Share

Bab 5. Kecurigaan Raisa

Bab 5. Kecurigaan Raisa

"Tetapi dia malah memegang kendali Roni sampai mengatakan hal yang tidak baik kepada kamu. Ibu tidak akan membalaskan ini kepada mereka. Biarlah mereka melakukan apa yang mereka mau. Yakin saja kalau Roni memang benar jodoh kamu semoga saja dia bisa berubah. Kalau pun tidak ikhlaskan dia, kamu jangan sampai terlalu memikirkan hal ini. Bisa-bisa kamu sakit," imbuh Mina. 

"Aku tadi memang merasa pusing, Bu. Tapi Mas Roni nggak peduli. Bahkan mengatakan hal-hal yang menyakitkan ditambah kata-kata kasar dari Ibu Mertua. Aku makin pusing. Untung saja aku masih selamat sampai di sini. Kalau nggak mungkin aku sudah pingsan di angkot," sahut Mosa. 

"Kalau begitu sekarang kamu istirahat dulu saja, kalau masih pusing nanti periksa di Bu Nur," ucap Mina. 

Bu Nur adalah seorang perawat yang membuka praktik di dekat rumah Mina. 

Mosa kemudian membawa tasnya ke kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang miliknya. Mosa menghela napas panjang berkali-kali untuk mencoba menenangkan dirinya. 

Mosa berharap dirinya akan baik-baik saja meskipun Roni sangatlah tidak menyukainya. Mosa sudah cintanya bertepuk sebeleh tangan. Meskipun awalnya sempat ragu tetapi dia berhasil meyakinkan diri jika Roni adalah laki-laki terbaik. 

Mosa mengingat ketika Roni datang ke rumahnya dengan teman sesama guru di sekolah yaitu Haikal, Roni memberikan senyum yang sumringah kepada Mosa saat Mosa sakit waktu itu. 

Haikal berniat menjenguk Mosa, dan Roni diajak Haikal. Sejak saat itu Mosa dan Roni berkenalan. 

Roni menawarkan diri kepada Mosa apakah ingin melanjutkan ke hubungan yang lebih serius. Tetapi Mosa masih memikirkannya. Mosa ingin mengenal dulu keluarga Roni. 

Saat libur sekolah, Roni kerap mengajak Mosa berkunjung ke rumah saudaranya dan terakhir ke rumah orangtuanya. Saat perkenalan itu Roni tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia berkata kasar. Mosa hanya mendapati Roni selalu berkata lemah lembut. 

Memang saat mendekati pernikahan Mosa sempat melihat Roni marah tetapi hanya sebatas diam dan tidak mengutarakan kata-kata kasar.

Baru juga Mosa ingat selama masa perkenalan itu, Roni selalu menyebutkan kata-kata "kata ibu" berkali-kali. Dia baru manyadari jika Roni memang anak mama. 

Meskipun demikian Mosa masih tetap mencoba sabar. Kalau memang jodoh pasti akan kembali. Namun untuk kembali menerima perlakuan kasar tidak. Mosa ingin kalau pun kembali, Mosa tidak ingin Roni dihandle Sarni. 

Mosa berkeinginan jika bersama Roni kembali mereka tinggal berjauhan dengan mertua agar bisa leluasa. Tetapi kembali lagi pada Roni, apakah bisa jauj dari ibunya. Karena selama ini tidak pernah terpisahkan. Bahkan Roni hanya melakukan sesuatu jika diperintah dan diizinkan oleh ibunya. 

Meskipun itu seperti tidak mungkin, tetapi Mosa hanya bisa berdoa untuk diberikan yang terbaik. Karena hanya Tuhan yang bisa membolak balikkan hati seseorang. 

Keesokan harinya, Mosa sudah mulai bekerja. Seperti biasa dia berangkat pagi-pagi karena untuk menyambut kedatangan para siswa. Saat di depan lobby sekolah sudah ada teman guru yang menyapa. 

"Wah, pengantin baru sudah masuk, saya kira masih libur," sapa Raisa. 

Mosa tersenyum, "Iya, di rumah terus kangen sekolah," sahutnya. 

"Tapi kalau di sekolah kangen rumah, ya. Hehe." ledek Raisa. 

Mosa hanya terus berjalan menuju ruang guru. Lalu meletakkan tas dan menghela napas untuk menenangkan diri. Dia pasti akan banyak yang menggoda. Karena fikiran orang ketika pengantin baru adalah saling sayang-sayangan dan menikmati menjadi diri yang baru. Berbeda dengan Mosa, dia justru merasa sakit hati. Tetapi dia tidak ingin menyampaikan hal itu kepasa orang-orang. Dia bersikap seolah tidak ada yang terjadi dalam pernikahannya. 

Saat jam istirahat, Mosa hanya di ruang guru. Nampak Raisa menghampirinya. 

"Setelah istirahat apa ada jam mengajar?" tanya Raisa 

"Enggak ada," sahut Mosa. 

"Aku mau ngajak kamu buat ke perpustakaan," ajak Raisa. 

Mosa dan Raisa adalah sahabat, sehingga mereka bersikap biasa jika tidak ada siswa. Kalau ada siswa mereka bersikap menjadi guru dan tidak memanggil aku dan kamu. 

"Iya, ini mau makan bekal dulu," sahut Mosa. 

Mereka berjalan menuju perpustakaan. Terlihat beberapa siswa menyapa Mosa dan bersalaman karena cuti beberapa hari. Dan menggoda Mosa, Mosa tidak merasa risih, justru dia senang banyak yang perhatian kepada dirinya. 

Saat sampai di perpustakaan ternyata bel masuk berbunyi. Beberapa siswa yang ada di perpustakaan meninggalkan perpustakaan untuk menuju ke kelas masing-masing.

Di perpustakaan Raisa mengajak Mosa berbicara empat mata. 

"Sa, sepertinya ada yang kamu sembunyikan. Coba katakan! Aku melihat kamu pagi tadi di lobby sudah melihat dari sorot matamu. Aku biasa melihat kamu senang dan bahagia tapi justru kamu terlihat murung meskipun di bibirmu melemparkan senyum kepada setiap orang," ucap Raisa.

Mosa tersenyum, "Aku nggak pa-pa," sahutnya. 

"Jangan bohong, kamu makin menunjukkan diri kalau sedang ada masalah, Sa. Kamu jangan menutupi dari aku, aku bisa merasakan kamu sedang sedih. Katakan saja, aku sebagai sahabat ingin membantu kamu selagi aku bisa. Meskipun aku juga sudah menikah tetapi aku belum memiliki anak, kita masih bisa berbagi ketika merasa sedih pun," jelas Raisa. 

Mosa menitikan air mata, "Kamu benar. Aku memang sedang merasa sedih, pernikahan yang aku kira akan membahagiakan justru menyakitkan, suamiku bersikap dingin dan sangat acuh kepadaku. Begitu pula ibu mertua, dia sangat membela anaknya. Aku tidak pernah disentuh sama suamiku. Kemarin aku pusing dia malah mengataiku dengan kasar. Aku hanya berusaha sabar, tetapi aku malah direndahkan. Aku tidak menyangka jika sifat aslinya seperti itu. Lalu aku pamit untuk pulang, dia malah membiarkan aku pulang tanpa mengantar.  Yang aku sangat terpukul juga ibu mertua ikut mengataiku dengan kata-kata kasar, padahal aku selama hidup tidak pernah diperlakukan seperti itu," jelas Mosa. 

"Ya Allah Mosa, kamu sampai seperti itu. Pantas saja. Keterlaluan suami kamu, memang agak sedikit ragu ketika kamu tiba-tiba mau menikah. Kamu pernah cerita kalau dia rajin ibadah, tetapi tidak jadi tolak ukur seseorang. Tidak membandingkan, suamiku tidak rajin ke masjid tetapi masih ingat sholat dia bisa memperlakukan aku dengan baik. Sangat keterlaluan Mosa, memang lebih baik kamu pulang. Tenangkan fikiranmu, daripada kamu di sana hanya makan hati. Nanti pulang sekolah kita makan bersama, aku traktir. Mungkin bisa sedikit menghibur kamu,"

"Tapi nanti suamimu gimana?" tanya Mosa cemas. 

"Kamu lupa, ya. Suamiku pulangnya setelah isya, jadi nggak masalah. Nanti aku juga bakal bilang kalau mau makan sama kamu dulu, insya allah dia izinin. Aku juga mau nyenengin kamu. Pasti kamu butuh hiburan, kasihan sekali aki kihay kamu,  Sa. Baru juga 3 hari kamu jadi pengantin," sahut Raisa. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dewi Astati
kisahnya sangat menarik sekali......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status