BERTEMU LAGI
Menul masih berkubang dalam suka cita. Perasaannya masih berenang kian kemari, menyelami setiap relung hatinya. Ia benar-benar bahagia. Makanya, hari-harinya terasa diliputi awan cerah. Rona sumringahnya tergambar jelas dari aura positif yang terpancar dari wajah polosnya. Sampling majalah yang memuat tulisannya masih saja dia baca. Baca. Dan baca. Entah sudah berapa kali Menul membacanya. Majalah itu selalu menarik untuk dibuka, di waktu senggangnya.
“Perasaan majalah itu sudah kamu baca berkali-kali, Nul. Apa tidak bosan?”
Pertanyaan Harun mengusik perhatian Menul pada deret kalimat yang tersaji dalam rubrik omelet. Sepertinya Harun memang berhak terusik dengan apa yang Menul lakukan, karena sejak Menul mendapat majalah itu darinya, majalah itu tidak pernah lepas dari tangan Menul. Selalu lengket, seperti tidak mau lepas.
“Hehehe, iya Mas. Saya sendiri sudah lupa berapa kali membacanya. Habis
TITIK TERANGAndre masih kepikiran dengan apa yang dikatakan papinya tentang menjadi pembicara di acara pertemuan dewan direksi dan segenap jajarannya. Meski hanya setengah jam, tetapi cukup membuat Andre gelisah. Dia sama sekali belum mempunyai gambaran tentang apa yang bakal dia obrolkan. Bahkan dia masih belum yakin akan kemampuannya menjadi pembicara di acara tersebut.Andre merasa tidak berbakat dengan sesuatu yang berhubungan keterampilan berbicara. Jika ada yang bisa dengan mudah membuat orang kagum dengan kemampuan menyampaikan kata, maka Andre kesulitan untuk urusan itu. Ia lebih memilih mengangkat pasir daripada harus menjadi pembicara.Saat mempresentasikan konsep itu, Andre merasa tertolong dengan materi yang sudah ia persiapkan. Dewan direksi sudah terlebih dulu tersihir dengan omelet, jadi Andre merasa tidak harus banyak berbicara untuk menjelaskannya. Meski sejatinya, Andre sudah bisa dikatakan mampu menyampaikan sesuatu ke orang lai
SEBUAH PETUNJUKAndre semakin dongkol dengan Reno. Ia merasa Reno sudah di luar batas kewajaran dalam persaingan ini. Sampai-sampai memakai cara tidak benar. Menuduh, menghasut, menfitnah. Jangan-jangan, Reno juga sudah merencanakan sesuatu, demi memenuhi ambisinya. Begitu yang bermain di pikiran Andre. Namun ia bergegas menepis pikiran itu. Apa yang Reno lakukan bukan urusannya.Begitu Reno berlalu, Andre segera mengontak Anto untuk datang ke ruang kerjanya. Penasaran Andre sudah di ubun-ubun. Ia ingin segera mengetahui siapa pemilik notes itu. Makanya, begitu Anto mengetuk pintu, Andre segera mempersilakan masuk. Bahkan Andre sudah menunggu di sofa ruang kerjanya.“Maaf, Pak,” sapa Anto sewaktu melihat raut wajah Andre yang terlihat gelisah. Anto pun mengangguk, sebagai tanda penghormatan. Terang saja Anto menjadi ciut nyali mendapati perubahan raut muka Andre.“Silahkan duduk!”A
SATU PETUNJUK LAGI Andre merebahkan tubuhnya di sofa ruang kerjanya. Dia sedang ingin istirahat sebentar. Penat di dalam pikirannya seperti menguras seluruh energinya. Rasa penasaran pada sosok pemilik notes merah jambu itu telah mengaduk pikirannya lebih dari dua minggu. Kalau saja dia tidak terlanjur menjiplak isi notes itu, tentu dia tidak akan sepenasaran itu. Bayangan ada satu sosok yang mencibir habis-habisan pada rubrik yang bakal diasuhnya, di tengah banyak orang yang mengaguminya, seperti menyayat perasaannya. Seharusnya Andre bangga mendapat ucapan selamat. Seharusnya Andre bahagia, eksistensinya mulai diperhitungkan sejak adanya omelet. Tapi kebahagiaan Andre belum sepenuhnya bisa dirasakan. Bahkan, ketika dia bertemu dengan orang-orang kantor yang memandang sinis padanya, perasaan terhakimi akan langsung menghinggapi. Andre merasa tertekan. Apalagi demi membayangka
KABAR DARI DODOSemangat menulis Menul makin berkobar setelah dia bertemu Andre dengan rona yang berbeda. Meski Andre berusaha menyembunyikan kebanggaannya pada tulisan di rubrik omelet, tetapi Menul bisa menangkap itu. Makanya, Menul ingin berbuat lebih. Meski Andre tidak mengetahui siapa dia sesungguhnya, tetapi Menul sudah cukup bahagia. Menul merasa tidak harus diketahui. Apalagi berharap akan mendapat konpensasi dari tulisannya. Tidak.Mendapati tulisannya diapresiasi begitu tinggi saja itu sudah sangat lebih bagi Menul yang memang sangat awam dengan dunia tulis menulis. Apalagi tentang harga sebuah tulisan. Menul tidak mau memusingkan itu. Menul sudah merasa sukses saat tulisannya ada yang mau membacanya. Makanya, saat mendapati tulisannya sudah nangkring di majalah yang selama ini ia baca, itu merupakan pencapaian yang luar biasa sepanjang perjalanan hidup Menul.Sore itu pun Menul sudah mempersiapkan hati dan pikiran untuk
MENCARI MENULAndre sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Menul, pemilik notes merah jambu yang telah berjasa dalam karirnya di perusahaan. Makanya, begitu dia sampai di kantor, Andre langsung mengontak Imam, pimpinan HRD perusahaan. Satu tujuan Andre, yakni ingin mempelajari data Menul, sebelum dia memanggil Menul ke ruangannya.Andre berharap bahwa Menul adalah orang yang selama ini dia cari. Andre sudah letih dengan perasaan bersalahnya. Sambil berharap-harap cemas bahwa Menul tidak akan bertingkah dengan apa yang bakal ditawarkan kepadanya sebagai konpensasi diambilnya tulisan Menul tanpa ijin, Andre menunggu data dari Imam.Terus terang, Andre merasa khawatir jika Menul sampai bertingkah. Apalagi kemudian menuntut lebih dari apa yang bakal ditawarkannya sebagai konpensasi. Terlebih jika Menul tahu jika tulisannya sudah nangkring dalam majalah sebagai rubrik andalan yang bakal diasuh Andre, bisa jadi ia akan makin betingkah. Andre begid
TIDAK SABARImam pun mohon diri, meninggalkan Andre yang sedang galau akan kehidupannya. Andre merasa sepanjang hidupnya belum pernah merasakan kebanggaan. Dulu, sekolahnya biasa-biasa saja. kuliah juga biasa. Bahkan hampir drop out, karena lebih senang naik gunung. Untung ada Imam yang membantunya, sehingga kuliahnya terselamatkan dan bisa menuntaskan kuliah sampai wisuda.Setelah kuliah selesai, ia masih belum menata dirinya. Jika teman-teman sebayanya sudah mulai merintis karir, Andre malah makin menjadi-jadi dengan hobinya petualang. Mancing, hiking, naik gunung, touring, dan banyak lagi. Papinya hampir saja frustasi mendapati kelakuan anak lelakinya yang makin ke sini makin tidak bisa diharapkan bakal bisa menggantikan posisinya di perusahaan.Kisah percintaannya pun sering kalah. Yang terakhir dengan Siska, yang kemudian lebih memilih Reno. Atau lebih tepatnya mereka bermain asmara di belakang Andre. Namun Andre tidak bisa berku
DEKAT TAPI JAUHAndre merasakan kelegaan luar biasa. Setelah sekian lama dihantui rasa penasaran, kini dia akan segera bisa meluruhkannya. Meski masih belum percaya kalau ada orang pantri yang bisa menulis sebagus itu, namun itu tidak menyurutkan kelegaannya. Inilah kesempatan itu. Kalau bisa digambarkan, apa yang sedang Andre rasakan seperti pelangi yang menyembul di sela rintik hujan.Rasa tidak sabar menyambangi Andre untuk bisa segera bertemu dengan Menul. Tapi dia harus menahannya beberapa saat, karena waktu belum memungkinkan. Andre pun bersiap menjalani pekerjaanya. Andre baru saja bersiap hendak keluar kantor, ketika tetiba dia melihat Harun sudah kembali dengan pekerjaannya. Andre pun tidak membuang waktu untuk segera kondisi Menul.“Kok sudah di kantor lagi?”“Iya, Pak. Tadi sewaktu saya mau ke tempat Menul, eh.. Menulnya malah sudah datang. Makanya, saya tidak jadi keluar.”“Ko
PELAJARAN DARI RENOAndre merasa risih mendapati Reno dengan entengnya masuk ruangannya. Bahkan sampai duduk di kursi. Padahal ia sedang ada urusan dengan orang lain. Benar, tamunya hanya orang pantri. Namun siapapun tentu Reno harus menghormati.“Aku ngganggu ya?”Reno bertanya sambil membuka buku yang ia ambil dari rak buku kantor itu. tentu saja itu pertanyaan retorik, karena tanpa dijawab pun seharusnya sudah tahu, jika ia sangat mengganggu.“Ada perlu apa?” jawab Andre agak ketus. Pandangan tajam, sambil mencoba menarik dua notes itu ke bawah meja. Ia tidak mau jika Reno tetiba mendekatinya dan mengambil notes itu.“Maaf, Pak. Sebaiknya saya permisi dulu.”Menul memberanikan diri untuk menyela. Dia tidak enak hati. Apalagi kalau sampai karena keberadaannya di antara dua orang penting di kantornya itu membuat keduanya tidak nyaman. Menul merasakan ketidaknyamanan Andre pada Reno. Ia juga