Persaingan
"Hallo calon CEO. Apa sudah dapat ide untuk presentasi?”
Reno nyelonong ke ruang kerja Andre. Andre kaget, lalu buru-buru menutup laptopnya. Reno menggodanya dengan menyentuh laptop Andre. Tentu saja Reno tidak benar-benar ingin melihatnya karena Reno yakin Andre belum mendapatkan konsep untuk presentasi. Bahkan Reno yakin Andre sama sekali belum memulai membuat konsep. Andre menepis tangan Reno, kuat.
Bagi Reno, Andre hanyalah kotak kosong yang dimunculkan agar pengangkatannya sebagai CEO kelak tidak berkesan hanya ditunjuk perusahaan, namun lewat persaingan.
Saat medapati calon pesaingnya adalah Andre, Reno merasa di atas angin. Bukan hanya ia, namun teman-teman dekat Reno pun sudah ada yang mengucapkan selamat kepadanya. Bahkan aroma persaingan itu pun tidak begitu di rasakan di perusahaan, karena hampir semua pegawai di situ sudah mengetahui kapasitas dan kapabilitas dua calon CEO tersebut.
“Hehehe.. tenang saja, sepupu. Aku tidak akan mencuri idemu kok. Kan kamu tahu aku sudah mempunyai acara.”
Reno tersenyum meledek sambil melangkah menuju rak buku Andre. Andre hanya diam di tempatnya, sementara pandangan matanya tidak lepas dari sosok Reno. Sebenarnya Andre sudah muak dengan tingkah Reno yang tidak bosan mencemoohnya. Kalau saja bukan karena permintaan papinya untuk maju dalam promosi jabatan, Andre tidak akan ikut dalam pertarungan dengan Reno. Andre tidak pernah berambisi menjadi CEO. Tidak seperti Reno yang sangat ambisius untuk bisa menjadi orang besar.
Dari awal, Andre juga merasa hanya akan jadi bahan cemoohan, saat dia menyanggupi permintaan papinya untuk dicalonkan sebagai kandidat CEO. Namun, ada segelintir asa, untuk mencoba menakar diri, sampai sejauh mana kemampuannya. Toh kalau pun akhirnya dia akan kalah bersaing, orang sudah menebaknya dari awal, dan itu tidak akan menjadi beban baginya.
“Wow, bukunya keren-keren banget,” Reno mencibir. “Tapi kira-kira apa bisa membantu memunculkan ide ya?. Kalau tidak salah, tinggal beberapa hari lagi kan deadline-nya?
“Apa kamu tidak akan tenang, kalau sehari saja tidak merecoki urusan orang lain Ren?” tanya Andre sewot.
Kalau saja sedang di ring tinju, Andre ingin sekali memukul wajah Reno. Tidak hanya sekali dua kali ia merasa direndahkan sedemikian rupa. Namun, Andre harus kembali memperbesar sabarnya, karena memang untuk kali ini dia merasa sedang underdog. Meladeninya, apalagi membalas cemoohan itu hanya akan membuat Reno semakin menjadi-jadi menekan Andre.
“Tenang my bro. Aku kan hanya menyemangati kamu saja. Sebagai saudara sekaligus rival, aku harus memastikan kalau kamu sedang berjalan di jalur yang tepat. Tidak asik dong kalau aku mendapat kemenangan tanpa sebuah perlawanan.”
Andre hanya terdiam. Ia menahan diri untuk tidak kelepasan menyebutkan ide yang sudah mulai digarapnya, karena itu sama saja memberikan Reno waktu untuk memasang kuda-kuda.
“Atau kalau memang butuh bantuan, aku siap kapan saja membantu, My Bro. Ini pure dari hati yang paling dalam.”
“Terima kasih,” Andre beranjak dari duduknya. “Kalau sudah cukup menyemangatinya, silahkan keluar ruangan!”
“Waduh, kok jadi sensi begini kamu Ndre?. Woles Man!”
Reno meletakkan kembali buku yang diambilnya. Pandangannya ditebar ke seisi ruangan. Andre mengawasi Reno dengan perasaan was-was. Dia tidak ingin Reno mendapati sesuatu dari ruangannya yang bakal dia gunakan untuk mengejeknya. Apalagi sampai mendapatkan clue yang mengarah pada notes merah jambu itu. bakal dicemooh habis-habisan kalau sampai Reno tahu jika Andre sedang menggali ide dari catatan ringan yang tertoreh di notes yang bisa jadi bakal dianggap sampah oleh banyak orang.
Pandangan Reno tertuju pada tempat sampah. Saat matanya menangkap gulungan kertas yang seperti habis diremas, Reno mengambilnya. Andre terperanjat. Lembar kerjanya. Sialan, begitu guman Andre.
Namun Andre tidak ada waktu untuk mencoba menyingkirkannya. Atau lebih tepatnya, merebut dari tangan Reno. Andre yakin sekali, bahwa Reno menemuinya di ruangannya bukan tanpa tujuan. Dan ia yakin, tujuan utama Reno adalah menakar sejauh mana persiapan Andre untuk pertarungan pertama.
“Lha, kenapa dicoret-coret begini?. Semua bagus kok,” ujar Reno saat mengomentari lembar kerja Andre yang penuh dengan coretan. Senyum sinis itu makin membuat Andre muak.
“Reno, please. Silakan keluar!”
“Sang Petarung?” kening Reno mengernyit saat membaca satu deret kalimat yang sempat dicoret Andre dalam kertas yang kini di tangan Reno. “Wah, rupanya saudaraku ini sedang mempersiapkan diri untuk bertarung, ya!. Keren. Aku kira akan mengibarkan bendera putih sebelum bertanding.”
Andre memang sudah sejak lama tidak menyukai Reno. Meski Andre bukan orang yang sempurna, paling tidak dia jujur dan apa adanya. Dia tidak suka menjilat sana-sini hanya untuk sebuah pujian. Tidak seperti Reno yang suka sekali menjilat. Terlebih kalau sedang ada maunya. Sayangnya, Reno dikarunia wajah rupawan dan bicaranya bisa melambungkan orang. Makanya, tidak mengherankan kalau banyak yang juga menyukainya.
Sebenarnya bukan masalah sifat Reno yang membuat Andre tidak menyukainya, karena toh Andre tidak terlalu dekat dengan saudara sepupunya itu. Satu hal yang membuat sakit hati Andre adalah ketika Reno merebut Siska dari Andre. Gadis yang mati-matian dia perjuangkan cintanya, direbut oleh Reno. Andre sangat mencintai Siska. Tapi sayang, Siska akhirnya luluh dalam pelukan Reno. Lebih menyakitkan lagi, Reno tidak mencintainya, melainkan hanya ingin membuktikan bahwa dia bisa merebut Siska dari Andr, karena setelah Siska bisa lepas dari Andre, Reno pun kemudian meninggalkannya. Andre patah hati.
Andre marah waktu itu. Hampir saja dia menghajar Reno. Tapi Reno bisa berkilah dan mencari simpati orang lain dengan sandiwaranya, sehingga yang ada bukannya orang-orang bersimpati pada Andre, melainkan justru menganggap Andre kekanak-kanakan. Sejak itu, Andre tidak mau meladeni setiap cemooh atau ledekan Reno. Andre sadar diri kalau dia bukan tandingan buat Reno.
“Mending kamu keluar saja Ren. Aku pingin sendiri.”
“Aku ada penawaran, gimana jika kita adakan kesepakatan saja. Kamu tidak usah repot-repot mempersiapkan segala tetek bengek untuk menghadapiku. Cukup berdiam diri dan menjalani skenarioku. Lalu setelah aku diangkat jadi CEO, kamu akan aku berikan jabatan khusus.”
“Reno, silahkan ambil jabatan itu. Aku tidak begitu berambisi. Aku hanya hanya menjalani apa yang papiku minta. Jadi kamu tidak usah repot-repot memikirkanku,” jawab Andre sambil menahan gemertak giginya. “Sekarang silakan kamu keluar dari ruanganku!”
“Ok. Ok. Santai saja. Tapi ingat my bro. Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan ya!”
Andre mendesah panjang saat Reno keluar dari kantornya. Darahnya seperti bergejolak. Kalau saja tidak ingat akan pesan papinya untuk tidak meladeni Reno, Andre mungkin sudah menonjok Reno. Tapi Andre mencoba bertahan. Paling tidak, satu bulan lagi dia akan mendapat kepastian dengan perjalanan hidupnya. Dia sudah mendapat lampu hijau dari orang tuanya, bahwa kalau dia gagal mendapatkan posisi CEO maka dia diperbolehkan untuk keluar dari perusahaan keluarga dan memulai kehidupan baru. Papi Andre sudah berjanji akan memberi kebebasan pada Andre untuk menjalani kehidupan yang disenanginya.
Andre sudah membayangkan akan seperti apa hidupnya setelah ia keluar dari lingkup perusahaan yang selama ini telah mengekangnya. Andre merasa, perusahaan dan segala intriknya adalah bukan dirinya. Ia tipe orang yang menyukai petualang. Dan ia merasa hanya akan bahagia jika hidupnya tidak dikekang oleh banyak aturan.
MENCARI PEMILIK NOTESHari sudah menjelang siang. Hampir jam sepuluh. Tetapi Andre masih berada di kamarnya. Sudah dua hari ini Andre sengaja tidak ke kantor karena disibukkan dengan desain konsep yang bakal dia presentasikan. Meski batas akhir presentasi masih seminggu lagi, tapi Andre memilih untuk melakukan presentasi secepatnya. Dia sudah tidak sabar ingin segera membuktikan pada orang-orang, terutama pada Reno kalau ia bukanlah kotak kosong. Ia juga mampu melakukan sesuatu.Konsep yang bakal diusung Andre sudah hampir jadi. Sampling satu halaman penuh dengan tajuk omelet sudah didesain sedemikian rupa. Tentu saja dilengkapi dengan satu topik yang disajikan dalam bahasa sederhana dengan nuansa shoft-b
PERTEMUAN PERTAMAMenul sedang santai di pantri. Meski waktunya istirahat siang, tapi Menul lebih senang mengisinya dengan membaca. Kali ini dia membaca koran terbitan hari sebelumnya. Bagi Menul, koran terbitan kemarin atau seminggu lalu sama saja. Dia belum membacanya. Berbeda dengan teman-temannya di pantri yang lebih suka menghabiskan waktu istirahatnya dengan tiduran atau kongkow-kongkow bersama teman-temannya sambil nyari makan siang, Menul lebih suka berdiam diri di pantri. Menul tidak harus keluar kantor atau ke kantin untuk membeli makan, karena dia sudah membawa bekal.Biasanya Menul akan membaca ulang hasil tulisan di notesnya, di sela-sela jam istirahat siangnya. Tapi kali ini dia sedang tidak ingin. Notes yang baru sehari dia beli belum banyak tulisan di dalamn
SALAH ORANGDini tergopoh masuk pantri. Raut bingung, tergambar jelas di wajahnya. Tentu saja Dini bingung karena apa yang diharapkan sangat jauh dari yang ditemuinya. Segera ia mengambil gelas, kemudian menuang air putih, seolah tidak mempedulikan Menul dan Harun yang ikut penasaran.“Gimana, Din?” tanya Harun setelah Dini menghabiskan dua gelas air putih.“Embohlah. Pusing aku,” jawab Dini, sambil mengambil tempat duduk. Ia setengah menghempaskan tubuhnya ke kursi. Ada raut kesat di wajahnya.“Pusing gimana?” tanya Menul.“Ya bingung saja. Tadinya aku berharap benar apa yang dikatakan Mas Harun kalau Pak Andre bakal memintaku untuk membuatkannya omelet khusus. Eh, begitu tiba di ruangannya, aku hanya disuruh menulis namaku di kertas kosong.”“Yang bener Din?” sahut Harun.“Lha buat apa juga aku bohong Mas. Mas sendiri tadi juga bingung k
GANTI STRATEGIAndre termenung di ruang kerjanya. Setelah mendapati kenyataan bahwa pembuat omelet itu bukanlah pemilik notes merah jambu itu, Andre harus membuat rencana baru. Andre tetap pada pendiriannya bahwa sebelum dia mempresentasikan konsep yang telah selesai dibuatnya, dia harus sudah menemukan pemilik notes itu. Andre tidak mau mendapati masalah jika konsep itu diterima dewan direksi kemudian ada yang mengeklaim tulisan itu.“Aku harus segera menemukannya. Apapun caranya.”Kalimat itu yang terus terngiang dalam pikiran Andre. Dia merasa masih ada waktu untuk berbuat sesuatu sebelum hari H. Tentu hal yang bodoh jika ada waktu untuk melakukan sesuatu, namun lebih memilih diam saja. Apalagi berusaha memasabodohkannya.“Kalau perlu seisi kantor ini harus aku cocokkan tulisannya.”Tiba-tiba seuntai kalimat meluncur di pikirannya. Andre terperanjat sendiri. Iya, dia harus mengumpulkan conto
EKSEKUSIImam dengan cekatan melakukan tugas yang diberikan Andre. Meski ada beberapa karyawan yang bertanya-tanya tentang tujuan kuisioner itu. Maklum, hal seperti itu sangat jarang dilakukan oleh perusahaan. Atau bahkan itu kali pertama. Makanya tidak heran jika ada mempertanyakan. Tapi Imam bisa menanganinya dengan baik. Selebihnya tidak banyak pertanyaan. Bahkan cenderung cuek. Seperti yang diinstruksikan Andre bahwa semua karyawan harus mengisi kuisioner itu, maka kuisioner itu pun mampir ke pantri. Semua orang pantri juga mengisinya. Termasuk Menul.Tidak lebih dari dua jam, kuisioner itu sudah terkumpul. Maklum, Imam mengultimatum bahwa para karyawan belum boleh pulan
BELUM JUGA KETEMUAndre sangat bersemangat untuk segera mengetahui pemilik notes itu. Makanya, begitu sampai di kamarnya, dia langsung mengeluarkan sampling tulisan karyawan di perusahaannya untuk dicocokkan dengan bentuk tulisan di notes merah jambu itu. Dia sudah tidak sabar. Bayangan bakal bisa segera menuntaskan penasarannya selama ini tergambar jelas di pelupuk matanya.Tidak banyak hal yang bisa membuat Andre sebergairah itu dalam melakukan sesuatu. Apalagi ia tipikal moody, yang melakukan apa-apa tergantung mood. Jika sedang naik, maka ia bisa berjam-jam melakukan. Bahkan berhari-hari. Seperti jika ia sedang muncul pingin mancing maka ia bisa berhari-hari pulang balik ke kolam pemancingan. Bahkan bisa menjelajah sungai. Namun, jika sedang tidak
PRESENTASIHari itu pun tiba. Hari di mana nasib Andre dipertaruhkan, antara tetap lanjut berada di perusahaan, atau meninggalkannya untuk selamanya. Andre sudah siap dengan keduanya. Mau tetap di perusahaan, ia siap. Mau harus keluar, ia lebih siap lagi, karena toh dulu ia bergabung di perusahaan itu bukan karena keingannya, melainkan desakan dari papinya.Inilah saatna Andre memperlihatkan kemampuannya. Konsep sudah Andre persiapkan sebelum dewan direksi masuk dalam ruang rapat. Bahkan malam sebelumnya Andre kembali memberi sentuhan akhir dari konsepnya dengan memberi background tranparansi notes merah jambu di lembar presentasinya. Entah kenapa Andre merasa harus menghadirkan notes yang telah memberinya ide. Bahkan bisa dikatakan delapan puluh
KABAR MENGGETARKANKabar kesuksesan presentasi Andre cepat sekali menyebar. Kasak-kusuk pun beredar seantero kantor. Ada yang mensikapi sinis, ada pula yang menyandarkan harapan besar pada Andre karena dengan kesuksesan itu maka Andre akan mempunyai satu tiket untuk bisa memperlihatkan tajinya.Karena keberhasilan Andre itu, orang-orang yang semula pesimis, mulai ada yang menggantungkan harapan pada Andre. Bisa jadi, sebelumnya mereka apatis, karena lawan Andre adalah Reno. Dan mereka tahu, seperti apa Reno. Dilawan pun akan tetap kalah, karena sejatinya tidak sedikit yang sudah mengetahui tabiat Reno.Jika saja boleh memilih, tentu orang-orang yang mengambang, alias tidak begitu peduli dengan siapa yang bakal jadi pemimpin di perusahaannya, mereka tidak dipimpin Ren