Siang itu setelah dari butiknya, Paula dan Shesa mampir ke salon langganan mereka sekedar untuk memanjakan diri sejenak.
"Sha, udah bilang ke Alvin kalo kita ke salon dulu, kan?" tanya Paula memastikan.
"Udah, Ma ... Alvin juga sepertinya pulang agak malam, ada lembur biasalah akhir bulan."
"Kemarin demam, malam ini lembur ... kadang Mama heran dengan lelaki-lelaki di rumah, semua sama."
"Nggak apa-apa, Ma ... yang pentingkan jelas mereka ada dimana, dan lagi ngapain," ujar Shesa tersenyum menggoda ibu mertuanya.
"Kamu minggu depan jadi balik lagi ke rumah kalian?"
"Iya, nggak apa-apa kan, Ma ... sudah sebulan di tinggal semenjak dari Singapura."
"Ya sudah lah ... mau gimana lagi," kata Paula dengan wajah kecewa.
"Ma, jaraknya nggak jauh ... cuma satu kilometer dari rumah rumah Mama," ujar Shesa sambil menikmati pijatan di kepalanya.
"Oh ya, katanya Anggi mau pulang akhir bulan ini ke Indonesia? Mama kasih
Enjoy reading 😘
Soraya tertidur pulas di lengan Windu yang dia jadikan sebagai bantalan kepalanya, selimut tiis berwarna menutupi tubuh polosnya hingga dada. Bentuk buah dada yang sempurna tercetak dalam balutan selimut itu membuat Windu menggelengkan kepalanya. Hal gila yang harusnya terjadi hanya dalam khayalannya itu ternyata menjadi kenyataan. Setelah perpisahan mereka empat tahun lalu, ini lah untuk kali pertamanya mereka lakukan lagi hal seperti dulu. Windu mengeratkan pelukannya, tangannya yang menyusup ke dalam selimut seakan memberikan kehangatan penuh di tubuh Soraya. Soraya menggeliat ketika tangan Windu berada kembali di atas dadanya. Matanya terbuka perlahan, memandangi wajah Windu yang sudah tersenyum lebih dulu padanya. "Pagi," suara serak Windu membuyarkan lamunan Soraya yang masih terheran-heran mendapati dirinya berada di pelukan Windu. "Tadi malam—" "Iya, kamu yang minta," ujar Windu tersenyum mengusap bibir wanita itu. "Tapi—" "Ngg
Dekorasi taman hotel itu nampak indah. Barisan tempat duduk yang saling berseberangan tersusun begitu rapih. Para tamu undangan pun mulai banyak yang berdatangan. Sebenarnya ini hanya acara sederhana, mengingat pasangan ini bukanlah pasangan dari kalangan artis dan terkenal. Namun, mempunyai orang tua seorang pengusaha besar mau tidak mau Pandu harus menghormati Budiman Atmaja. Begitupun dengan Anggi yang kebetulan adalah adik dari Shesa yang notabene nya adalah seorang model dan karena kasus yang Shesa alami. Pandu beserta keluarga sudah berada pada deretan kursi yang berseberangan dengan deretan kursi keluarga Anggi. "Sayang, aku harusnya duduk sama mama dan Anggi kan?" tanya Shesa "Iya, tapi kan kamu bagian dari keluarga aku, Sayang," jawab Alvin terkekeh mengingat mertuanya dengan mertua sang kakak sama. Anggi berjalan anggun menuju tempat yang diperuntukkan untuknya. Mengenakan gaun berwarna putih dan rambut yang terurai, gadis itu
"Mas ... Mas Pandu," seru Alvin dari luar pintu kamar Pandu. Ketukan pintu itu membuat Pandu dan Anggi kelabakan harus bersikap seperti apa. Anggi merapikan piyamanya, begitu juga Pandu memakai kembali kaos dan boxer nya. "Mau apa sih anak itu," gerutu Pandu. "Udah, Sayang?" tanya nya pada Anggi agar tunangannya itu siap menghadapi yang terjadi jika pintu itu terbuka nanti. "Santai ya, jangan grogi," ujar Pandu lagi, Anggi hanya mengangguk. "Lama banget sih," ujar Alvin saat pintu kamar itu terbuka. Alvin tersenyum tipis kala matanya mendapati Anggi berada di dalam kamar itu dengan pakaian tidur. "Ngapain sih lo?" tanya Pandu. "Belum juga ngapa-ngapain, ganggu aja lo," bisik Pandu. "Lah ... nyalahin gue, lo kurang cepet gerakannya," kekeh Alvin. "Mama udah tidur, Nggi?" tanya Alvin iseng. "Udah, Mas." "Pantesan." Alvin tertawa. "Ngapain lo ke kamar gue?" "Temenin gue nyari bubur kacang
Hingar bingar musik begitu keras terdengar, Windu mengedarkan pandangannya mencari sosok wanita yang sudah empat hari ini mengganggu pikirannya. Terakhir bertemu lalu bercinta malam itu membuatnya menekatkan diri untuk mencoba memulai hubungan mereka kembali. Meskipun niat awalnya adalah mencegah aksi balas dendam Soraya. Matanya terpaku pada wanita dengan dress berbahan latex sedikit di bawah lutut, dengan model baju tanpa lengan dan bagian dada terbelah. Dress berwarna hitam yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Windu berjalan menghampiri Soraya yang berada di lantai dansa sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya seorang diri dan berada di bawah pengaruh alkohol. "Winwin ...," sapa Soraya saat melihat lelaki bertubuh tegap, berkulit putih lengkap dengan kacamata yang selalu dia kenakan. "Kamu selalu ada dimana pun aku berada," ujar Soraya dalam keadaan mabuk. "Sudah cukup, Ya ... aku antar kamu pulang," kata Windu merengkuh pinggang Soraya.
"Kita mulai dari awal, Aya," bisik Windu di balik telinga wanita yang sampai detik ini masih dia cintai. Soraya menahan napasnya, sentuhan tangan Windu di lengannya membuatnya kembali merasakan desiran-desiran yang semakin nyata mengalir di sekujur tubuhnya. "Aku nggak—" "Please, kita bahkan belum mencoba," ucap Windu lembut. Hembusan napas Windu yang hangat menerpa leher jenjang Soraya. Soraya memejamkan matanya, menahan rasa yang ada di hatinya. Ingin sekali dia berbalik dan memeluk lelaki itu, lelaki yang selalu menerima apa ada dirinya. Soraya melepaskan genggaman tangan Windu di lengannya lalu memutar tubuhnya. "Aku nggak bisa, Win ... hidup aku sudah hancur, keluarga aku hancur ... masih untung aku bisa berdiri seperti sekarang ini meski hati aku sakit melihat semua berantakan." "Karena kamu kuat, Ya ... karena kamu tangguh, kamu bukan wanita sembarangan, kamu hadapi ini sendirian itulah kenapa kamu masih berdiri me
"Sayang," panggil Alvin saat dia masuk ke dalam kamarnya dan tidak mendapati Shesa di dalam sana. "Shesa," panggil Alvin lagi sambil mengetuk pintu kamar mandi. Shesa keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat, sore ini entah sudah berapa kali dia memuntahkan isi perutnya. Semenjak kepulangan mereka dari Bali dua hari lalu Shesa termasuk sering muntah hingga membuatnya semakin lemas. "Muntah lagi?" tanya Alvin. "Iya, nggak enak banget, Vin." "Kita ke dokter aja ya," ajak Alvin. "Seharian ini udah berapa kali kamu begini, Sayang," ujar Alvin menguncir rambut panjang Shesa. "Nggak tau," jawab Shesa dengan mata berkaca-kaca. "Ya udah sekarang siap-siap, kita ke dokter," kata Alvin memberikan kecupan di kening Shesa lalu meninggalkannya sebentar di sana. "Vin," panggil Paula saat Alvin keluar dari kamarnya. "Ya, Ma." "Gimana Shesa? kata bibik seharian ini dia muntah-muntah." "Iya, Ma. Ini kita mau ke do
Kandungan Shesa sudah memasuki umur tiga bulan, tubuh wanita itu tidak banyak berubah masih terlihat langsing, namun belakangan sudah nampak segar. "Kak," panggil Anggi dari balik pintu kamar Shesa. "Masuk, Nggi." "Udah siap?" tanya Anggi. "Sebentar lagi, one more touch," ujar Shesa menyapukan kuas blush-on pada tulang pipinya. "You look so gorgeous," ucap Anggi, membelai rambut indah milik kakaknya. "You too," balas Shesa lalu berdiri memeluk Anggi. "Setelah memberitahukan kabar gembira ini sama papa, berjanji sama Kakak, kamu akan selalu berbahagia, ya." Binar mata Shesa tidak dapat di ungkapkan dengan kata-kata. Baginya setelah kehilangan dan kehancuran yang pernah dia alami mendapatkan kembali keluarganya adalah suatu keajaiban yang Tuhan berikan padanya. "Ayo, Mas Pandu dan Mas Alvin udah nunggu kita di sana," ajak Anggi. Hari ini Shesa mengantarkan Anggi bertemu dengan ayah mereka. Pandu memohon rest
Haru biru pertemuan keluarga ini membawa dampak baik untuk hubungan mereka. Alvi dan Pandu ikut merasakan kebahagiaan keluarga itu, sedikit banyak merekalah yang berperan menyatukannya. "Papa hanya meminta pada kalian berdua, tolong cintai anak-anak Papa ini, jangan lagi mengulangi kesalahan yang sama seperti yang Papa lakukan pada mereka. Papa meminta dengan sangat bahagia kan anak-anak, Papa," ujar Gunawan terisak. "Papa, serahkan kedua putri Papa pada kalian," katanya lagi menghapus air matanya. Alvin dan Pandu menjawab dengan anggukan dan ekspresi wajah yang sungguh-sungguh sudah cukup bagi Gunawan. "Waktunya sudah habis," ujar petugas jaga. "Papa sehat-sehat ya," ujar Shesa. "Papa harus sehat, kita akan bertemu lagi nanti," kata Anggi memberikan kecupan pada pipi Gunawan. "Aku masih mencoba mengajukan beberapa remisi dan pembebasan bersyarat, ini masih kita diskusikan dengan tim pengacara, Papa sabar ya," ujar