"Maksud kamu apa berkata seperti itu?" sentak Roni. Sangat murka.
"Kamu datang ke rumahku, kamu menawari untuk menikah denganmu tapi sekarang apa yang terjadi? Kamu bersikap seolah aku adalah orang yang tidak berguna," jawab Mosa.
"Kamu sudah tahu aku tidak menyukaimu dari awal, aku hanya menikahimu karena kasihan, apa perlu aku ulang. Kalau bukan dipaksa ibu dan bapakku mana sudi aku juga menikahimu?"
"Jadi sikapmu seperti ini adalah balasan dendam untukku? Apa kesalahanku sehingga kamu bisa bersikap seperti ini. Aku hanya menusia biasa," sahut Mosa.
"Aku tahu kamu hanya manusia biasa, tidak ada yang spesial jadi untuk apa aku harus menyukaimu," ucap Roni, keras.
Mendengar apa yang dikatakan Roni, hati Mosa begitu sakit. Dia enggan menjawab lagi. Karena setiap dia menjawab perkataan Roni semakin menyakitkan.
Roni kemudian meninggalkan kamar dengan kesal. Mosa hanya terdiam dengan mengeluarkan air matanya yang begitu deras.
Ingin dia berteriak tetapi tidak ada yang peduli dengannya saat ini. Bahkan suaminya sendiri hanya bisa berkata kasar dengannya.
Hingga larut Roni meninggalkan rumah, Mosa masih membersihkan rumah. Dia bingung hendak melakukan apa, lalu dia membuka laptopnya untuk menyelesaikan tugas sekolah.
Dia berusaha keras untuk membuat tugas, tetapi kegusaran hatinya menghalanginya sehingga dia pun tidak melakukan apa-apa di depan laptop.
Lalu dia membuka folder lain, membaca sebuah judul drama korea lalu dia mengklik dan menonton. Dia hanya mengusir kesunyian, karena dia hanya sendiri tanpa Roni. Hingga hampir pukul 12 malam, terdengar suara pintu terbuka.
Ceklek.
Mosa buru-buru keluar untuk memastikan bahwa yang datang adalah Roni.
"Kamu baru pulang?" tanya Mosa.
"Kamu tahu, masih nanya," jawab Roni, ketus.
Roni kemudian ke kamar mandi, dan keluar menenguk air di dapur.
"Mau aku buatkan minum?" tanya Mosa.
"Nggak usah! Aku bisa mengurus hidupku sendiri, kamu nggak usah sok perhatian," dengus Roni.
Hati istri mana yang kuat menghadapi suami yang kata-katanya selalu kasar. Mendengar apa yang dikatakan Roni, Mosa kembali meneteskan air mata.
"Nangis lagi, kamu itu guru tapi cengeng!" sentak Roni. "Kalau kamu begitu terus aku dikira mukulin kamu,"
"Iya, kamu sudah mukul aku dengan kata-katamu. Mungkin kamu tidak memukul tubuhku. Tetapi kata-katamu yang kasar menyakiti hatiku," jawab Mosa dengan isak tangis.
Perlahan dia mengusap air matanya, dia ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu dia ingin istirahat, dia melihat Roni membawa bantal dan selimut ke ruang tamu.
"Kenapa kamu tidur di situ?" tanya Mosa.
"Nggak usah cerewet, aku mau tidur. Besok aku mau kerja," jawab Roni, lalu memejamkan mata.
Mosa pun kembali ke kamar, dia benar-benar ingin tidur. Hatinya lelah dibuat Roni seharian ini.
Pagi hari Mosa sudah bangun, lalu mandi untuk menyegarkan badan. Ternyata Roni juga sudah bangun. Dia bersiap untuk ke masjid sholat subuh.
Mosa juga bersiap, kunci di bawa Mosa karena pergi terakhir.
Dalam perjalanan menuju masjid ada tetangga yang menyapa Mosa, "Wah, pengantin baru, pagi-pagi sudah seger saja," ucapnya, hanya untuk basa-basi. Usianya kurang lebih seperti ibunya.
"Iya, Bu. Memang kalau mau ke masjid harus segar kan sudah wudhu," jawab Mosa santai. Dia tidak ingin berlama-lama dia mempercepat jalannya untuk segera sampai di masjid.
Sesampainya di masjid, iqomah sudah berkumandang. Terdengar Roni menjadi imam subuh ini.
Mosa dengan meneteskan air mata mendengarkan lantunan ayat suci yang dibacakan Roni.
Mosa begitu tersenyuh, di saat Roni bisa melantunkan ayat suci alquran dengan baik, tetapi dia tidak pernah berkata baik pada Mosa. Justru kebanyakan menyakiti hati Mosa.
Setelah selesai sholat, Mosa meninggalkan masjid. Sebelumnya sudah bersalaman dengan jamaah lainnya.
Sesampainya di rumah dia membuka pintu dan mengucapkan salam. Tetapi karena memang tidak ada yang di rumah maka tidak ada yang menjawab salamnya, dia yakin yang menjawab salamnya adalah malaikat.
Dia menuju ke dapur untuk membuat secangkir teh dan kopi untuk Roni. Meskipun dia tahu tidak akan diminun Roni, setidaknya dia masih memberikan perhatian pada Roni.
Tidak lama kemudian Roni masuk ke rumah, "Assalamualaikum," ucapnya.
"Walaikumsalam," jawab Mosa, sedang mengaduk kopi. "Mas, kopinya sudah siap," dia menyuguhkan secangkir kopi panas yang masih mengepul.
"Nggak usah, aku kan sudah bilang. Kamu itu dengar apa pura-pura tuli. Aku bisa bikin sendiri. Nggak usah sok perhatian!" dengus Roni.
Mosa sudah siap dengan kata-kata itu, lalu dia kembali ke dapur untuk meletakkan kopi yang dia bawa. Dia kemudian meraih teh yang dia buat sendiri.
Roni keluar kamar, menuju dapur meracik kopinya sendiri. Dia tidak menyapa Mosa yang sedang duduk di sampingnya.
Kemudian menyeruput kopinya. Dia merogoh sesuatu di sakunya. Dia mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan selembar uang lima puluh ribu. "Ini uang buat kamu. Aku kasih ini satu minggu. Buat kamu sendiri. Aku akan makan di luar. Kamu nggak usah repot-repot masak buat aku, aku bisa urus diriku sendiri."
Mosa tidak menyangka bahwa suaminya yang menjadi distributor bawang merah se pulau jawa akan memberinya nafkah segitu. Tetapi Mosa tidak ingin protes, "Terima kasih, Mas."
Roni tidak menjawab hanya menghabiskan kopi saja. Setelah mencuci gelas, dia menuju kamar untuk bersiap bekerja kembali.
Roni langsung meninggalkan rumah tanpa mengucapkan sesuatu kepada Mosa.
Mosa yang memang masih cuti harus berdiam di rumah karena tidak tahu harus kemana. Dia mengira sisa cuti itu bisa dia pakai untuk menghabiskan waktu dengan Roni. Tetapi itu mustahil, bahkan Roni meninggalkan Mosa begitu saja.
Mosa mencoba mengintip di jendela, dia melihat Roni menuju rumah orangtuanya.
Mosa tidak ingin banyak mencari tahu. Dia kemudian membersihkan rumah. Setelah cukup pagi, Mosa berfikir ingin memasak sesuatu. Tetapi tiba-tiba terdengar panggilan telepon di ponselnya. Buru-buru dia membuka ponsel dan ternyata panggilan dari Mina, Ibunya.
"Assalamualaikum," sapa Mosa.
"Walaikumsalam, lagi ngapain nak?" tanya Mina di balik telepon.
"Ini, barusan bersih-bersih, Bu. Mau masak, tapi bingung mau masak apa."
"Yah, masak kesukaan suamimu lah, tanya dia sukanya makan apa. Kan kamu pinter masak, pasti suamimu suka sama masakanmu," pesan Mina, tanpa mengetahui apa yang terjadi dengan Mosa.
Mosa bingung akan menjawab apa, kesukaan Roni tidak tahu. Mau masak juga nanti pasti tidak dimakan, "Iya sih, Bu. Cuma Mas Roni sudah berangkat kerja jadi nggak sempat masak. Katanya mau makan di luar saja."
"Loh, kok sudah kerja saja. Nggak libur saja Roni itu. Ibu kira kalian mau menghabiskan waktu kemana?" tanya Mina, penasaran.
"Yah namanya pengusaha, Bu. Nanti kalau libur lama-lama pelanggannya pada pergi, hehe" jawab Mosa, tidak ingin memojokkan Roni.
Hati Mosa seakan ingin menjerit saat di telepon oleh Mina, tetapi dia hanya ingin menjaga nama baik Roni di hadapan Mina.Bagaimana pun juga Mosa dan Roni baru saja menikah. Bagaimana kalau tahu pernikahan putrinya seperti itu."Iya sudah kalau begitu, kamu baik-baik di sana! Oh iya ngomong-ngomong masuk sekolah kapan?" tanya Mina, hanya memastikan kapan Mosa kembali mengajar."Dua hari lagi, Bu. Jadi masih punya waktu di rumah saja," jawab Mosa, santai. Meskipun dia bingung apa yang akan dia lakukan selama di rumah."Okelah kalau begitu, sehat-sehat di sana. Jaga suamimu dengan baik! Assalamualaikum," Mina menutup telepon."Walaikumsalam," jawab Mosa.
Mosa kemudian tertidur dengan kepala pusing.Esok harinya, Mosa sudah bersiap untuk sholat subuh tetapi dia malah merasa pusing kembali.Mosa mencoba mengatakan kepada Roni, "Mas, kepalaku pusing," ucapnya."Terus? Urus dirimulah. Kamu guru masa gitu saja nggak bisa nangani. Aku sibuk, kata ibu aku juga harus tetap menjaga diri, karena ibuku selalu bisa mensupport aku," sahut Roni."Aku pusing, Mas. Aku cuma mengatakan ini setidaknya kamu mengerti atau membantuku melakukan sesuatu,""Lakukan saja sendiri, aku mau ke rumah ibu karena ada keperluan,""Kamu keterlaluan, Mas. Aku tahu anak laki-laki harus selalu patuh sama ibunya… " belum selesai Mosa me
Bab 5. Kecurigaan Raisa"Tetapi dia malah memegang kendali Roni sampai mengatakan hal yang tidak baik kepada kamu. Ibu tidak akan membalaskan ini kepada mereka. Biarlah mereka melakukan apa yang mereka mau. Yakin saja kalau Roni memang benar jodoh kamu semoga saja dia bisa berubah. Kalau pun tidak ikhlaskan dia, kamu jangan sampai terlalu memikirkan hal ini. Bisa-bisa kamu sakit," imbuh Mina."Aku tadi memang merasa pusing, Bu. Tapi Mas Roni nggak peduli. Bahkan mengatakan hal-hal yang menyakitkan ditambah kata-kata kasar dari Ibu Mertua. Aku makin pusing. Untung saja aku masih selamat sampai di sini. Kalau nggak mungkin aku sudah pingsan di angkot," sahut Mosa."Kalau begitu sekarang kamu istirahat dulu saja, kalau masih pusing nanti periksa di Bu Nur," ucap Mina.
"Ya sudah. Nanti selepas sekolah kita cari angin sedikit. Kamu memang teman yang baik, Sa," ucap Mosa."Halah, sudah seharusnya aku membantu kamu. Kamu makanya kalau ada apa-apa langsung ngomong saja. Nggak perlu aku yang interogasi duluan," tutur Raisa.Setelah jam sekolah, Mosa dan Raisa menuju salah satu cafe yang dituju. Mereka memesan makanan dan minuman untuk menemani pergantian sore ke malam.Mosa sedikit lega karena dia bisa punya kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya selain kepada ibunya."Sa, coba ceritakan apa yang kamu ingin lakukan sekarang!" pinta Raisa."Dari awal menikah dia sangat cuek. Dia tidak ingin makan makananku. Dia selalu menghabiskan waktunya di rumah ibunya atau di
"Halah ngapain dikasihani anak seperti itu. Lagian Bapak juga maksain, Roni juga nggak minat. Sekarang dia belum apa-apa sudah berstatus duda. Tapi Ibu yakin nanti dia pasti dapat jodohnya. Karena Mosa bukanlah jodohnya. Banyak perempuan yang antri mau jadi istri Roni jadi Bapak nggak usah khawatir lagi! Dan Ibu minta Bapak jangan lagi mengatur Roni mau menikah dengan siapa atau kejadiannya akan seperti ini lagi," ancam Sarni."Yah, waktu itu yang mengenalkan Mosa ke kita ya Roni kenapa sekarang malah Bapak yang disalahkan begini," balas Karno."Karena Bapak nggak bilang sebelumnya kalau orang tuanya berantakan. Kalau bilang dari awal pasti hal ini nggak akan terjadi, Pak,'' sahut Sarni kesal."Ya sudah kalau memang jadinya begitu. Semoga Roni dan Mosa bisa menemukan jodohnya masing-masing," ucap K
Beberapa hari kemudian Roni mendapatkan surat panggilan dari pengadilan."Akhirnya dia ke pengadilan, kan. Sudah kuduga dia bakal bakal seperti ini. Ya baguslah dia juga bukan tipe aku sama sekali," gumam Roni.Melihat Roni yanh tersenyum sendiri sembari melihat secarik kertas, Sarni mendekati Roni. "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanyanya."Ini menantu Ibu sudah menggugat aku, besok aku diundang ke pengadilan," sahut Roni."Bagus itu. Kamu nggak usah datang. Biar cepat prosesnya. Kalau kamu datang malah disuruh mediasilah apalah," imbuh Sarni."Iya. Siapa juga yang mau datang. Aku sudah nggak mau ketemu sama dia lagi. Lagian nggak bakal ada komunikasi lagi antara aku dan Mosa. Aku sudah ber
Tok tok tok.Mosa mengetuk pintu kepala sekolah."Masuk!" perintah kepala sekolah."Maaf, apa Bapak memanggil saya?" tanya Mosa."Iya. Saya memanggil Bu Mosa. Karena ada yang saya tanyakan. Saya dengar Bu Mosa kemarin meminta izin. Sebelumnya pasti Bu Mosa tahu kalau ada urusan pribadi itu dijelaskan agar pihak sekolah tidak berasumsi. Sebenarnya kenapa Bu Mosa libur dan meninggalkan anak-anak?" tanya kepala sekolah."Maaf sebelumnya, Pak. Mungkin saya tidak mengutarakan sebelumnya. Tetapi saya sebenarnya malu. Kemarin adalah panggilan perdana saya di pengadilan karena saya sudah mengajukan gugatan atas suami saya," jelas Mosa."Loh, kenapa Bu?" tanya kepal
Roni kemudian berpamitan karena harus melihat stok di gudang yang lain. Setidaknya ia sudah lega bisa mendapatkan nomor telepon Laila.Saat kembali ke rumah nya, Roni sudah beberapa kali menghubungi Laila. Ia tidak ingin melewatkan waktunya untuk tidak berkomunikasi dengan Laila.Roni menceritakan tentang Laila kepada ibunya. Sarni senang akhirnya Roni menemukan tambatan hati. Setidaknya Roni bisa senang karena tidak lagi terjerat dengan Mosa, meskipun sebentar lagi akan resmi bercerai dengan Mosa.Sarni sudah tidak lagi peduli dengan Mosa. Bahkan bagi Sarni, ia tidak pernah memiliki menantu Mosa. Ia mendukung Roni jika memiliki istri yang lebih cantik daripada Mosa.Sementara itu, Mosa di rumahnya sedang mengerjakan tugas. Hari ini hari lib