah berada pada deretan kursi yang berseberangan dengan deretan kursi keluarga Anggi. "Sayang, aku harusnya duduk sama mama dan Anggi kan?" tanya Shesa "Iya, tapi kan kamu bagian dari keluarga aku, Sayang," jawab Alvin terkekeh mengingat mertuanya dengan mertua sang kakak sama. Anggi berjalan anggun menuju tempat yang diperuntukkan untuknya. Mengenakan gaun berwarna putih dan rambut yang terurai, gadis itu
"Mas ... Mas Pandu," seru Alvin dari luar pintu kamar Pandu. Ketukan pintu itu membuat Pandu dan Anggi kelabakan harus bersikap seperti apa. Anggi merapikan piyamanya, begitu juga Pandu memakai kembali kaos dan boxer nya. "Mau apa sih anak itu," gerutu Pandu. "Udah, Sayang?" tanya nya pada Anggi agar tunangannya itu siap menghadapi yang terjadi jika pintu itu terbuka nanti. "Santai ya, jangan grogi," ujar Pandu lagi, Anggi hanya mengangguk. "Lama banget sih," ujar Alvin saat pintu kamar itu terbuka. Alvin tersenyum tipis kala matanya mendapati Anggi berada di dalam kamar itu dengan pakaian tidur. "Ngapain sih lo?" tanya Pandu. "Belum juga ngapa-ngapain, ganggu aja lo," bisik Pandu. "Lah ... nyalahin gue, lo kurang cepet gerakannya," kekeh Alvin. "Mama udah tidur, Nggi?" tanya Alvin iseng. "Udah, Mas." "Pantesan." Alvin tertawa. "Ngapain lo ke kamar gue?" "Temenin gue nyari bubur kacang
Hingar bingar musik begitu keras terdengar, Windu mengedarkan pandangannya mencari sosok wanita yang sudah empat hari ini mengganggu pikirannya. Terakhir bertemu lalu bercinta malam itu membuatnya menekatkan diri untuk mencoba memulai hubungan mereka kembali. Meskipun niat awalnya adalah mencegah aksi balas dendam Soraya. Matanya terpaku pada wanita dengan dress berbahan latex sedikit di bawah lutut, dengan model baju tanpa lengan dan bagian dada terbelah. Dress berwarna hitam yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Windu berjalan menghampiri Soraya yang berada di lantai dansa sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya seorang diri dan berada di bawah pengaruh alkohol. "Winwin ...," sapa Soraya saat melihat lelaki bertubuh tegap, berkulit putih lengkap dengan kacamata yang selalu dia kenakan. "Kamu selalu ada dimana pun aku berada," ujar Soraya dalam keadaan mabuk. "Sudah cukup, Ya ... aku antar kamu pulang," kata Windu merengkuh pinggang Soraya.
"Kita mulai dari awal, Aya," bisik Windu di balik telinga wanita yang sampai detik ini masih dia cintai. Soraya menahan napasnya, sentuhan tangan Windu di lengannya membuatnya kembali merasakan desiran-desiran yang semakin nyata mengalir di sekujur tubuhnya. "Aku nggak—" "Please, kita bahkan belum mencoba," ucap Windu lembut. Hembusan napas Windu yang hangat menerpa leher jenjang Soraya. Soraya memejamkan matanya, menahan rasa yang ada di hatinya. Ingin sekali dia berbalik dan memeluk lelaki itu, lelaki yang selalu menerima apa ada dirinya. Soraya melepaskan genggaman tangan Windu di lengannya lalu memutar tubuhnya. "Aku nggak bisa, Win ... hidup aku sudah hancur, keluarga aku hancur ... masih untung aku bisa berdiri seperti sekarang ini meski hati aku sakit melihat semua berantakan." "Karena kamu kuat, Ya ... karena kamu tangguh, kamu bukan wanita sembarangan, kamu hadapi ini sendirian itulah kenapa kamu masih berdiri me