MENCARI PEMILIK NOTES
Hari sudah menjelang siang. Hampir jam sepuluh. Tetapi Andre masih berada di kamarnya. Sudah dua hari ini Andre sengaja tidak ke kantor karena disibukkan dengan desain konsep yang bakal dia presentasikan. Meski batas akhir presentasi masih seminggu lagi, tapi Andre memilih untuk melakukan presentasi secepatnya. Dia sudah tidak sabar ingin segera membuktikan pada orang-orang, terutama pada Reno kalau ia bukanlah kotak kosong. Ia juga mampu melakukan sesuatu.
Konsep yang bakal diusung Andre sudah hampir jadi. Sampling satu halaman penuh dengan tajuk omelet sudah didesain sedemikian rupa. Tentu saja dilengkapi dengan satu topik yang disajikan dalam bahasa sederhana dengan nuansa shoft-background berbasic page maker. Andre memilih judul Witing Tresna Jalaran Saka Kulina untuk diangkat dalam presentasi nanti. Sengaja tema itu Andre pilih karena mengandung unsur menarik, menggelitik, local autentic, dan yang pasti mengundang banyak tanya bagi yang membacanya.
Senyum berbaris indah di bibir Andre saat mendapati sentuhan akhir dari konsepnya. Tinggal membuat argumen untuk mempertahankan pilihannya. Andre yakin akan banyak pertanyaan dalam sesi presentasi nantinya. Mulai dari kenapa dia memilih omelet dalam rubriknya. Kenapa dia lebih memilih masuk dalam majalah wanita. Kenapa dia mengangkat hal-hal yang tersebar dalam keseharian dan banyak lagi.
Andre juga sudah menyiapkan argumen jika ada cibiran, kenapa calon CEO sebuah perusahaan penerbitan ternama hanya mengangkat remah-remah, yang bisa jadi dianggap sampah oleh orang-orang seperti Reno.
“Ufff…., akhirnya.”
Andre menggeliat kecil di meja kerjanya, seperti ingin membuang penat di punggungnya. Maklum, Andre belum pernah bersemangat itu dalam bekerja. Makanya punggung Andre seperti mau patah. Sudah lebih dari enam jam dia berkutat dengan pekerjaanya. Bahkan dia belum sarapan. Hanya susu kental yang masuk ke perutnya sejak dia bangun tadi pagi. Biasanya, habis bangun tidur Andre akan langsung disibukkan dengan game. Atau kalau tidak dia hanya nonton televisi sampai jam delapan untuk kemudian pergi ke kantor.
Rupanya, omelet telah membuatnya bergairah, sampai-sampai Andre tidak merasakan detik berlalu. Bahkan saking asiknya bekerja, ia sampai melupakan sesuatu yang tiap pagi ia lakukan, sejak ia duduk di bangku SMA, yaitu bermain game. Padahal biasanya, Andre akan marah jika ada yang mengusiknya saat ia sedang asik bermain game.
Andre beranjak dari kursinya, hendak keluar kamar. Namun matanya menangkap notes merah jambu di kasurnya. Andre mengurungkan niatnya untuk ke ruang makan. Pikirannya kembali pada misteri pemilik notes itu. Baru kali ini Andre merasakan terpenjara oleh sesuatu yang membuat pikirannya tidak tenang. Ia tidak pernah merasakan seperti ini, apalagi sampai terbawa dalam tidurnya, karena sebelum-sebelumnya Andre akan bersikap cuek.
“Siapa sih pemilik notes ini? Misterius banget,” kening Andre mengernyit dalam, tanda dia sangat penasaran. “Aku harus menemukannya sebelum presentasi. Harus.”
Andre berbicara sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Sejak mendapati sesuatu yang istimewa dalam notes itu pikiran Andre terus saja penasaran dengan sosok misterius di balik notes itu. Tidak kalah penasarannya adalah kenapa notes itu bisa berada di tas kerjanya padahal malam sebelumnya dia sudah buang notes itu.
Iya, Andre merasa yakin sekali, jika ia sudah membuang notes itu ke tampat sampah, setelah ia mendapati puisi picisan, saat pertama kali membuka notes itu. Andre tidak percaya dengan mistis, sehingga dia sama sekali tidak berpikiran kalau notes itu masuk sendiri ke dalam tas kerjanya, seperti yang ada di film-film.
“Mungkinkah itu ulah Reno?” kening Andre kembali mengernyit. “Wah, gawat. Kalau itu ulah Reno, berarti aku tidak bisa meneruskan konsep ini. Kenapa aku tidak kepikiran sejak kemarin-kemarin. Bisa saja ini punya Reno yang sengaja diletakkan di meja kerjaku untuk menjebakku. Dia kan licik?”
Andre terduduk lesu di kasurnya. Keceriaan yang baru saja bersemi di wajahnya sirna seketika saat dia berpikiran kalau Reno berada di balik notes merah jambu itu. Andre teringat saat terakhir Reno nyelonong ke ruang kerjanya. Andre masih ingat betul ucapan Reno, Tenang my bro. Aku kan hanya menyemangati kamu saja. Sebagai saudara sekaligus rival, aku harus memastikan kalau kamu sedang berjalan di jalur yang tepat. Tidak asik dong kalau aku mendapat kemenangan tanpa sebuah perlawanan.
“Sepertinya memang ulah Reno. Bisa jadi ia masuk ke ruanganku itu untuk memastikan bahwa notes itu tidak aku buang lagi, setelah ia kembali meletakkannya ke dalam tasku,” begitu pikir Andre.
Gundah kembali menyelimuti hati Andre. Mendung seperti menggantung di wajahnya. Padahal, baru saja wajah cerah ceria terpancar darinya. Jika kekhawatirannya benar, maka ia akan mengalami kekalahan telak. Dan bisa jadi itu akan menjadi moment yang tidak akan bisa ia lupakan seumur hidupnya.
“Apakah itu pertanda bahwa Reno telah memasang perangkap untukku?” pandangan Andre menerawang. “Tapi dari tulisan di notes ini, jelas-jelas ini bukan tulisan Reno. Aku kenal betul seperti apa tulisannya. Bahkan aku juga kenal gaya bahasanya.”
Andre kembali ragu. Dia mondar-mandir di kamarnya.
“Tapi bisa saja dia menyuruh orang untuk menuliskannya.”
Andre kembali membuka notes merah jambu itu. Lembar awal sampai akhir dia buka satu persatu, mencoba mencari peneguhan bahwa notes itu tidak ada sangkut pautnya dengan Reno.
“Kalau menurut notes ini, tulisan pertama dibuat sekitar dua bulan lalu. Sementara promosi itu baru sebulan lalu. Kalau tanggal di notes ini memang benar, berarti ini bukan jebakan Reno. Lagian, mana Reno tahu tentang gembrot, makanan khas kampung yang aku sendiri juga baru kali ini tahu ada makanan seperti itu. Dan itu dijelaskan begitu detail di notes ini sampai-sampai aku seperti baru saja memakannya.”
Andre mencoba menenangkan dirinya. Sudah kepalang basah. Konsep sudah jadi. Deadline juga sudah hampir tiba. Kalau dia harus berganti konsep untuk presentasi nanti, dia tidak yakin akan bisa menemukan ide lagi. Lagian, Andre sudah merasa sangat nyaman dengan omelet. Ia merasa telah berjodoh dengan notes merah jambu itu.
Andre sudah pasrah, jika nanti memang dijebak Reno, dia harus siap menelan pil pahit itu. Toh setelah semua berakhir, ia tidak harus lagi berada di perusahaan. Ia akan meninggalkan Reno dan semua kemunafikan yang ia rasakan selama bergabung di perusahaan tersebut.
“Ah…, kenapa aku tidak tanya Harun. Dia kan pernah bilang kalau salah satu pekerja di pantri suka dengan omelet. Sementara di notes itu banyak bertebaran dengan kata omelet. Bisa saja orang yang dimaksud Harun sama dengan pemilik notes itu.”
Senyum mengembang di bibir Andre. Dia tidak jadi lapar. Andre bergegas ke kamar mandi, untuk kemudian berangkat ke kantor. Satu hal yang ingin dia pastikan bahwa pembuat omelet itu adalah pemilik notes merah jambu. Meski pun dia masih ragu kalau ada orang pantri yang bisa menulis sebagus itu, tapi Andre merasa harus memastikan itu.
Hari ini Andre harus menuntaskannya. Toh semua berada di lingkup kerjanya. Kantor, pantri dan ruang kerjanya. Jadi apa susahnya mendapatkan pemilik notes itu. setelah konsep yang harus ia presentasikan selesai, kini ia bisa fokus untuk menemukan orang pantri yang suka membuat omelet.
JEBAKANKebahagiaan masih menyelimuti Andre. Baru kali ini ia merasakan bahagia selama menjalin hubungan dengan Arra. Ia merasa sedang dibutuhkan oleh Arra. Perubahan sikap Arra yang tetiba sangat perhatian, adalah anugerah baginya. Meski ia merasa sedikit heran, namun ia tidak begitu memikirkannya. Baginya, apa yang diraaskannya sekarang, melengkapi kebahagiannya dalam kesuksesan karirnya.Kedatangan Arra ke Jakarta yang ternyata tidak hanya sehari dua hari, seperti memanjakannya. Terang saja Andre sangat senang, karena untuk bisa membujuk Arra agar pulang ke Indonesia saja tidaklah gampang. Sering kali Andre mengemis demi bisa bertemu dengan Arra, namun sering pula dia harus kecewa.Tidak jarang Andre harus menelan patah hati ketika ia menyatakan kerinduannya pada Arra, harus bertepuk sebelah tangan. Bahkan, tidak jarang Arra melontarkan ancaman akan menyudahi hubungan, jika Andre masih saja menghubunginya tanpa alasan.Terkada
KONSIPIRASIReno makin tidak tenang setelah mendapati kabar kalau Andre memukau dalam acara di depan dewan direksi dan petinggi perusahaan. Menurut kabar yang dia dengar, kecemerlangan Andre juga karena didukung oleh keberadaan asistennya. Reno pantas tidak tenang, karena meski kemampuan dia masih di atas Andre, tapi dia tidak yakin kalau Andre tidak bakal mendapat suara yang signifikan. Bahkan, Reno semakin tidak yakin kalau dia bakal bisa mengalahkan Andre dengan kemenangan telak.Tadinya, harapan Reno sangat besar. Terlebih ia tahu jika Andre hanya jadi boneka pada proses pemilihan CEO tersebut. Semua orang juga sudah tahu seperti apa Andre. Makanya, Reno terlalu merisaukannya. Namun setelah Andre mendapatkan rubrik di majalah, kemudian dipercaya oleh beberapa dewan direksi, Reno mulai berubah pikiran.Belakangan ini pamor Andre sedang naik. Bisa jadi di kalangan pegawai, keberadaan Andre b
JENGAHMenul tergagap saat mendapati Arra melenggang masuk ke ruangan Andre. Dia mengurungkan niatnya untuk memberikan hasil pekerjaannya pada Andre. Sebelum kejadian di mana Menul mendapati Arra telah bermain belakang dengan Reno saja, Menul sudah tidak respek dengan Arra, apalagi setelah kejadian itu. Menul jadi makin tidak respek.Entah kenapa Menul tidak rela Arra menyakiti Andre. Bagi Menul, Andre itu tipikal laki-laki tidak banyak tingkah. Ia tidak banyak tuntutan. Setiap pekerjaan yang diberikan Andre pada Menul, tidak banyak yang diprotes. Meski ada kesalahan di sana sini, Andre menyampaikan itu, dengan kata “bagaiman kalau”. Bukan sementang-mentang marah, karena ia merasa menjadi atasan.Makanya, Menul ikut merasa sakit hati saat mendapati atasannya itu telah dikhianati cintanya oleh orang yang sangat disayanginya. Kalau saja punya kuasa, tentu ia akan segera memberi tahu Andre, sebelum berakibat pada karir Andre.Tapi sayang, Menul b
SECERCAH HARAP“Gimana dengan Menul, Ra?”Delvi tergopoh menghampiri Arra, begitu dia melihat Arra muncul di kantor. Perasaannya sudah tidak karuan sejak Menul menjadi asisten Andre. Ia tentu tidak terima karena Menul, perempuan yang telah ia damprat habis-habisan harus naik kasta. Semenjak Menul jadi asisten Andre, kinerja Delvi sangat menurun. Ia jadi tidak bisa fokus. Pikirannya selalu tertuju pada perempuan itu.Membayangkan Menul menemani Andre menemui kolega, membuatnya uring-uringan. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dulu, saat ia mendapat kabar jika Menul berada satu mobil dengan Andre saja darahnya sudah mendidih. Kini ia harus mendapati kenyataan yang membuatnya muak.Kalau saja tidak ada Arra, tentu ia sudah keluar dari kantor itu. Keberadaan Arra adalah harapan baginya. Ia ingin sekali bisa menyingkirkan Menul, perempuan tak tahu diuntung itu seperti mencabik-cabiknya.Delvi merasa harus kucing-kucinga
SEMANGATMenul diam terpaku dengan apa yang baru saja dilihatnya. Nafasnya berpacu, menandakan sesuatu sedang tidak baik-baik saja. Tentu saja ia tidak baik-baik saja, mendapati dua orang yang ia pernah sedikit kenal, berduaan. Bermain di belakang orang baik. Bahkan ia yakin keduanya memang sudah sering melakukannya.Kalau saja tidak ada hubungan dengan atasannya itu mungkin Menul tidak terlalu memusingkan. Namun dua orang itu ada kaitannya dengan Andre. Yang Menul tahu, Arra adalah orang yang tentu saja mendukung sepenuhnya pecalonan Andre sebagai CEO. Sedang Reno adalah orang yang menjadi rival Andre. Kebetulan keduanya tidak menyukai Menul, yang Menul sendiri tidak tahu alasannya.Berbagai pertanyaan datang silih berganti di pikiran Menul. Meski dia belum begitu pengalaman dengan urusan asmara, tapi Menul bisa melihat ketidakberesan yang diperlihatkan Arra dan Reno. Gandengan tangan itu. Pandangan mesra itu. Apalagi keduanya masuk dalam sa
SELINGKUHSudah hampir setengah jam Menul menunggu Pak Prasetyo di lobi hotel. Namun Menul tidak merasa terbebani, karena dia sudah mendapat kepastian kalau Pak Prasetyo masih ada acara. Lagian, Menul bukan tipikal gadis penggerutu, yang baru menunggu beberapa menit saja sudah uring-uringan. Menul sudah terbiasa menunggu. Apalagi setelah akrab dengan phonesell yang lebih canggih, maka menunggu menjadi keasikan tersendiri. Menul bisa mencoba banyak fitur yang belum sempat dia pelajari.Namun meski asik dengan phonesellnya, sesekali Menul menebar pandang. Bahkan ornamen hotel tidak lepas dari pandangannya karena Menul merasa harus merekam banyak hal yang dia jumpai. Menul ingat kata-kata seorang penulis fiksi ternama bahwa penggambaran sebuah tempat akan makin detail jika seseorang pernah berada di tempat yang sama. Deskripsinya akan lebih terasa sehingga penonton merasa terbawa dalam setingnya. Bakan seolah-olah