"Mas, kenapa sikapmu begitu dingin padaku?" tanya Mosa pada suaminya. Mereka baru saja menikah tetapi entah apa yang membuat Roni begitu dingin kepada Mosa.
Roni meninggal kan istrinya begitu saja. Hanya menoleh tanpa menjawab sepatah kata pun.
Netra Mosa berembun. Hendak menangis tetapi dia tak sanggup. Baru saja kemarin mereka melangsungkan pernikahan tetapi sikap dingin Roni begitu nampak jelas.
Mosa bertanya seakan dia tak dianggap sebagai istri. Jangankan melakukan malam pertama menyentuh nya saja tidak.
Roni justru mendatangi rumah ibunya yang jaraknya tidak jauh dari rumah mereka.
Mosa hanya memperhatikan gerak gerik pria yang mempersuntingnya kemarin. Hati istri mana yang sanggup diperlakukan demikian.
Mosa mengira pernikahan akan menjadi kan hidup nya lebih berwarna memiliki pendamping dan hidup bersama.
Siang menjelang Roni kembali pulang. Dia melihat Mosa sedang sesenggukan di kamarnya. "Kamu kenapa?" tanya Roni seraya duduk di ranjang samping Mosa.
"Kamu harusnya menjawab pertanyaan ku Mas. Kenapa kamu bersikap dingin terhadap ku? Bukankah aku istri mu?" suara Mosa dengan mengusap air matanya yang tidak lagi terbendung.
"Aku menikahimu karena kasihan. Melihat keluarga mu yang berantakan," jawab Roni datar.
Mosa menatap tajam Roni, "Lantas, kamu memperlakukan aku seperti sekarang ini akan memberikan aku kebahagiaan. Kenapa tidak kamu batalkan saja jika kamu tidak mencintai ku?" Mosa merasa merana jawaban Roni begitu mengiris hati nya tetapi dia tidak bisa berbuat banyak.
"Karena Bapak meminta aku tidak membatalkan, kalau menurut hati aku sudah meninggalkan mu sebelum pernikahan," tambah Roni.
Jawaban Roni semakin menjadikan hati Mosa sakit. Begitu berat menjalani pernikahan hanya karena kasihan. Tetapi itu bukanlah alasan untuk mengakhiri nya begitu saja.
"Lantas bagaimana pernikahan kita ini? Kamu sudah menjadi suamiku. Dan kamu bertanggung jawab atasku," isak tangis Mosa berkurang dia hanya memastikan bahwa Roni bisa menjadi orang yang dia percaya.
"Kamu tidak perlu khawatir aku akan menafkahi kamu. Aku memang menjadi suami mu, tetapi kamu perlu ingat aku menikahimu karena kasihan. Jadi jangan berharap lebih!" Roni meninggalkan kamar lalu mengambil makan siangnya.
Mosa membuntuti Roni, dia masih ingin melayani Roni dengan baik meskipun hatinya sudah terluka oleh suaminya sendiri.
"Kamu tidak perlu repot-repot menyiapkan keperluan ku. Aku bisa sendiri," ucap Roni.
Mosa menghentikan langkah. Dia kembali ke kamar dia tidak ingin tangisnya terdengar hingga ke rumah mertuanya.
Jarak rumah Roni dan ibunya sangat dekat. Hanya berjarak sekitar 5 meter saja. Bahkan di dapur bisa saling melihat kegiatan masing-masing.
Mosa masih begitu syok. Dia tidak menyangka pernikahan nya akan menjadi seperti ini. Tetapi tidak ingin berlama-lama di kamar Mosa keluar untuk sekedar membereskan rumah yang sekarang dia tinggali bersama Roni.
Rumah itu milik Roni yang dibangun beberapa tahun yang lalu. Sehingga Mosa hanya perlu masuk saja.
Mosa mengerjakan dengan cepat tetapi setelah menyelesaikan nya dia bingung hendak melakukan apa. Melihat Roni yang dari tadi dominan di rumah ibunya menjadikan Mosa merasa benar-benar merasa kesepian.
Mosa pun akhirnya berinisiatif untuk mendatangi rumah mertuanya tersebut sekaligus melihat apa yang sedang Roni lalukan di sana.
Melalui pintu belakang Mosa mengucapkan salam "Assalamualaikum,"
"Walaikumsalam, masuk Mosa!" ucap Sarni, ibu mertua Mosa.
"Baik, Bu," tanpa banyak berkata Mosa pun masuk dan duduk di ruang tamu. Disana Roni sedang asyik rebahan. Melihat Mosa datang Roni segera duduk
Mosa memperhatikan ibu mertua nya sedang asyik berbincang dengan Roni dan juga Karno, bapak mertua dari Mosa.
"Jadi kapan kamu mulai bekerja?" tanya Sarni pada Roni.
"Besoklah Bu, mau ngapain lama-lama di rumah teru juga jenuh," jawab Roni seraya memainkan ponselnya
Roni bekerja sebagai distributor bawang merah dan putih. Gudang yang dia miliki tidak jauh dari rumah nya. Tetapi beberapa kali dia harus mengecek langsung sehingga dia terkadang tidak pulang karena harus menginap.
"Ya terserah kamu saja," jawab Sarni datar. "Lalu kamu kapan mulai bekerja?" tanya Sarni pada Mosa.
"Oh, saya 3 hari lagi," jawab Mosa sedikit canggung. Suasana di rumah mertua membuat Mosa sedikit kikuk. Terlebih sikap Roni yang sedingin es. Mosa tidak banyak berkata jika tidak ditanya.
Hingga sore menjelang akhirnya Sarni menyuruh anak dan menantunya untuk pulang. Mosa pun menurut dia berjalan di belakang Roni.
Sesampainya di rumah Roni bergegas mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Sedangkan Mosa menyiapkan teh hangat untuk diberikan kepada Roni.
Setelah Roni keluar dari kamar mandi dia memperhatikan teh yang ada di meja makan. "Itu untuk siapa?" tanyanya.
"Untuk kamu, Mas," jawab Mosa dengan antusias dia berharap Roni akan meminum teh buatannya.
"Minum saja, aku tidak ingin. Sudah aku katakan aku bisa mengurus diriku sendiri. Jadi kamu gak perlu berlaku menjadi istri yang baik," jawab Roni ketus. Dia tidak menyadari bahwa ucapan nya membuat air mata Mosa menetes tanpa mengeluarkan suara.
Mosa tidak sanggup menjawab perkataan suaminya. Dia hanya memandang secangkir teh hangat yang sedang mengepul di atas meja makan.
Setelah Roni meninggalkan nya begitu saja entah mau kemana dia tidak memperdulikan perasaan Mosa.
Mosa seakan ingin menjerit, bagaimana bisa pernikahan yang baru saja kemarin mereka langsung kan akan menjadi seperti ini. Begitu sakit dia rasakan.
Mosa tidak ingin bercerita kepada ibunya. Dia khawatir akan membuat ibunya khawatir dan memikirnya.
Sementara menunggu suami nya pulang Mosa memebersihkan diri. Lalu mencoba berhias diri untuk menyambut kehadiran Roni. Dia menunggu hingga larut tetapi Roni tak kunjung pulang.
Tidak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka.
Ceklek.
Mosa yang belum tidur menghampiri Roni yang baru saja tiba. "Dari mana saja, Mas?"
"Dari masjid, lagian kenapa kalau aku ke masjid itu kan tidak buruk."
Mosa tercenung. Dia merasa benar-benar terabaikan. Roni memang rajin ke masjid untuk mengikuti solat berjamaah. Itu yang membuat Mosa yakin jika Roni bisa menjadi imam yang baik saat berumah tangga.
Mengikuti Roni yang masuk kamar Mosa mencoba memberanikan diri bertanya "Mas, aku kira orang yang rajin beribadah akan bisa memperlakukan istrinya dengan baik. Tetapi kamu… "
Belum selesai Mosa mengatakan Roni memotong nya, "Kamu merasa aku pernah memukul mu? Aku tahu itu KDRT, lalu kamu bisa menuntut aku,"
Mosa geram mendengar perkataan Roni "Lalu untuk apa kamu waktu itu bertanya ingin melanjutkan hubungan denganmu atau tidak. Bukankah kamu yang bertanya. Lalu aku menjawab iya. Lantas kamu perkenalkan aku dengan mbak mu lalu minggu depannya orang tua mu. Seakan kamu bersikap manis itu hanya topeng, apa-apa kata Ibu, kamu itu seorang laki-laki harusnya bisa lebih bijak dalam melakukan segala sesuatu!"
Brak.
Roni menggebrak meja di kamar.
"Maksud kamu apa berkata seperti itu?" sentak Roni. Sangat murka."Kamu datang ke rumahku, kamu menawari untuk menikah denganmu tapi sekarang apa yang terjadi? Kamu bersikap seolah aku adalah orang yang tidak berguna," jawab Mosa."Kamu sudah tahu aku tidak menyukaimu dari awal, aku hanya menikahimu karena kasihan, apa perlu aku ulang. Kalau bukan dipaksa ibu dan bapakku mana sudi aku juga menikahimu?""Jadi sikapmu seperti ini adalah balasan dendam untukku? Apa kesalahanku sehingga kamu bisa bersikap seperti ini. Aku hanya menusia biasa," sahut Mosa."Aku tahu kamu hanya manusia biasa, tidak ada yang spesial jadi untuk apa aku harus menyukaimu," ucap Roni, keras.Mendengar apa yang dikatak
Hati Mosa seakan ingin menjerit saat di telepon oleh Mina, tetapi dia hanya ingin menjaga nama baik Roni di hadapan Mina.Bagaimana pun juga Mosa dan Roni baru saja menikah. Bagaimana kalau tahu pernikahan putrinya seperti itu."Iya sudah kalau begitu, kamu baik-baik di sana! Oh iya ngomong-ngomong masuk sekolah kapan?" tanya Mina, hanya memastikan kapan Mosa kembali mengajar."Dua hari lagi, Bu. Jadi masih punya waktu di rumah saja," jawab Mosa, santai. Meskipun dia bingung apa yang akan dia lakukan selama di rumah."Okelah kalau begitu, sehat-sehat di sana. Jaga suamimu dengan baik! Assalamualaikum," Mina menutup telepon."Walaikumsalam," jawab Mosa.
Mosa kemudian tertidur dengan kepala pusing.Esok harinya, Mosa sudah bersiap untuk sholat subuh tetapi dia malah merasa pusing kembali.Mosa mencoba mengatakan kepada Roni, "Mas, kepalaku pusing," ucapnya."Terus? Urus dirimulah. Kamu guru masa gitu saja nggak bisa nangani. Aku sibuk, kata ibu aku juga harus tetap menjaga diri, karena ibuku selalu bisa mensupport aku," sahut Roni."Aku pusing, Mas. Aku cuma mengatakan ini setidaknya kamu mengerti atau membantuku melakukan sesuatu,""Lakukan saja sendiri, aku mau ke rumah ibu karena ada keperluan,""Kamu keterlaluan, Mas. Aku tahu anak laki-laki harus selalu patuh sama ibunya… " belum selesai Mosa me
Bab 5. Kecurigaan Raisa"Tetapi dia malah memegang kendali Roni sampai mengatakan hal yang tidak baik kepada kamu. Ibu tidak akan membalaskan ini kepada mereka. Biarlah mereka melakukan apa yang mereka mau. Yakin saja kalau Roni memang benar jodoh kamu semoga saja dia bisa berubah. Kalau pun tidak ikhlaskan dia, kamu jangan sampai terlalu memikirkan hal ini. Bisa-bisa kamu sakit," imbuh Mina."Aku tadi memang merasa pusing, Bu. Tapi Mas Roni nggak peduli. Bahkan mengatakan hal-hal yang menyakitkan ditambah kata-kata kasar dari Ibu Mertua. Aku makin pusing. Untung saja aku masih selamat sampai di sini. Kalau nggak mungkin aku sudah pingsan di angkot," sahut Mosa."Kalau begitu sekarang kamu istirahat dulu saja, kalau masih pusing nanti periksa di Bu Nur," ucap Mina.
"Ya sudah. Nanti selepas sekolah kita cari angin sedikit. Kamu memang teman yang baik, Sa," ucap Mosa."Halah, sudah seharusnya aku membantu kamu. Kamu makanya kalau ada apa-apa langsung ngomong saja. Nggak perlu aku yang interogasi duluan," tutur Raisa.Setelah jam sekolah, Mosa dan Raisa menuju salah satu cafe yang dituju. Mereka memesan makanan dan minuman untuk menemani pergantian sore ke malam.Mosa sedikit lega karena dia bisa punya kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya selain kepada ibunya."Sa, coba ceritakan apa yang kamu ingin lakukan sekarang!" pinta Raisa."Dari awal menikah dia sangat cuek. Dia tidak ingin makan makananku. Dia selalu menghabiskan waktunya di rumah ibunya atau di
"Halah ngapain dikasihani anak seperti itu. Lagian Bapak juga maksain, Roni juga nggak minat. Sekarang dia belum apa-apa sudah berstatus duda. Tapi Ibu yakin nanti dia pasti dapat jodohnya. Karena Mosa bukanlah jodohnya. Banyak perempuan yang antri mau jadi istri Roni jadi Bapak nggak usah khawatir lagi! Dan Ibu minta Bapak jangan lagi mengatur Roni mau menikah dengan siapa atau kejadiannya akan seperti ini lagi," ancam Sarni."Yah, waktu itu yang mengenalkan Mosa ke kita ya Roni kenapa sekarang malah Bapak yang disalahkan begini," balas Karno."Karena Bapak nggak bilang sebelumnya kalau orang tuanya berantakan. Kalau bilang dari awal pasti hal ini nggak akan terjadi, Pak,'' sahut Sarni kesal."Ya sudah kalau memang jadinya begitu. Semoga Roni dan Mosa bisa menemukan jodohnya masing-masing," ucap K
Beberapa hari kemudian Roni mendapatkan surat panggilan dari pengadilan."Akhirnya dia ke pengadilan, kan. Sudah kuduga dia bakal bakal seperti ini. Ya baguslah dia juga bukan tipe aku sama sekali," gumam Roni.Melihat Roni yanh tersenyum sendiri sembari melihat secarik kertas, Sarni mendekati Roni. "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanyanya."Ini menantu Ibu sudah menggugat aku, besok aku diundang ke pengadilan," sahut Roni."Bagus itu. Kamu nggak usah datang. Biar cepat prosesnya. Kalau kamu datang malah disuruh mediasilah apalah," imbuh Sarni."Iya. Siapa juga yang mau datang. Aku sudah nggak mau ketemu sama dia lagi. Lagian nggak bakal ada komunikasi lagi antara aku dan Mosa. Aku sudah ber
Tok tok tok.Mosa mengetuk pintu kepala sekolah."Masuk!" perintah kepala sekolah."Maaf, apa Bapak memanggil saya?" tanya Mosa."Iya. Saya memanggil Bu Mosa. Karena ada yang saya tanyakan. Saya dengar Bu Mosa kemarin meminta izin. Sebelumnya pasti Bu Mosa tahu kalau ada urusan pribadi itu dijelaskan agar pihak sekolah tidak berasumsi. Sebenarnya kenapa Bu Mosa libur dan meninggalkan anak-anak?" tanya kepala sekolah."Maaf sebelumnya, Pak. Mungkin saya tidak mengutarakan sebelumnya. Tetapi saya sebenarnya malu. Kemarin adalah panggilan perdana saya di pengadilan karena saya sudah mengajukan gugatan atas suami saya," jelas Mosa."Loh, kenapa Bu?" tanya kepal