LOGIN"Mungkin kecurigaan kamu berlebihan, Mel. Bisa jadi Roy sedang banyak tugas, sehingga ia terlihat begitu lelah dan butuh istirahat. Saran aku nih, buang jauh-jauh curiga kamu, toh selama ini hubungan kalian baik-baik saja." Seorang sahabat baik Amella memberi nasehat ketika mereka sedang duduk santai di balkon kamar Amella di lantai dua rumah mewah milik Amella. Dialah Alya, mahasiswi pintar dan cerdas yang selalu menemani Amella di setiap waktu senggang. Alya di minta datang oleh Amella ke rumahnya.
"Entahlah, mungkin memang benar aku yang terlalu berlebihan dalam menyikapi perubahan sikap Roy. Sebenarnya bukan perubahan sikapnya saja yang menggangu pikiranku, tapi ..." Amella tidak melanjutkan ucapannya, karena hal tersebut bersifat sangat pribadi dan sensitif. Jujur, Amella malu untuk mengungkapkannya, walaupun Alya adalah teman dekatnya sendiri. "Tapi apa?" tanya Alya sambil menatap wajah Amella, menunggu kata selanjutnya. Amella menunduk malu, wajahnya bersemu merah. "Tapi apa, Mel? Kamu gak percaya aku?" Alya mengulang pertanyaannya, tatapannya semakin lekat pada Amella yang semakin menunduk. "Aku malu, Al. Entah itu aku yang buat sendiri tanpa sadar," jawab Amella sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Buat apa sih? Bingung deh, sebenarnya masalah apa yang terjadi antara kalian?" Alya tidak mengerti apa yang terjadi pada sahabatnya tersebut. Amella sepetinya sangat terganggu dengan perubahan sikap Roy, namun ia tidak berani untuk berterus terang. "Ruam merah di leher Roy, itu sih sebenarnya yang menggangu pikiranku. Entah aku yang buat tanpa sadar, atau memang aku yang terlalu takut jika Roy punya cewek lain selain aku," jawab Amella dengan wajah memerah seperti kepiting rebus. Alya membelalakkan matanya menatap sang sahabat, tak menduga bahwa Amella sudah sampai sejauh itu menjalani hubungan dengan Roy. Dalam pandangannya selama mengenal Amella, hubungan cinta mereka terlihat biasa saja. "Astaga, Mel. Kalian sudah melakukannya? Ntar hamil lho," tanya Alya sembari menatap lekat wajah Amella yang semakin memerah karena malu. "Apaan sih? Cuma sebatas ciuman doang, gak lebih. Sampai sekarang aku masih suci, Al." Amella balas menatap Alya untuk meyakinkan sahabatnya tersebut kalau hubungannya dengan Roy masih dalam batas kewajaran. "Sampai membekas merah di leher?" Sambil tersenyum simpul Alya bertanya, hal tersebut membuat Amella jadi salah tingkah karena merasa di ledek Alya. "Itu dia yang membuat aku jadi kepikiran, perasaan aku gak melakukan itu. Kalau bukan aku, lalu siapa?" Akhirnya Amella tidak bisa lagi menyembunyikan apa yang menggangu pikirannya. Alya yang tadinya sempat berpikir bahwa hubungan sahabatnya tersebut dengan Roy sudah terlanjur jauh hingga melakukan hal yang belum pantas mereka lakukan, sekarang paham kenapa Amella begitu memikirkan perubahan sikap Roy. Baginya sangat wajar jika Amella menaruh kecurigaan pada orang yang sangat ia cintai. "Alya, gimana? Bantuin dong, malah diam," ujar Amella minta pendapat sahabatnya tersebut. Amella mengerucutkan bibirnya ketika melihat Alya terdiam sambil memikirkan sesuatu. "Kamu yakin kalau ruam merah di leher Roy itu bukan kamu yang buat?" tanya Alya setelah terdiam sejenak. "Yakin sih, tapi agak ragu juga," jawab Amella meringis sambil menggaruk tengkuknya sendiri. Antara yakin dengan tidak karena saat bermesraan dengan Roy ia nyaris hilang kendali. Sementara Alya berpikir sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya sendiri. "Gini aja, gimana kalau kita awasi Roy secara diam-diam. Nanti aku minta bantuan Enda deh." Amella kaget ketika Alya ngomong tiba-tiba menyampaikan idenya untuk mengawasi Roy, sampai-sampai Alya ingin melibatkan Enda kekasihnya yang berprofesi sebagai ojek online sehabis pulang kuliah. "Astaga, bikin kaget aja! Ngomongnya biasa aja napa? Gak harus dadakan gitu. Tapi ide kamu bagus juga sih," jawab Amella di balas senyum simpul Alya. "Tapi, apa Enda mau bantuin masalah yang beginian? tanya Amella lagi, karena ia tau bahwa Enda menjadi ojek online sepulang kuliah untuk mencari uang tambahan guna mencukupi kebutuhannya selama kuliah. Amella tidak ingin mengganggu pekerjaan sampingan pacar sahabatnya tersebut. "Maulah Mel, kalau aku yang minta. Lagian sambil keliling juga kan cari penumpang?" jawab Alya meyakinkan Amella bahwa Enda tidak akan merasa terganggu pekerjaannya sambil mengawasi Roy. "Al, aku tau Enda kerja sampingan untuk mencari tambahan uang saku. Anggap saja aku penumpangnya, tugasnya cuma ngawasi Roy kemana aja. Gak papa kan?" Amella tidak enak hati melibatkan Enda kekasih Alya dalam masalah pribadinya. "Gak usah pikirkan itu, Mel. Enda gak perhitungan seperti itu kok, apalagi menyangkut kepentingan kamu. Kita berdua sama, tetap peduli sama kamu dalam keadaan apapun juga," jawab Alya sambil merangkul pundak Amella, memberikan dukungan kepada sahabatnya tersebut. "Makasih Al, walaupun nantinya aku gak tau harus gimana jika kecurigaan aku ini nantinya ternyata benar. Aku rasanya gak sanggup menerima kenyataan kalau Roy mengkhianati aku, karena aku sangat mencintainya." Karena saking cintanya pada Roy, Amella menitikkan air mata dalam rangkulan Alya. "Sudah, jangan pikirin macem-macem dulu. Semoga saja Roy tidak seperti itu," jawab Alya sembari menepuk pelan punggung Amella dalam rangkulannya. Balkon kamar Amella hening untuk sesaat, Amella sibuk dengan pikirannya sendiri. Tak habis pikir kenapa Roy yang ia cintai sejak di SMA, sekarang seperti menyimpan rahasia. Sambil menyusup sisa air matanya, Amella membuka aplikasi chat. Hatinya berdenyut sakit ketika melihat status online di kontak Roy, entah sedang chat dengan siapa. Sementara Alya lansung menghubungi Enda kekasihnya untuk minta bantuan mengawasi Roy. Alya menceritakan pada Enda tentang perubahan sikap Roy yang membuat Amella curiga. Terang saja Enda merasa geram jika saja Roy berani mengkhianati Amella. Amella berusaha untuk tetap tenang sebelum menghubungi Roy yang sedang online. Ia merenung sejenak sambil merangkai kata-kata yang ingin ia tanyakan pada Roy, online dengan siapa. "Lihat Al, dari tadi online terus. Entah sedang chat dengan siapa? Sepertinya sibuk banget, Roy kok jadi aneh gini sekarang?" Amella memperlihatkan layar ponselnya pada Alya, terlihat Roy sedang online. Elya melihat sekilas pada layar ponsel, kemudian menatap sahabatnya tersebut sambil berkata. "Sabar ya Mel. Enda sudah mulai bekerja mengawasi Roy secara diam-diam. Apapun hasilnya nanti kamu harus kuat menerimanya, harapan aku sih semua kecurigaan kamu ini salah, dan Roy tidak mengkhianati kamu," ujar Alya sambil meletakkan tangannya di pundak Amella agar sahabatnya tersebut tetap baik-baik saja bersama Roy. Amella tertunduk sedih, bulir bening mulai bergulir di pipinya. Dalam hati ia juga berharap apa yang menjadi beban pikirannya tentang Roy, semuanya bohong. Ia sangat berharap Roy tidak berubah dalam mencintainya, dan tidak berpaling pada gadis lain, karena selain sangat mencintai, tidak sedikit pengorbanannya untuk Roy supaya tetap bisa sama-sama kuliah di kampus yang sama. Bersambung ..."Apa maksud kamu mengirim pesan ancaman padaku? Aku tidak melakukan apapun, apa yang harus aku pertanggung jawabkan?" Roy mondar-mandir dalam kamar sembari berbicara lewat ponsel, karena tidak tenang terhadap ancaman Shinta melalui pesan singkat ke ponselnya, Roy menghubungi janda muda tersebut yang telah ia selamatkan dalam keadaan mabok berat."Kamu tidak melakukan apapun padaku, sedangkan hanya kita berdua dalam kamar, siapa yang mau percaya omongan kamu itu haaa?! Nyatanya aku kamu tinggalkan dalam kamar dalam keadaan tanpa sehelai benangpun yang melekat di tubuhku." Terdengar suara Shinta dari ujung sambungan, nadanya suaranya tercekat karena menahan amarah."Heh! Dengar ya, aku sudah menyelamatkan kamu hingga ke rumahmu, hanya itu, tak lebih. Kalau kamu tidak bisa berterima kasih, tak apa. Tapi paling tidak jangan memfitnah bahkan mengancam aku dengan cara seperti ini. Kalau aku tahu dari awal bakal seperti ini, mendingan aku campakkan kamu di jalanan. Biar kamu rasakan di perko
"Cieee, yang balik dari kampung diam-diam, mana oleh-olehnya?""Pulang kampung diam-diam, jangan-jangan di kampung udah dijodohin diam-diam pula."Alya dan Enda meledek Roy secara beruntun, saat nongkrong berdua dengan Amella di taman kampus.Roy melirik sembari memasang wajah jutek, karena baru saja bersusah payah membujuk Amella, kedua sahabatnya tersebut datang sambil meledek, membuat Amella kembali merengut."Berisik tau?!" jawab Roy mendelik, ketika Alya dan Enda ikut duduk di sampingnya, tembok taman tempat mereka nongkrong bareng."Aku bilang kan jangan-jangan ... Ye, kan Mel," lanjut Enda tersenyum melirik Amella, karena jengkel merasa belum puas meledek Roy."He, emm," jawab Amella sembari mengerucutkan bibirnya melirik Roy, belum lagi rasa kesalnya hilang, sudah diungkit lagi oleh kedua sahabatnya tersebut."Jangan dengerin orang-orang resek ini, Mel. Aku kan udah jelaskan barusan," ujar Roy, sembari meraih tangan Amella yang menopang dagu untuk ia genggam, namun Amella meng
"Kencan apaan? Ngurusin orang teler iya!" jawab Roy, sembari mendorong pintu di belakangnya supaya tertutup lagi. Sementara Sandra menatap dengan tajam, kedua tangannya berpangku di depan dada, bak nyonya besar memarahi pembantunya."Bohong! Aku lihat motor kamu di parkiran. Alasan ngurusin orang mabok, siapa yang kamu urus?" Sandra terus ngoceh, saat Roy melewatinya. Sambil ngekor di belakang hingga Roy menghenyakkan bokongnya di sofa ruang tengah."Aku gak bohong, terserah kamu percaya atau tidak!" jawab Roy. "Lagi pula kamu gak perlu ngintip-ngintip aku kayak gitu, aku ke sana nyariin kamu," imbuh Roy lagi.Sandra tertegun mendengar jawaban Roy, ternyata bukan hanya ia yang mencari keberadaan Roy karena beberapa hari menghilang tanpa kabar. Roy juga tengah mencarinya hingga ke tempat hiburan malam. Pada saat Sandra mencari Roy ke tempat yang sama, ia melihat motor sport milik Roy terparkir di tempat parkiran. Namun pada saat itu Roy sedang pergi mengantarkan Shinta yang tengah mabo
"Sudah, Shinta. Ini sudah terlalu banyak, kamu bisa celaka." Roy meraih botol cocktail yang kesekian botolnya dari tangan Shinta."Kamu tenang aja, Roy. Aku mau happy malam ini, tugas kamu hanya menemani aku. Antarkan aku pulang nanti," jawab Shinta, sembari mengelakkan botol cocktail dari jangkauan Roy.Dengan pandangan mata yang sudah mulai meredup, sesekali Shinta tercekat karena pengaruh alkohol yang ia konsumsi sudah mendekati ambang batas, Shinta mengeluarkan kartu nama dari dalam tas kecil, kemudian kartu nama yang tertera alamat rumahnya ia berikan pada Roy."Apa yang tengah ia alami sebenarnya, sepertinya Shinta tengah berhadapan dengan persoalan yang sangat rumit," bisik Roy dalam hati, setelah melihat kartu nama di tangannya, ia kembali menatap Shinta yang kembali meneguk cocktail hingga habis tak bersisa. Beberapa botol cocktail yang sudah kosong di atas meja, sementara isinya sudah diteguk Shinta, melihat hal tersebut Roy berkesimpulan bahwa janda muda di hadapannya sedan
"Buset, Tante Mirna ada di sini lagi! Mampus aku!" Roy melipir ke arah toilet umum di samping parkiran tempat hiburan malam untuk menghindari pertemuan dengan pemilik mobil yang tak lain adalah Tante Mirna. Setelah wanita paruh baya tersebut berkencan panas bersama Roy beberapa waktu yang lalu, ia ketagihan. Namun Roy sengaja menghindar, meskipun Tante Mirna berkali-kali menghubunginya.Roy bergegas menuju toilet, berpura-pura kebelet buang air kecil. Namun ia tercekat, langkahnya terhenti, dari dalam toilet khusus wanita muncul Tante Mirna. "Roy, kamu di sini? Kebetulan banget, Tante punya kabar baik buat kamu, sini!" Belum sempat Roy lepas dari rasa kagetnya, Tante Mirna menghampirinya, langsung menyeret Roy, bermaksud untuk membawa Roy memasuki tempat hiburan malam."Apa sih, Tante? Aku lagi kebelet pipis nih," jawab Roy, sembari menahan langkahnya saat Tante Mirna mencekal lengannya."Tante punya teman yang lagi galau banget, kamu temenin ya. Janda tajir lho, cantik lagi," ujar Ta
"Brisik banget kalian!" Roy mengumpat dalam hati, saat pertama kali mengaktifkan ponselnya yang sengaja dinonaktifkan selama bersama Arumi. Setelah beberapa kilometer mengendarai motornya, menjauh dari rumah Arumi, baru Roy mengaktifkan kembali ponselnya. Dan seketika masuk pesan chat dan panggilan tak terjawab secara beruntun dari orang-orang yang merasa kehilangan dirinya.Roy hanya melihat dari notifikasi pesan dan panggilan tak terjawab, tanpa membalasnya. Kemudian memacu motornya, masih terngiang di telinganya kata yang diucapkan Arumi sebelum ia pergi, "Sesibuk apapun kamu, sempatkanlah untuk mengirim kabar padaku, mas. Aku akan setia menunggu bersama anakmu sampai kamu kembali," ujar Arumi sambil menangis.Roy sengaja meninggalkan Arumi seorang diri di rumah, dengan alasan harus bekerja. Dan Roy berjanji akan pulang sekali dalam seminggu, karena keadaan Arumi percaya saja apa yang dijanjikan Roy. Sampai sejauh ini Arumi hanya tahu bahwa Roy bekerja sebagai supir pribadi, dan Ar







