“Maaf, saat melihatmu, aku jadi teringat dengan seseorang yang kukenal. Kamu sangat mirip dengan dia." Adrian berkata terbata-bata. Dia menggaruk kepala yang tidak gatal. Tiba-tiba merasa salah tingkah di depan wanita secantik Hanna.
"Perkenalkan, namaku Adrian. Ngomong-ngomong, siapa namamu? Sepertinya aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apa kamu juga alumni siswa di Sekolah Harapan Bangsa?” Adrian mengulurkan tangan pada Hanna. Dia merasa sangat penasaran dengan wanita cantik yang berdri di depannya itu. Hanna mengambil napas lega. Adrian tidak mengenalinya. Sekarang, saatnya dia beraksi. “Namaku Cindy. Baru satu bulan aku pindah di kota ini. Sebelumnya, aku tinggal di desa bersama nenekku. Jadi, kurasa kita memang belum pernah bertemu.” Dia menggenggam tangan Adrian sambil tersenyum manis. Netranya melirik sinis ke arah Elmira yang sedang berjalan mendekat.Tangan Adrian dan Hanna menyatu untuk beberapa menit lamanya. Mereka saling berpandangan lekat. Entah sihir apa yang dimiliki Hanna, membuat Adrian enggan melepaskan tangannya dari tangan Hanna. Dia terus menatap Hanna tanpa berkedip.“Apa-apaan kalian?” Elmira berteriak kesal. Dia menepis kasar tangan Hanna yang sedang bersalaman dengan Adrian.“Berani-beraninya kamu menyentuh tangan calon suamiku. Apa kamu mau jadi pelakor, hah?” teriak Elmira nyaring, membuat beberapa orang yang ada di sana melihat ke arahnya.Adrian terlihat kesal. Dia menarik Elmira menjauhi Hanna dan berbisik pelan, “Apa yang kamu lakukan, Elmira? Aku dan Cindy hanya berjabat tangan biasa. Kenapa kamu harus marah kepadanya?” Hanna melipat kedua tangan di depan dada dan berjalan mendekati Elmira.“Apa katamu tadi? Kamu menyebutku sebagai “pelakor”? Apa aku tidak salah dengar? Kalian hanya sepasang kekasih yang tidak halal, bukan pasangan suami istri yang sah. Selama janur kuning belum melengkung, apapun bisa terjadi. Tidak ada yang bisa melarang aku untuk mendekati kekasih tidak halalmu itu.” Hanna tersenyum menyeringai. Dia menatap jijik Elmira. “Atau jangan-jangan kamulah pelakor yang sebenarnya?” tanyanya membuat Adrian dan Elmira membelalakkan mata.“Apa kamu bilang? Aku pelakor?” Elmira melebarkan mata menatap Hanna dengan penuh amarah.“Seharusnya kamu melihat dirimu di depan kaca. Kamu hanya calon istri dari bekas tunanganku. Asal kamu tahu, kamu bukanlah tipe wanita idaman Ricky. Dia hanya menjadikan kamu sebagai pelarian setelah hubungan kami berakhir,” ujar Elmira panjang lebar. Dia tersenyum miring menatap Hanna puas.“Lebih baik menjadi pelarian dari pada menjadi pelakor." Hanna mencebik. Dia menatap Adrian dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Jika melihat penampilan calon suamimu itu, dia tidak terlihat seperti laki-laki yang masih sendiri. Aku tidak percaya, laki-laki tampan dan sukses seperti dia belum mempunyai istri.” Hanna berjalan menjauhi Elmira dan Adrian setelah puas mengatakan semua yang ingin dia katakan. Setelah ini, Elmira pasti akan semakin marah kepadanya, dan Adrian akan semakin penasaran kepadanya. Hanna menghentikan langkah dan tersenyum menyeringai. ‘Lihat saja, aku tidak akan membiarkan kalian bahagia di atas penderitaanku. Aku akan membuat Adrian jatuh cinta kepada Cindy dan meninggalkanmu, Elmira. Dengan begitu, kalian akan merasakan sakit yang kurasakan,’ gumamnya dalam hati.“Ternyata kamu ada di sini, Hanna? Sejak tadi aku mencarimu ke mana-mana.” Ricky berjalan menghampiri Hanna. Dia melihat Adrian sedang bersitegang dengan Elmira, lalu berkata kepada Hanna, “Kenapa kamu tidak memberi tahu aku jika sedang terjadi pertunjukan drama yang sangat seru di sini?" Ricky berjalan mendekati Adrian dan Elmira sambil bertepuk tangan. “Bagus sekali! Aku sangat menikmati pertunjukan drama yang kalian pertontonkan. Lanjutkanlah sampai acara ini berakhir,” ucapnya seraya tersenyum menyeringai.“Apa yang kamu katakan?” Elmira menoleh ke arah Ricky dan menatapnya sinis.“Sudah kuduga sebelumnya, hubungan yang terjalin di atas penderitaan orang lain, tidak akan pernah bertahan lama,” ujar Ricky. Dia menghentikan langkah dan berdiri di dekat Adrian dan Elmira, disusul oleh Hanna.“Jangan salah menilai, Ricky. Pertengkaran adalah hal yang wajar dalam setiap hubungan. Kami baik-baik saja. Bahkan kami akan mempercepat rencana pernikahan kami,” ujar Elmira kepada Ricky. Dia menghentikan pertengkarannya dengan Adrian karena tidak ingin Ricky melihatnya.“Oh, ya? Kita lihat saja nanti." Ricky berbalik, hendak berjalan menjauh, tetapi Elmira menghentikannya.“Bilang saja kamu belum rela menerima kenyataan jika aku meninggalkanmu, Ricky. Selama ini kamu menderita karena pertunangan kita yang batal,” ujar Elmira. Dia tersenyum puas.Ricky tersenyum miring. Dia kembali berbalik dan menatap Elmira. “Apa aku terlihat menderita, Elmira? Justru aku sangat bersyukur karena pertunangan kita yang gagal. Aku bersyukur karena selamat dari hubungan toxic dengan wanita problematik sepertimu. Sekarang, Tuhan telah mempertemukan aku dengan wanita yang jauh lebih baik dan lebih cantik dari pada kamu.” Ricky berjalan mendekati Hanna dan merangkul pundaknya.Hanna memelototkan mata pada Ricky. Dia sudah memperingatkan agar Ricky tidak menyentuhnya, tapi apa ini? Dia menurunkan tangan Ricky dari pundaknya.Elmira tersenyum miring melihat sikap Hanna pada Ricky. “Sayang sekali, hubungan kalian palsu!” gumamnya seraya memalingkan wajah. Dia memutar bola mata malas, tidak ingin melihat wajah Hanna yang menurutnya sok cantik.“Apa maksudmu?” Ricky bertanya bingung. Dia tidak mengerti maksud perkataan Elmira.“Calon istrimu itu sangat munafik. Dia berlagak sok suci di depanmu, tetapi di depan laki-laki lain, dia sok kegenitan. Sepertinya, dia tidak benar-benar mencintaimu. Kamu harus berhati-hati kepadanya. Mungkin, ada pria lain yang sedang menarik perhatiannya.” Elmira menggandeng Adrian dan membawanya pergi meninggalkan Hanna dan Ricky.Adrian berjalan ragu mengiringi langkah Elmira. Beberapa kali dia menoleh ke arah Hanna, seperti tidak rela meninggalkan wanita cantik yang mulai menarik perhatiannya.“Apa kamu mengenal Adrian dengan baik sebelumnya?” Ricky menyipitkan mata menatap Hanna penuh tanya. “Apa kamu mempunyai hubungan khusus dengannya?” lanjutnya. Dia merasa curiga.“Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu?” Hanna balik bertanya. “Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Jangan melewati batas. Hubunganku dengan laki-laki lain adalah privasiku. Sedangkan, hubunganku denganmu hanyalah sandiwara belaka. Kamu tidak mempunyai hak atas urusan pribadiku,” ujar Hanna tegas. “Satu lagi, karena kamu sudah menyentuhku tadi, Kamu harus membayar denda. Apa kamu sudah melupakan perjanjian kita? Kamu harus membayar denda seribu kali harga kosmetik yang kupakai jika kamu menyentuhku meskipun sedikit saja,” ujar Hanna menagih janji.“Baiklah, itu hal yang mudah bagiku," ujar Ricky percaya diri. Dia sama sekali tidak merasa gusar ketika Hanna menagih janji kepadanya untuk membayar sejumlah denda.“Kamu serius?" Hanna membelalakkan mata tidak percaya. Bagaimana bisa lelaki di hadapannya begitu santai menjawab saat dirinya menagih denda yang tidak kecil nilainya. “Kamu akan membayar mahal untuk itu,” ucapnya memperingatkan."Tenang saja, Zeyeng. Seribu kali harga kosmetik yang kamu pakai, masih bisa kujangkau, asalkan kamu mau menjadi milikku. Aku akan membayarnya setelah aku menyentuhmu sekali lagi.” Ricky mendekatkan wajahnya pada wajah Hanna.Tiba waktunya pulang kerja. Saat berjalan di trotoar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Seorang lelaki menurunkan kaca jendela mobil dan memindai Hanna dari ujung kepala hingga ujung kaki. Adegan ini mengingatkan Hanna pada Ricky. Namun kali ini Hanna lebih berdebar karena pria yang sedang dia hadapi adalah atasan kerjanya. "Ada apa, Pak?" tanya Hanna ragu-ragu. Dia bertanya-tanya di dalam hati, kesalahan apa yang dia perbuat sampai membuat marah atasannya. Apa Pak Alan sedang marah kepadanya? Dia memejamkan mata dan menundukkan kepala, menutupi rasa gugupnya. "Kamu pulang sendirian, Hanna?" Akan bertanya basa-basi. "Eh?" Hanna mengangkat wajahnya menatap Alan. Bibir ranumnya ternganga. "Bapak bertanya apa?" Dia bertanya untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. "Apa kamu pulang sendirian?" Alan mengulangi pertanyaannya."Oh ya, saat di luar jam kantor, jangan memanggilku "bapak". Aku belum setia itu." Alan berkata dengan suara bariton. "Panggil aku "Alan
Hanna kembali ke ruang kerjanya. Dia tersenyum senang sambil menikmati makanan. Beruntung sekali rasanya, di saat perut sedang lapar, tiba-tiba sudah ada makanan siap tersaji di meja kerjanya. Jadi tidak perlu susah-susah memesan atau membeli makanan di luar kantor. Hanna terlalu asyik menikmati makanan hingga tidak menyadari jika diam-diam Alan sedang tersenyum memperhatikannya. Telepon Alan berdering. Lelaki itu segera mengangkat telepon dan berbicara pada orang di seberang. "Kamu tenang saja. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja. Dia aman di sini." Alan berbicara dengan suara bariton pada sesorang di seberang telepon. "Sebentar lagi jam kerja. Jangan terlalu sering menggangguku." Alan menutup telepon dengan cepat. Dia kembali memperhatikan Hanna dan tersenyum tipis. Adrian merebahkna tubuhnya di sofa depan televisi rumahnya. Dia bersendawa sambil memegangi perutnya yang kekenyangan.Hampir saja Adrian tertidur saat tiba-tiba pintu rumahnya berbunyi. Dengan malas Adrian
"Mengundurkan diri?" Hanna mengerutkan kening, tidak mengerti bisa-bisanya rekan kerjanya meminta dia untuk mengundurkan diri dan mundur dari pekerjaan yang baru saja dia dapatkan. Padahal, mendapatkan pekerjaan itu bukanlah hal yang mudah. Jika dia mundur, belum tentu dia bisa mendapatkan pekerjaan lagi. Terlebih, dia sangat butuh uang untuk menafkahi dirinya sendiri setelah perpisahannya dengan suami. Dia tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. "Iya, kamu harus mengundurkan diri secepatnya." Anita menatap tajam Hanna dan tersenyum sinis. Hanna membalas tatapan Anita, lalu berkata, "Memangnya apa urusanmu? Apa dengan menjadi sekretaris aku merugikanmu? Kenapa aku harus mengundurkan diri?" Dia benar-benar tidak mengerti. "Tentu saja. Bukankah sudah kubilang jika seharusnya akulah yang menjadi sekretaris direktur? Aku lebih lama kerja di sini dari pada kamu." Anita bersikukuh. "Maaf, Mbak Anita. Aku paham, sepertinya kamu sangat menginginkan posisi sebagai sekretaris. Namun, s
Hanna serius sekali mempelajari berkas-berkas yang ada di meja. Dia bertekad untuk bekerja dengan maksimal dan tidak ingin mengecewakan perusahaan yang telah menerimanya bekerja. Hanna masih merasa tatapan Alan tertuju kepadanya. Dia merasa risih dan salah tingkah. Karena merasa terus diperhatikan oleh Alan, konsentrasi Hanna menjadi terganggu. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Hanna menoleh ke arah kaca dan merapikan kerudung hitam yang dia kenakan. Rasanya tidak ada yang aneh dengan penampilannya. Perusahaannya memperbolehkan karyawan wanitanya untuk berhijab. Apakah direkturnya itu sedang mengawasi pekerjaannya? Gawat, mungkin dia akan dipecat sewaktu-waktu jika ketahuan melakukan kesalahan. Hanna kembali sibuk membuka-buka berkas. Dia tidak ingin memberi kesan buruk pada direktur sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Jam istirahat akhirnya tiba. Perut Hanna tiba-tiba berbunyi. Dia merasa sangat lapar karena tadi pagi lupa sarapan. Sepanjang pagi tadi dia bekerj
Elmira berjalan menjauh dari rumah Adrian dengan hati penuh dendam. Dia benaknya terus berputar bayangan saat Adrian mengusirnya dari rumah dan tidak mengakui calon bayi yang dikandungnya. "Kamu wanita licik, Elmira! Kamu pasti menggunakan alat itu untuk memaksaku menerimamu," teriak Adrian dengan tatapan mengerikan. "Aku tidak bohong. Bukankah kita pernah melakukannya? Ingatlah malam-malam saat kita bersama, Adrian," lirih Elmira. Tatapannya begitu memohon. Dia sangat berharap Adrian mau mengakui anak di kandungannya. "Kamu pikir aku percaya? Aku tidak akan pernah mempercayaimu, Elmira. Pergilah dari rumah ini. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi." Kata-kata Adrian yang begitu menyakitkan bagi Elmira. "Oh ya? Kamu tidak percaya? Bagaimana kalau aku mempunyai bukti?" Elmira menantang Adrian. "Bukti apa yang kamu maksud?" Adrian tidak mau kalah. Dia tidak akan terpedaya oleh wanita licik seperti Elmira. "Bukti apa lagi, tentu saja bukti saat kita bercocok tanam." Elmira tersenyu
Hampir satu jam lamanya Hanna menunggu di bangku yang terletak di depan perusahaan PT. Cahaya Cosmetics. Sesekali dia melihat jam tangan. Hanna melihat beberapa orang mulai memasuki kantor perusahaan. "Bagaimana, Pak? Apa saya bisa bertemu dengan pemilik perusahaan ini?" Hanna kembali menghampiri seorang satpam dan bertanya. Belum sampai satpam itu menjawab, sorang berbadan kekar menghampiri Hanna. "Ehm, kamu bukannya wanita yang kemarin?" Lelaki kekar itu menatap lekat Hanna. Hanna membalas tatapan lelaki kekar itu. Memang, wajah dan perawakan lelaki itu tidak asing. Tapi di mana mereka pernah bertemu? Hanna mengingat-ingat. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Hanna bertanya hati-hati. "Kamu melupakannya? Kamu wanita yang menabrakku kemarin, 'kan?" ucap lelaki berbadan kekar itu. Hanna baru mengingatnya. Dia laki-laki yang dia tabrak sebelum jadwal interview di perusahaan lain. Kejadian tabrakan yang membuatnya ketinggalan sesi interview dan kehilangan kesempatan untuk diter