Share

Bab 6B Bromo

"Hufh, nasib mau liburan jauh-jauh dari bos dingin. Eh ketemu sama laki-laki tampang playboy gini," gerutunya dalam hati.

Demi menghemat kantong biar ngga kering, Syila menyewakan satu kamarnya. Sayangnya, kamar mandi dan dapur dipakai bersama. Keduanya sepakat untuk menjadi penghuni saling asing. Artinya tidak ada dua orang di tempat yang sama. Saat salah satu menggunakan dapur, maka salah lainnya tidak berada di situ. Terdengar ribet, tapi demi keamanan bersama terutama Syila yang aslinya gadis polos lulusan pesantren. Di luarnya saja dia menjadi gadis bar-bar untuk tameng dari godaan playboy. 

 

Pria itu mengenalkan diri dengan nama panggilan Refan. Syila sempat membatin, pria itu mirip bosnya. Namun kelakuan mereka bertolak belakang. Apalagi penampilan Refan berambit gondrong, menambah kesan plaboynya.

 

Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Refan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. 

 

Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. 

 

"Hai, Syila! Pesan makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Refan. 

 

Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. 

 

"Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. 

 

"Hmm, terserah menunya." 

 

"Oke, soto dan jahe panas." 

 

Refan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." 

 

Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penciuman Refan meski berada di kamar. Mau tak mau dia keluar kamar dan duduk di meja makan dengan dua kursi disana. 

 

"Soto dan jahe, 500 ribu," ucap Syila dengan senyum tersungging. 

 

"Busyet, lu mau malak gue?" ujar Refan dengan mata melotot dan dua kaki naik ke kursi. 

 

"Mau, enggak? Nggak juga nggak apa, aku yang habisin." 

 

"Gila nih cewek, perut apa karet?"

Syila santai meletakkan semangkuk mie dan segelas jahe untuk Refan, dan sisanya lagi untuknya. 

 

"Ada tambahan juga denda 200ribu." 

 

"What?!" 

 

Bahu Refan pura-pura lemas, uang segitu kecil untuknya. Hanya saja nggak cocok dengan pengakuannya sebagai office boy di awal kenalan. 

 

"Ingat, nggak ada yang gratis, Bang. Udah dibilang jangan sampai kita berdua di tempat yang sama, atau Abang kena denda." Refan mengalah karena protes pun tak bertenaga, perutnya sudah melilit.

Memilih menikmati makan malam, dia membuka penutup mangkuk. 

 

"Astaga, katanya soto?" 

 

"Iya, itu, Bang. Cicipin dulu kalau nggak percaya!" 

 

"Ini mie rasa soto, gue hafal rasanya." 

 

"Sini kalau nggak mau!" 

 

"Eits, mana boleh. Terpaksa buat ngisi perut. Udah harganya selangit, zonk." 

 

"Nggak zonk juga kali, udah makan anget-anget di cuaca yang dingin menusuk tulang ditemani gadis cantik. Rugi apa coba?" 

 

"Astaghfirullah, mimpi apa gue semalam. Ditemani pelayan aja bangga." 

 

"Cihh, nggak tahu gini-gini pelayannya direktur," batin Syila seraya menyeruput jahenya, lalu mulai menikmati mie rasa soto yang menggoyang lidah. 

 

Selama tiga malam berturut-turut Refan menikmati mie rasa soto. Menggelikan. 

 

Di akhir kebersamaan mereka menikmati keindahan gunung Bromo, sebuah perjanjian pun disepakati. 

 

"Astaga, tiga hari bersama lu bisa-bisa gue bangkrut." 

 

"Di dunia ini nggak ada yang gratis, Bang. Mau BAK di terminal aja bayar, lho. Abang kan ganteng, nggak mungkin jatuh miskin. Cukup senyum-senyum di pinggir jalan juga ada yang jatuhin receh." 

 

"Lu kira, gue pengamen?!" 

 

***** 

 

Seminggu sudah Syila kembali ke kantor dengan profesinya sebagai sekretaris Zein. 

 

"Syil, sarapan seperti biasa dua porsi, ya!" 

 

"Hah? Tumben pak bos pesan dobel" 

 

"Duduk dulu!" 

 

"Mana sarapannya, Bang? Buruan lapar, nih." 

 

"Nah, itu dia soto kesukaanmu." 

 

"Hah, kamu?" Syila terbelalak mendapati office boy di ruang bosnya. 

 

"Kamu kenal Syila, Fan?" 

 

"Dia pelayan di sini?" seru Refan dengan telunjuk mengarah ke Syila. 

 

"Bos, dia office boy di sini?"tanya Syila sambil menunjuk Refan yang duduk di sofa. 

 

"Kalian apa-apaan, sih? Syila sekretaris sekaligus calon kakak iparmu, Fan." 

 

"Hah, nggak, Bang. Gue nggak terima dia jadi kakak ipar." 

 

"Lhah?" 

 

"Gue maunya dia jadi adik ipar, Abang."

"Gimana, bisa?" protes si abang. 

 

"Menurut perjanjian, kalau gue makan mie soto yang keempat kali buatan dia, maka dia jodoh gue," ucap santai Refan, sedangkan Syila melotot tajam ke arahnya. 

 

"Perjanjian dari mana?" 

 

"Perjanjian saat tiga hari menginap bersama di Bromo." 

 

"Syila! Jadi kamu jalan-jalan sama adikku?" 

 

"Nggak, Bos. Saya jalan sama office boy." Syila tersenyum sambil meringis.

 

D Lista

Semoga suka cerita baruku. jangan lupa like dan komen ya. mampir juga ke cerbung best seller "ISTRI YANG KABUR DI MALAM PERTAMA"

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
D Lista
makasih kak
goodnovel comment avatar
Rumie Bandang
awal ceritanya bikin hilang strees..moga cerita seterusnya seru ya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status