Princes menatap dirinya di cermin wastafel sambil mencuci tangan yang sebenarnya tidak kotor.
Wajah cantik Princes memberengut, kesal pada diri sendiri yang nyaris tidak bisa mengendalikan diri. Princes menarik napas kemudian mengeluarkan perlahan. "Jangan malu-maluin donk ... ini tuh bukan pertama kali kamu suka sama cowok, kan!" Princes bicara pada cermin di depannya. Menarik napas lagi lalu mengeluarkan perlahan, Princes pun mengayun langkah keluar dari toilet. Ia berharap permainan truth and dare sialan itu tidak dimainkan lagi. Dan harapan Princes terkabul, saat ini Kaluna bersama Brian tengah mengambil alih acara live music. Beruntung Kaluna memiliki suara yang merdu begitu juga Brian, para pengunjung sekarang memfokuskan perhatian ke arah panggung kecil di mana Kaluna dan Brian bersama band sedang menyanyikan sebuah lagu yang sedang hits saat ini sehingga kebanyakan dari mereka ikut menyanyi. Mungkin dari banyaknya pengunjung, hanya Sean yang tidak benar-benar fokus menikmati penampilan di atas panggung. Benaknya terus berpikir bagaimana cara agar bisa mendekati Kanaya. Melihat karakter Kanaya yang dingin, sepertinya Kanaya bukan gadis yang mudah didekati. Sean harus memakai trik untuk mendapatkan gadis itu. Ia menoleh pada Princes yang semenjak kembali dari toilet tidak terdengar suaranya padahal berada di samping Sean. Dan ketika mata mereka bertemu—Sean mendapat senyum manis dari Princes. Ada sedikit canggung di senyum itu, Sean juga merasa aneh. Di antara yang lain hanya Princes yang lebih dulu ia kenal. Walaupun pertemuan mereka dalam kondisi kecelakaan yaitu tidak sengaja menumpahkan minuman tapi semakin ke sini justru Princes tidak segalak ketika mereka pertama kali bertemu. Sean mencondongkan tubuhnya ke samping hingga lengannya menyentuh lengan Princes. Barus saja Sean mendapat ide, bila mungkin dengan mendekati Princes—ia bisa jadi lebih dekat dengan Kanaya dan mengetahui segala hal tentangnya. "Hey ...." Sean menghadapkan wajahnya pada Princes dan ketika gadis itu menoleh menghasilkan jarak yang sangat dekat wajah keduanya. Sean bisa melihat bagaimana bulu mata lebat nan lentik itu mengibas pelan seperti gerakan slowmotion. "Tukeran nomor hape, yuk!" Sean benar-benar sudah fasih berbahasa Indonesia sampai ke bahasa tidak baku yang umum digunakan. "Hum?" Princes mengerjap dengan debaran jantung menggila dampak dari kulit mereka yang saling bersentuhan dan hembusan napas Sean yang menerpa wajahnya dengan lembut. Sean bisa melihat Princes tiba-tiba gugup, meraih ponselnya dari atas meja dengan gerakan kaku. "Ketik di sini," kata Princes memberikan ponselnya pada Sean. Sean mengetikan nomor ponselnya di kontak Princes kemudian memberikan ponsel itu kembali pada Princes. Princes mendengus geli membaca nama Sean yang pria itu tulis di kontaknya. 'Sean Ganteng', begitu dia menamai nomornya di kontak Princes. "Benar 'kan? Aku ganteng?" Sean bertanya penuh percaya diri. "Bangeeeettt." Princes mengatakannya dalam hati. Princes mengerutkan pangkal hidung "Mungkin," kata Princes pada kenyataannya. Princes melakukan panggilan ke nomor Sean dalam aplikasi chat membuat ponsel pria itu yang tersambung pada WiFi pun berkedip. Sekarang Sean sudah mendapat nomor Princes dan tidak akan lama lagi ia bisa mendapat nomor ponsel Kanaya. Betapa bahagianya Princes karena bisa mendapat nomor Sean dan pria itu pula yang memberikan secara langsung. Apakah Sean sudah menyukainya? Karena Princes juga sudah menyukai Sean, sekarang hatinya sedang berbunga-bunga membayangkan langkah Sean selanjutnya untuk mendekatinya kemudian menyatakan cinta. Mengingat mereka tinggal di kota yang sama di Negri Paman Sam pasti hubungan ini akan berjalan lancar, setidaknya itu yang ada dalam benak Princes saat ini. Begitu percaya diri kalau Sean merasakan perasaan yang sama dengannya. Princes kemudian bersenandung ikut menyanyikan lagu yang sedang dinyanyikan Kaluna dan Brian. Namun sayang Princes salah besar karena sebenarnya justru dari posisi duduk Sean sekarang yang setengah menyandar pada sisi tubuh Princes—Sean bisa dengan jelas menatap wajah eksotis Kanaya. Karena merasa ditatap begitu intens—Kanaya menoleh, ia memergoki Sean sedang menatapnya. Pria itu sempat salah tingkah dengan menegakan posisi duduk tapi kemudian tertegun saat Kanaya mengembalikan tatapan ke semula dengan seulas senyum tipis di bibir. Sean sangat yakin kalau tadi Kanaya tersenyum kepadanya meski sangat tipis. Pria itu lalu berdekhem singkat. "Kapan kalian pulang?" celetuk Sean bertanya. "Beberapa hari lagi, kami akan menghabiskan masa liburan di Indonesia." Zyandru yang menjawab. Sean semakin memiringkan kepalanya hingga menyentuh pelipis Princes. "Kabari aku kalau kamu udah sampai di New York." Sean bermaksud berbisik tapi suara musik yang kencang membuatnya tetap harus menaikkan intonasi. "Kenapa memang?" Kepala Princes meneleng menatap Sean penuh selidik. "Nanti aku jemput di Bandara." Jawaban Sean itu membuat pipi Princes bersemu.Mansion milik keluarga Alterio yang terletak di Florida-Negara bagian Amerika Serikat tidak pernah seramai sekarang.Itu terjadi karena liburan musim panas tahun ini, keluarga Alterio dan keluarga Gunadhya kompak melakukan liburan bersama.Bisa dibayangkan bila The Gunadhya yang banyak itu berkumpul ditambah keluarga Alterio yang juga merupakan keluarga besar maka sudah bisa dipastikan Mansion dengan dua puluh kamar tersebut nyaris tidak dapat menampung mereka.Beberapa lajang harus tidur di ruang televisi atau perpustakaan yang di sulap menjadi kamar yang nyaman.Tapi keseruan bisa berkumpul bersama belum tentu bisa terulang lagi.Tahun ini banyak sekali kelahiran baik di keluarga Alterio maupun Gunadhya, jadi tangis bayi menggema hampir di seluruh ruangan."Ryleeeey!" Kanaya berseru memanggil suaminya yang entah ada di mana.Dia kelelahan mencari ayah dari Arthur itu di Mansion yang luas ini sambil menggendong sang putra yang tidak berhenti menangis."Liat Ryley enggak, Bang?" Kanay
Chapter 59 – BABY BOY "Hai," suara serak Ryley menjadi yang pertama kali Kanaya dengar begitu dia tersadar."Ry ... ley," panggil Kanaya parau."Yes babe." Ryley menggenggam tangan Kanaya erat.Kanaya mengernyit ketika perih terasa di kulit bagian perut.Dia pun melihat ke sana kemudian refleks memegang perutnya."Bayi kita ... mana bayi kita," kata Kanaya di antara tubuhnya yang lemah."Dia sedang di ruangan bayi ... kamu berhasil mengeluarkannya." "Benarkah?" Kanaya tampak tidak percaya.Ryley mengecup kening Kanaya, membungkukan tubuhnya lebih dalam untuk memeluk Kanaya."Aku pikir aku akan kehilanganmu, aku takut sekali." Ryley berbisik lirih.Kanaya malah terkekeh tapi tak ayal membalaskan pelukan suaminya."Apa benar anak kita laki-laki seperti hasil USG terakhir?" Kanaya hanya memastikan.Ryley mengurai pelukan setelah sebelumnya mengecup kening Kanaya.Dia pergi menjauh menuju pantri mengambil air minum untuk Kanaya."Aku tidak tahu, aku belum melihatnya." Ryley menyahut sei
Karena takut kehilangan Princes lagi, Sean melengkapi setiap sudut rumahnya dengan CCTV.Dari kantor dia bisa melihat apa saja yang dilakukan Princes seharian.Dan itu kenapa juga dia selalu bisa menemukan Princes setiap pulang kerja tanpa perlu berteriak memanggilnya.Meski sibuk, Sean tidak pernah lupa untuk mengecek kondisi Princes dan bayi perempuan mereka yang diberi nama Brielle Taleigha Maverick melalui CCTV.Sean menyesal kalau hari ini dia harus lembur sehingga tiba di rumah saat malam sudah larut.Dia langsung menuju kamar utama, Sean melihat istrinya dan putri mereka sudah terlelap dengan posisi sama yang ia lihat sebelum pulang melalui aplikasi ponsel yang tersambung ke kamera CCTV kamar.Bergegas Sean pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan mengganti pakaian.Brielle atau Elle nama kecil panggilan kedua orangtuanya—tengah terlelap begitu pulas di samping Princes.Sean menarik selimut untuk membalut tubuh sang istri yang seharian ini sudah bekerja keras merawat p
Hampir seminggu Kanaya tidak bicara dengan suaminya semenjak malam pesta pernikahan mereka, setiap kali Ryley bertanya—Kanaya tidak pernah menjawab.Dia akan menunjukkan wajah masam dan sering melempar-lempar barang untuk menunjukkan kekesalannya.Ryley harus menerima sikap Kanaya dengan lapang dada karena dia telah membuat singa betina marah.Meskipun berulang kali Ryley minta maaf dan menjelaskan alasannya bersikap kasar malam itu namun tidak ada ampun bagi Kanaya.Dia akan berprilaku seperti ini sampai suasana hatinya membaik.Bisa satu bulan, satu tahun atau mungkin sepuluh tahun.Walau mendiamkan Ryley, Kanaya tetap berbelanja menggunakan kartu kredit unlimited milik pria itu.Kanaya menghabiskan banyak uang suaminya untuk membeli pakaian, sepatu, tas, accesories, makeup sampai perhiasan.Dia berdalih kalau itu semua untuk membeli sakit hati yang ditorehkan sang suami padanya.Ryley tidak mempermasalahkan, dia senang-senang saja Kanaya menghabiskan uangnya.Dia beranggapan kalau
Di pesta pernikahan yang digelar sangat mewah dan meriah di kota New Yor, Kanaya mengundang teman-temannya yang beberapa bulan lalu sempat dia jauhi.Atau lebih tepatnya dia yang mengucilkan diri dari circle anak Crazy Rich New York.Pasalnya menikah dan langsung memiliki anak tidak pernah terlintas dalam benak Kanaya apalagi menjadi rencananya.Lalu bagaimana nanti tanggapan para pria teman bercintanya di masa lalu bila mengetahui hal ini?Mereka tidak pernah diberikan kesempatan oleh Kanaya untuk menjalin hubungan asmara karena Kanaya selalu berdalih kalau dia tidak percaya akan cinta.Beruntung Kanaya menikahi seorang Konglomerat, level Ryley sangat jauh di atas para pria teman bercintanya Kanaya yang dulu.Jadi mungkin opini mereka tentang Kanaya tidak akan terlalu buruk.Mereka pasti beranggapan bahwa jelas saja Kanaya mengubah prinsipnya karena dipinang oleh Konglomerat Negri ini.Dan hal itu menjadi alasan kenapa Kanaya kembali menjalin hubungan dengan para sahabatnya.Kanaya b
"Kamu saja yang datang ... ah, tidak ... aku saja ...." Kanaya berulang kali mengatakan hal tersebut sambil mondar-mandir di kamarnya yang luas.Ryley sudah terbiasa melihat pemandangan ini jadi dia hanya bisa meluruskan kakinya di sofa kemudian bersandar nyaman dengan kedua tangan di lipat di belakang kepala. "Ryley!" seru Kanaya menghentikan langkah."Yes Babe." Ryley menegakan punggung juga menurunkan kakinya."Bantu aku memikirkan apakah aku atau kamu yang datang ke Baby shower anaknya Princes? Atau kita tidak perlu datang saja sekalian?" Kanaya menghentakan kakinya kemudian duduk menyamping di atas pangkuan Ryley.Kedua tangannya melingkar di leher Ryley namun sayangnya wajah cantik itu terus memberengut. "Bagaimana kalau kita berdua datang ... kamu dan Princes adalah sepupu, kita sudah mendapat kebahagiaan kita sendiri ... kamu tidak perlu cemburu lagi dengan Princes dan aku juga tidak akan mengungkit masa lalu kamu dengan Sean."Tentu saja Ryley bisa dengan mudah mengatakan