Apa yang harus kulakukan untuk membuat mas Bara semakin tertarik padaku. Rasanya sangat tidak sabar menunggu datangnya waktu untuk mengungkapkan isi hatiku pada mas Bara. Aku sudah tidak mau peduli lagi pada sesuatu yang mungkin akan terjadi jika aku benar-benar memulai hubungan terlarang ini.Kalau mas Bara sudah membalas perasaanku apa lagi yang membuat suatu hubungan terlarang? Orang lain yang akan melarang dan orang lain itu tidak ada hubungannya dengan kami, ya kami itu aku dan mas Bara. Terserah kami mau apa.Aku memeluk mas Bara dari belakang, mas Bara sepertinya terkejud. Dia memegang tanganku yang melingkar di pinggangnya. Perlahan di lepaskan tanganku dengan lembut. Mas Bara membuatku menjadi berhadapan dengannya. Siang ini aku tahu mas Bara akan pulang, jadi aku sudah mengatur semuanya. Mbak Alya yang salah, dia yang memberikan kesempatan ini. Dia meneleponku saat aku masih di kampus. Mbak Alya bilang akan mengajak mbak Siti untuk belanja, katanya banyak barang di toko yang
Selanjutnya aku benar-benar menjalin hubungan dengan mas Bara, kakak iparku. Aku semakin tergila-gila padanya. Dia benar-benar lelaki yang membuatku selalu tergoda untuk selalu bersamanya.Sayangnya, dia adalah milik mbak Alya. Dan mbak Alya adalah pemilik sahnya mas Bara. Aku hanyalah selingannya saja. Waktuku dengan mas Bara hanya sedikit saja, itu pun harus dengan cara mencuri. Perasaan was-was juga selalu ada, kami sama-sama takut mbak Alya mengetahui permainan kami. Terkadang aku ingin tinggal di suatu tempat dan sendiri saja. Biar aku lebih leluasa untuk bertemu dan bersama mas Bara. Tetapi alasan apa yang kupakai untuk mengatakan keinginanku itu. Pasti ibu atau pun mbak Alya tidak akan setuju. Akan menambah biaya kalau aku tinggal di tempat kos. Aku jadi sering sakit kepala jadinya memikirkan itu.Apa lagi saat melihat mas Bara dan Mbak Alya bermesraan, ingin sekali kukatakan kalau aku juga berhak atas mas Bara pada mbak Alya. Tapi apa jadinya kalau itu terjadi. Yang ada aku h
"Aku seperti mau sakit, Mbak. Aku tidak ke kampus hari ini, mau istirahat saja."Mbak Alya panik melihat kondisiku yang lemah dan mukaku yang pucat. Dia meraba dahiku."Kita ke dokter saja, Aruna. Mbak takut kamu kenapa-napa. Nanti bisa-bisa ibu marah dikiranya aku tak bisa menjagamu.""Tidak usah, Mbak. Sepertinya hanya masuk angin. Kalau nanti aku merasa kurang baik aku akan pergi ke dokter.""Baiklah, sekarang tidurlah. Kau sudah makan belum?""Tadi sudah, Mbak. Tapi muntah, nanti kalau sudah enakan aku makan lagi.""Panggil mbak Siti kalau ada perlu, mbak di depan tak akan bisa dengar suaramu.""Iya, Mbak. Jangan khawatir, Mbak Alya teruskan saja kerjanya."Mbak Alya menyelimuti tubuhku kemudian meninggalkanku sendiri di kamar. Aku juga tidak tahu dengan apa yang terjadi pada tubuhku. Aku tidak makan apa-apa yang asing seingatku atau pun aku merasa kelelahan. Sepertinya kegiatanku akhir-akhir ini biasa-biasa saja.Kembali rasa mual itu menyiksa perutku, aku langsung berlari ke kam
Ini untuk pertama kalinya aku menampar seseorang. Gambar tanganku melekat di pipi mas Bara, sama seperti yang dilakukannya padaku beberapa menit yang lalu, aku pun melakukannya juga."Kau sadar dengan yang kau katakan? Masalah ini akan menjalar ke mana-mana jika kau ingin teruskan niatmu itu!""Tapi, Aruna. Masalah ini akan selesai dengan cara itu. Dan kita akan bisa terus bersama-sama lagi.""Apa kau kira aku akan tetap mau bersama dengan orang yang akan membunuh anakku?""Itu untuk kebaikanmu juga, Kau bisa meneruskan kuliahmu. Kau bisa menggapai cita-citamu. Kalau kau meneruskan kehamilan ini, kau akan putus kuliah, kau hanya akan menjadi ibu.""Aku tidak butuh kuliah. Kau dengar? Alasan apa pun tidak akan bisa mengurungkan niatku untuk melahirkan bayi ini."Ucapku dengan pasti. Mas Bara kebingungan."Baiklah, kita bisa memikirkanya nanti. Sebaiknya kita pulang. Alya akan curiga karena kau meninggalkan rumah sudah cukup lama.""Kau tak usah sok perhatian padaku, Mas. Aku bisa mengat
"Sepertinya Mas sengaja menghindar dariku.""Aku sedang banyak pekerjaan, Aruna. Ada satu toko yang kerampokan, aku harus berurusan dengan polisi untuk masalah itu. Belum lagi harus mengurus asuransi dan lain sebagainya.""Tapi tidak harus mengabaikan aku kan, Mas?""Jangan membuat masalah bertambah, Aruna.""Mas kau belum juga memberikan jawabanmu. Apa keputusanmu untuk masalah kita. Kau akan menceraikan mbak Alya atau meminta persetujuannya untuk dipoligami."Aku melihat mas Bara mendesah dengan gelisah, aku yakin dia belum melakukan apa pun."Kalau Mas tidak berani, biar aku saja yang bicara pada mbak Alya.""Jangan, apa jadinya nanti Aruna. Keluarga kita akan saling menyalahkan dan pertengkaran besar akan terjadi.""Lalu aku harus menunggu lagi setelah aku sangat kesulitan bahkan hanya untuk menemuimu dan bicara saja.""Biar aku mencari waktu yang baik untuk bicara dengan Alya.""Waktunya yang baik itu seperti apa, Mas. Waktu perutku sudah membesar dan mbak Alya akan mengetahui keh
Hari ini aku berhasil menemui orang tua mas Bara di tokonya. Kebetulan sekali aku sedang ada tugas membuat makalah. Aku berhasil membujuk teman-temanku untuk berbelanja bahan-bahannya ke toko orang tuanya mas Bara. Aku bilang saja pada mereka kalau harga di sana jauh lebih murah dibandingkan dengan toko yang lainnya. Terlebih dahulu aku menyelidiki hari apa saja sang bos datang ke toko yang letaknya tidak jauh dari kampusku itu. Kata yang jaga setiap Kamis dan Minggu saja. Baiklah, kalau Minggu aku jarang ada jam, makanya aku mengambil hari Kamis untuk ke sana. Banyak yang menitip padaku. Tidak apalah, aku nanti membawa beban yang lumayan berat yang penting niatku untuk bertemu calon mertua terlaksana."Selamat siang, Mbak.""Siang juga, Mbak. Ada yang bisa saya bantu.""Saya membutuhkan barang yang ada dalam catatan ini, tolong di periksa. Jika semua tersedia di sini saya mau membelinya. Kalau ada yang tidak tersedia tolong coret saja Mbak. Karena ini bukan barang saya saja.""Iya, M
"Kau mau ke mana, Aruna?"Tanya mas Bara, dia sengaja menghentikan langkahku yang sudah mencapai pinggir jalan raya. Aku sedang menunggu ojol yang sudah kupesan tadi."Aku mau main, Mas.""Kenapa kau banyak main sekarang, apa kau tidak mengkhawatirkan kandunganmu?"Aku tidak tahu mengapa mas Bara tiba-tiba menunjukkan perhatiannya pada janin yang pernah di tolaknya. Apa dia sudah berubah pikiran atau ini hanya akal bulusnya."Dia anak yang kuat, dia akan selalu bertahan untuk mendapatkan haknya.""Kamu ini bicara apa, ayo kita pulang. Istirahatlah dengan cukup. Baru saja kau pulang. Ini sudah mau pergi lagi.""Aku sudah pesan ojol, lagi pula apa urusanmu Mas?""Kan bisa dibatalkan. Aku berhak mengatur kamu karena kau sedang membawa bayiku.""Aku akan masuk dan mematuhimu kalau kita saat ini juga menemui mbak Alya untuk menyelesaikan masalah ini."Kataku tegas, seperti yang kuduga mas Bara hanya berdecak kesal padaku. Bisanya cuma mengatur, dimintai tanggung jawab susahnya minta ampun,
Aku merasa heran dengan orang-orang di sekelilingku. Mengapa mereka bersedih di saat aku akan melangsungkan pernikahanku dengan mas Bara. Ayah dan ibu tidak menunjukkan rasa bahagia mereka sama sekali, padahal aku si bungsu mereka akan segera melepas masa lajangku. Tidak ada suasana seperti waktu mbak Alifia atau mbak Alya mau menikah.Aku diantarkan pulang oleh mbak Alya setelah kejadian di rumah orang tua mas Bara waktu itu, mbak Alya tidak mengatakan apa-apa kepada ayah dan ibu. Mbak Alya hanya menyampaikan kalau mulai hari ini aku akan kembali tinggal di rumah mereka. Hanya itu yang dikatakannya kemudian langsung pergi, entah pulang ke rumahnya atau ke mana aku tidak tahu.Ayah dan ibu yang tidak mengetahui kalau telah terjadi hal besar, mereka hanya membiarkankanku saja. Mungkin mereka mengira mbak Alya marah dan memulangkanku karena aku bandel dan susah diatur.Pada malam harinya, orang tua mas Bara datang ke rumahku. Sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh mbak Alya, aku