PERTEMUAN PERTAMA
Menul sedang santai di pantri. Meski waktunya istirahat siang, tapi Menul lebih senang mengisinya dengan membaca. Kali ini dia membaca koran terbitan hari sebelumnya. Bagi Menul, koran terbitan kemarin atau seminggu lalu sama saja. Dia belum membacanya. Berbeda dengan teman-temannya di pantri yang lebih suka menghabiskan waktu istirahatnya dengan tiduran atau kongkow-kongkow bersama teman-temannya sambil nyari makan siang, Menul lebih suka berdiam diri di pantri. Menul tidak harus keluar kantor atau ke kantin untuk membeli makan, karena dia sudah membawa bekal.
Biasanya Menul akan membaca ulang hasil tulisan di notesnya, di sela-sela jam istirahat siangnya. Tapi kali ini dia sedang tidak ingin. Notes yang baru sehari dia beli belum banyak tulisan di dalamn
SALAH ORANGDini tergopoh masuk pantri. Raut bingung, tergambar jelas di wajahnya. Tentu saja Dini bingung karena apa yang diharapkan sangat jauh dari yang ditemuinya. Segera ia mengambil gelas, kemudian menuang air putih, seolah tidak mempedulikan Menul dan Harun yang ikut penasaran.“Gimana, Din?” tanya Harun setelah Dini menghabiskan dua gelas air putih.“Embohlah. Pusing aku,” jawab Dini, sambil mengambil tempat duduk. Ia setengah menghempaskan tubuhnya ke kursi. Ada raut kesat di wajahnya.“Pusing gimana?” tanya Menul.“Ya bingung saja. Tadinya aku berharap benar apa yang dikatakan Mas Harun kalau Pak Andre bakal memintaku untuk membuatkannya omelet khusus. Eh, begitu tiba di ruangannya, aku hanya disuruh menulis namaku di kertas kosong.”“Yang bener Din?” sahut Harun.“Lha buat apa juga aku bohong Mas. Mas sendiri tadi juga bingung k
GANTI STRATEGIAndre termenung di ruang kerjanya. Setelah mendapati kenyataan bahwa pembuat omelet itu bukanlah pemilik notes merah jambu itu, Andre harus membuat rencana baru. Andre tetap pada pendiriannya bahwa sebelum dia mempresentasikan konsep yang telah selesai dibuatnya, dia harus sudah menemukan pemilik notes itu. Andre tidak mau mendapati masalah jika konsep itu diterima dewan direksi kemudian ada yang mengeklaim tulisan itu.“Aku harus segera menemukannya. Apapun caranya.”Kalimat itu yang terus terngiang dalam pikiran Andre. Dia merasa masih ada waktu untuk berbuat sesuatu sebelum hari H. Tentu hal yang bodoh jika ada waktu untuk melakukan sesuatu, namun lebih memilih diam saja. Apalagi berusaha memasabodohkannya.“Kalau perlu seisi kantor ini harus aku cocokkan tulisannya.”Tiba-tiba seuntai kalimat meluncur di pikirannya. Andre terperanjat sendiri. Iya, dia harus mengumpulkan conto
EKSEKUSIImam dengan cekatan melakukan tugas yang diberikan Andre. Meski ada beberapa karyawan yang bertanya-tanya tentang tujuan kuisioner itu. Maklum, hal seperti itu sangat jarang dilakukan oleh perusahaan. Atau bahkan itu kali pertama. Makanya tidak heran jika ada mempertanyakan. Tapi Imam bisa menanganinya dengan baik. Selebihnya tidak banyak pertanyaan. Bahkan cenderung cuek. Seperti yang diinstruksikan Andre bahwa semua karyawan harus mengisi kuisioner itu, maka kuisioner itu pun mampir ke pantri. Semua orang pantri juga mengisinya. Termasuk Menul.Tidak lebih dari dua jam, kuisioner itu sudah terkumpul. Maklum, Imam mengultimatum bahwa para karyawan belum boleh pulan
BELUM JUGA KETEMUAndre sangat bersemangat untuk segera mengetahui pemilik notes itu. Makanya, begitu sampai di kamarnya, dia langsung mengeluarkan sampling tulisan karyawan di perusahaannya untuk dicocokkan dengan bentuk tulisan di notes merah jambu itu. Dia sudah tidak sabar. Bayangan bakal bisa segera menuntaskan penasarannya selama ini tergambar jelas di pelupuk matanya.Tidak banyak hal yang bisa membuat Andre sebergairah itu dalam melakukan sesuatu. Apalagi ia tipikal moody, yang melakukan apa-apa tergantung mood. Jika sedang naik, maka ia bisa berjam-jam melakukan. Bahkan berhari-hari. Seperti jika ia sedang muncul pingin mancing maka ia bisa berhari-hari pulang balik ke kolam pemancingan. Bahkan bisa menjelajah sungai. Namun, jika sedang tidak
PRESENTASIHari itu pun tiba. Hari di mana nasib Andre dipertaruhkan, antara tetap lanjut berada di perusahaan, atau meninggalkannya untuk selamanya. Andre sudah siap dengan keduanya. Mau tetap di perusahaan, ia siap. Mau harus keluar, ia lebih siap lagi, karena toh dulu ia bergabung di perusahaan itu bukan karena keingannya, melainkan desakan dari papinya.Inilah saatna Andre memperlihatkan kemampuannya. Konsep sudah Andre persiapkan sebelum dewan direksi masuk dalam ruang rapat. Bahkan malam sebelumnya Andre kembali memberi sentuhan akhir dari konsepnya dengan memberi background tranparansi notes merah jambu di lembar presentasinya. Entah kenapa Andre merasa harus menghadirkan notes yang telah memberinya ide. Bahkan bisa dikatakan delapan puluh
KABAR MENGGETARKANKabar kesuksesan presentasi Andre cepat sekali menyebar. Kasak-kusuk pun beredar seantero kantor. Ada yang mensikapi sinis, ada pula yang menyandarkan harapan besar pada Andre karena dengan kesuksesan itu maka Andre akan mempunyai satu tiket untuk bisa memperlihatkan tajinya.Karena keberhasilan Andre itu, orang-orang yang semula pesimis, mulai ada yang menggantungkan harapan pada Andre. Bisa jadi, sebelumnya mereka apatis, karena lawan Andre adalah Reno. Dan mereka tahu, seperti apa Reno. Dilawan pun akan tetap kalah, karena sejatinya tidak sedikit yang sudah mengetahui tabiat Reno.Jika saja boleh memilih, tentu orang-orang yang mengambang, alias tidak begitu peduli dengan siapa yang bakal jadi pemimpin di perusahaannya, mereka tidak dipimpin Ren
KABAR MENGGETARKANKabar kesuksesan presentasi Andre cepat sekali menyebar. Kasak-kusuk pun beredar seantero kantor. Ada yang mensikapi sinis, ada pula yang menyandarkan harapan besar pada Andre karena dengan kesuksesan itu maka Andre akan mempunyai satu tiket untuk bisa memperlihatkan tajinya.Karena keberhasilan Andre itu, orang-orang yang semula pesimis, mulai ada yang menggantungkan harapan pada Andre. Bisa jadi, sebelumnya mereka apatis, karena lawan Andre adalah Reno. Dan mereka tahu, seperti apa Reno. Dilawan pun akan tetap kalah, karena sejatinya tidak sedikit yang sudah mengetahui tabiat Reno.Jika saja boleh memilih, tentu orang-orang yang mengambang, alias tidak begitu peduli dengan siapa yang bakal jadi pemimpin di perusahaannya, mereka tidak
HARAPAN PAPISatu minggu hampir berlalu. Berarti sudah waktunya rubrik yang bakal diasuh Andre segera dilaunching. Tapi Andre belum juga bisa menemukan pemilik notes merah jambu itu. Meski sudah dibantu oleh Imam, tapi sosok misterius itu tidak kunjung ditemukan. Kalau saja mau terbuka dengan memasang pengumuman, bisa jadi sosok itu akan muncul. Atau paling tidak, orang yang mengenal sosok itu akan memberi tahu keberadaannya. Tapi Andre lebih memilih untuk tidak menyebarkannya pada sembarang orang, karena berarti itu membuat liang kubur untuknya sendiri. Andre mau menemukan sendiri sosok itu dan menawarkan kerja sama.“Gila. Belum pernah aku mendapati sosok serumit ini. Sangat menguras emo