Kita tidak pernah tahu kehidupan apa yang akan kita jalani, masalah apa yang akan kita hadapi, serta bagaimana caranya kita bisa melalui semua itu. Shesa melaluinya dengan kesendirian hingga akhirnya Alvin datang bagaikan malaikat tanpa sayap di dalam kehidupannya. Menerima seutuhnya kelebihan bahkan kekurangan Shesa, begitu pun Shesa menerima semua masa lalu Alvin.
Dan, disinilah mereka di sebuah taman yang di dekorasi begitu cantiknya ... Alvin berdiri tegak, lelaki dengan postur tubuh ideal itu menggunakan jas berwarna hitam, dia terlihat gagah menanti kedatangan kekasihnya.
Dia berdiri tepat di ujung karpet di sepanjang hamparan bunga berwarna putih, jalan yang akan mengantarkan Shesa kepadanya. Menantikan wanita itu berjalan anggun menuju padanya.
Shesa begitu cantik dengan balutan gaun sederhana berwarna putih, helaian rambut yang terjuntai di tiup angin itu seakan melambai-lambai. Shesa tersenyum, kala matanya tertuju pada lelaki yang dia cintai
Enjoy reading 😘
"Jadi Mama besok udah mau pulang ke Tasikmalaya?" tanya Shesa saat makan pagi di rumahnya. Satu minggu semenjak pernikahannya dengan Alvin, Wulan memang pernah mengatakan pada Shesa akan pulang menengok usaha restorannya di Tasikmalaya. "Sebentar aja paling satu minggu, setelahnya Mama kesini lagi ... usaha itu kan sudah Mama percayakan juga ke saudara almarhum ayah tiri kamu, biar mereka saja yang menjalankan Mama tinggal memantau, Mama juga sudah capek, Sha ... sudah waktunya Mama istirahat, nimang cucu," ujar Wulan penuh harap. "Doain, Ma ... semoga secepatnya kita bisa kasih cucu ke Mama," jawab Alvin menggenggam erat tangan Shesa. "Aku mau coba ke dokter, Vin. Boleh? mau tau aja apa aku sehat, siap nggak rahimnya, boleh ya?" "Boleh aja, kapan? besok ya, kalo hari ini kan aku ada meeting," ujar Alvin, Shesa pun mengangguk. "Kamu masih mau terus kerja, Sha?" tanya Wulan. "Shesa kayaknya mau buka butik aja, Ma ... kan kalo da
Bel berbunyi beberapa kali di apartemen Anggi, gadis itu masih mengenakan bathrobe dan handuk yang tergulung membalut rambutnya. Waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi, hari ini gadis itu harus mengikuti dua mata kuliah di kampusnya. "Siapa, sih? perasaan nggak ada janji temu dengan orang," gumamnya lalu melihat dari lubang kecil yang ada di daun pintu apartemennya. "Hah? Mas Pandu?" "Mas Pandu," pekik Anggi saat membuka pintu dan memeluk kekasihnya itu. Dua minggu menahan rindu bukanlah hal gampang untuk Anggi dan Pandu setelah terakhir mereka bertemu di Indonesia. "Kak Shesa bilang mereka lusa baru kesini, kok kamu kesini duluan?" tanya Anggi yang belum melepaskan pelukannya. "Nggi, aku nggak di suruh masuk dulu nih? Aku capek loh? Dua jam lebih di atas plus delay, belum sarapan, lapar." Pandu merengek dengan wajah mengiba. "Kasian banget pacar aku ini, ayo masuk ... kamu bawain aku apa?" tanya Anggi. "Tanyain kabar dulu, mala
"Sayang, kamu selalu deh lama ... Mama udah nungguin di bawah," ujar Shesa pada Alvin yang baru saja mengancingkan baju kemejanya. Alvin hanya tersenyum, dia tahu betul jika istrinya itu selalu marah jika menunggunya terlalu lama. "Pesawat jam berapa sih?" "Jam 11," jawab Shesa membantu suaminya mengancingkan kancing kemejanya. "Jam 11? Ini baru jam 8, Sayang," ujar Alvin mencolek ujung hidung Shesa. "Ya setidaknya kita udah siap," gerutu Shesa. "Jangan manyun gitu bibirnya," kata Alvin mengangkat dagu istrinya itu lalu menautkan bibir mereka. Ciuman menghanyutkan pagi itu akan lebih lama lagi jika Shesa tidak ingat sang Mama sudah menunggu mereka di teras rumah. "Udah?" tanya Alvin tersenyum kala melihat Shesa terhanyut dengan ciuman yang dia berikan. "Udah," jawab Shesa tersenyum. Pukul dua siang, Shesa, Alvin dan Wulan sudah berada di Singapura. Pandu dan Anggi sudah menunggu mereka di sana. Kening Al
Pandu duduk si sofa ruang tengah apartemen Anggi, dia menunggu Anggi dan Wulan pulang dari swalayan siang itu. Tiga hari sudah lelaki itu berada di Singapura, berbagai macam ide bersemayam di benaknya jika dia pulang nanti ke Indonesia. Mulai dari menemui kedua orang tuanya hingga acara lamaran resmi yang akan dia lakukan di Pulau Bali nanti. Tiga kali bel berbunyi, namun lamunan Pandu sepertinya masih merajai benaknya. Hingga ketukan di pintu bertubi-tubi menyadarkan lelaki itu akan lamunannya. "Mas, kemana aja?" tanya Anggi saat Pandu membuka pintu apartemen itu. "Lagi di kamar mandi, sini aku bawain ... Pandu bantu, Tante," ujar Pandu meraih paper bag berisi sayuran, roti dan barang belanjaan lainnya. "Malam ini, kita makan malam di rumah aja ya, Tabte masakin kalian masakan spesial, nanti Anggi telpon Kak Shesa suruh mereka kesini," ujar Wulan. Pukul tujuh malam, Shesa dan Alvin sudah berada di apartemen Anggi. Hidangan yang di buat oleh W
"Mama dimana?" tanya Pandu pada Anggi yang sedang membereskan piring-piring bersih untuk di letakkan kembali pada rak. "Ikut Kak Shesa sama Mas Alvin, mau liat Singapura di waktu malam," jawab Anggi. "Berarti ada kesempatan buat kita berdua," ujar Pandu memeluk Anggi dari belakang. "Mending bantuin aku naruh piring-piring ini ke sana," ujar Anggi menunjuk sudut meja dapur agar Pandu membantunya. "Kalo aku nggak mau gimana?" tanya Pandu mengeratkan pelukannya. Tangan lelaki itu sudah dengan mudahnya menyelusup masuk ke dalam pakaian Anggi. Gadis yang hanya memakai summer dress sebatas dengkul itu kita sedang menikmati cumbuan kekasihnya yang menelusuri leher jenjang miliknya. "Lusa aku pulang, kamu nggak mau kita melakukan sesuatu?" lirih Pandu memutar tubuh Anggi menghadap padanya. Berkali-kali Anggi menciumi bibir kekasihny
"Fly me too the moon, Mas," desah Anggi saat keintiman mereka mulai merajai satu dengan yang lainnya. "Aku bakal pelan-pelan," ujar Pandu menatap lembut netra Anggi lalu melumat kembali bibir gadis itu. Pandu menyusuri leher jenjang milik Anggi, mengecupinya tanpa ada sela. Anggi bergerak semakin tak beraturan, tubuhnya meremang kala pijatan tangan Pandu berada di atas dadanya. Mata mereka sama-sama sendu, sama-sama mendambakan rasa ingin saling memiliki. Pandu menciumi setiap lekuk tubuh gadis itu, turun ke bawah mendaratkan ciuman tepat di atas perut gadis itu. Pandu menghentikan sejenak kegiatannya, kembali dia pandangi wajah kekasihnya yang sudah memerah, merona. Tangan Anggi mencengkeram lengan kokoh milik Pandu itu perlahan semakin erat. Matanya terpejam dengan bibir bawah yang Anggi gigit seakan menahan pertahanan inti tubuhnya. Perasaan takut tapi ingin bercampur menjadi satu. Lirih halus suara gadis itu seperti alunan musik yang terde
"Pagi Ma, Pa," sapa Pandu yang masih mengenakan setelan celana pendek dan kaos oblongnyo. Lelaki berumur 30 tahun itu masih berdiri di satu anak tangga saat mendapati kedua orangtuanya sedang berbincang di ruang makan pagi itu. "Papa nggak dengar kamu pulang," ujar Budiman. "Sampe jam 10 tadi malam, aku langsung masuk ke kamar. Mama sehat?" tanyanya mencium pucuk kepala ibu sambungnya itu. "Sehat," ujar Paula memberikan satu sendok nasi goreng pada piring di hadapan Pandu. "Pake telur?" tanyanya pada anak tiri kesayangannya. Pandu hanya mengangguk, mendapatkan perlakuan yang adil sedari kecil dari Paula membuatnya sangat menyayangi wanita itu. Paula selalu memberikan yang terbaik untuk kedua anaknya, termasuk jodoh. Sayangnya, jodoh yang Paula berikan saat itu malah membuat Pandu sempat pergi meninggalkan mereka. "Gimana usaha kamu?" tanya Budiman. "So far so good, Pa ... masih tiga cabang, itu juga aku masih butuh banyak
"Ma, sop iga nya udah selesai," ujar Shesa sore itu di dapur. Paula yang baru saja kembali dari kamarnya segera menghampiri Shesa. "Ya udah nanti biar si bibik yang menghidangkan di meja makan," kata Paula pada menantunya itu. "Shesa bangunin Alvin dulu ya, Ma," ujar Shesa dijawab dengan anggukan Paula. Semenjak pulang dari Singapura empat hari yang lalu, Paula meminta mereka sementara tinggal di rumahnya. Kebetulan saja Budiman sedang mengadakan perjalanan keluar negeri, jadi Paula ada alasan meminta Alvin dan istrinya untuk menemaninya. Pintu kamar itu Shesa buka perlahan, Alvin masih terbaring di ranjang dengan selimut yang membalut tubuhnya. Pelan Shesa menaiki tempat tidur itu, memainkan anak-anak rambut suaminya. "Sayang, bangun yuk," bisik Shesa di telinga Alvin, lalu dia memberikan kecupan di pipi suaminya. Alvin menggeliat, meregangkan otot-otot tubuhnya lalu memeluk Shesa yang berada di sampingnya. "Kenapa bar