Share

Photographic Memory

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, Bunda dari mana?" 

"Bunda habis dari pasar. Kamu udah lama, pulangnya?" tanya Winda sambil meletakkan berbagai belanjaannya di meja dapur.

"Lima belas menit yang lalu, Bun. Bunda kok ke pasar sendirian? Harusnya nungguin Keina aja, jadinya kan Keina temenin." Keina mengurangi volume suara televisinya.

"Nggak papa, Na. Lagian kasian kamu kan pasti udah capek. Jadi Bunda ke pasar sendiri aja." Winda tersenyum ke arah Keina.

Keina beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Winda.

"Keina buatin es jeruk ya, Bun." Keina meraih sebuah gelas berukuran panjang.

"Wah boleh banget. Bunda haus soalnya," Winda tertawa kecil.

"Oh iya, Bun. Besok Talitha sama Alga mau main ke sini. Boleh, 'kan?" Keina memeras sebutir jeruk berukuran besar.

"Loh, ya boleh dong Na. Suruh ke sini aja. Bunda seneng kalo mereka mau main ke sini," ucap Winda.

"Makasih, Bun. Nanti Keina bilang ke mereka," jawab Keina dengan senyum semringah, "ini Bun. Es jeruk ala Keina."

"Makasih, Sayang," Winda langsung meneguknya hingga tak tersisa.

"Wah Bunda haus banget, ya?" Keina terkikik melihat Winda. Winda yang menyadari air jeruk di gelasnya telah lenyap pun tertawa kecil.

"Bunda mau mandi dulu, kamu mau di sini aja?" Winda meletakkan gelas kosongnya di atas meja.

"Keina mau ke kamar aja, Bun."

"Oh ya udah. Bunda mandi dulu, ya." Winda melangkah pergi, keluar dari dapur dan masuk ke kamarnya.

Di kamar, Keina memetik gitar kesayangannya dan menyanyikan sebuah lagu milik Haico.

Kemampuannya dalam memetik gitar dan menyanyi memang sangat disayangkan jika tidak dikembangkan. Tetapi Keina hanya menganggapnya sebagai hobi. Zein sudah berkali-kali membujuk Keina untuk mengikuti kelas musik, tetapi Keina berkali-kali juga menolak. Keina hanya ingin fokus untuk menjadi seorang penulis yang mampu menjelajahi dunia.

Hari sudah mulai gelap. Keina berniat untuk menanyakan kepada Talitha apakah dia benar-benar akan datang besok. Namun ....

"Yah, aku kan nggak punya nomornya. Harusnya tadi siang aku minta ke Talitha." Keina menepuk pelan jidatnya dan memainkan ponselnya.

"Terus gimana dong?" Keina menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Tidak lama kemudian, ponselnya berdering.

"Loh, ini nomor siapa? Kok nggak ada namanya?" Keina terus menatap ponselnya dan mengamati nomor baru yang memanggilnya.

"Aduh gimana nih? Emmm ya udah aku terima aja kali ya?"

Belum sempat Keina menerima panggilan di ponselnya, namun seseorang telah memutuskan panggilan. Mungkin karena terlalu lama.

Ponsel kembali berdering.

"Ha-halo," Dengan sedikit gugup Keina berbicara.

"Halo Keina!"

Kok aku kayak kenal suaranya, ya, batin Keina.

"Maaf ini siapa?"

"Ini Alga, Na."

"Alga? Ya ampun aku pikir siapa tadi," Keina tersenyum lega.

"Oh pantesan lo lama banget angkat teleponnya, ha ha ha."

"He he he maaf, ya. Oh iya by the way, kamu kok bisa nelepon aku? Kamu dapet nomorku dari siapa?" Keina menaikkan satu alisnya dan melangkah menuju jendela di kamarnya.

"Dari papan nama lo."

"Kamu catet?" Keina terkejut.

"Nggak. Gue simpen aja di otak."

"Hah?" Keina semakin terkejut.

"Iya, gue inget-inget. Terus tadi gue simpen, pas gue coba telepon lo ternyata bisa."

"Wah hebat banget kamu, ya," ucap Keina dengan penuh kekaguman.

"Ah, bisa aja. Itu emang bakat terpendam Na," ucapan Alga membuat Keina terkekeh.

Saat tengah asik berbicara dengan Alga, Keina mendengar suara Winda yang memanggilnya dari arah dapur. Keina pun mengakhiri teleponnya.

Keina meletakkan ponselnya dan menghampiri Winda dan Arya yang sudah menunggunya di meja makan.

"Ayah pulang jam berapa? Kok Keina nggak denger suara mobil Ayah?" Keina duduk di samping Winda.

"Sekitar setengah tujuh tadi. Gimana sekolahnya, Na?"

"Alhamdulillah lancar, Yah." Keina menjawab dengan sumringah.

Winda, Arya, dan Keina pun makan malam bersama. 

Setelah makan malam selesai, Winda berniat untuk membereskannya, tetapi Arya menahan Winda. Sepertinya ada hal penting yang ingin Arya katakan.

Benar saja, Arya meminta izin kepada Winda dan Keina untuk pergi ke luar kota untuk urusan bisnis.

Winda mengusap kepala Keina dan tersenyum.

"Nggak papa, Yah. Kan udah jadi tanggung jawab Ayah. Bunda nggak papa kok sama Keina," tutur Winda dengan lembut.

Arya tersenyum. "Maaf, Ayah jarang ada waktu buat kalian. Nanti kalo Keina udah liburan semester, kita pergi jalan-jalan bareng, deh. Ayah janji."

"Beneran ya, Yah?" 

Arya mengangguk dengan tersenyum lega.

Setelah selesai makan malam, Keina kembali membuka ponselnya. Dia melihat ada sebuah pesan, pesan itu dari Alga. Keina tersenyum, lalu membalasnya.

Keina adalah gadis yang pandai dalam menyembunyikan perasaannya. Termasuk bahagianya saat ini. Dia cenderung akan bersikap biasa saja saat sudah berhadapan langsung dengan orang tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status