"Terima kasih, kalian sudah hadir dalam hidupku."
°Keina°
***
"Lo lagi nungguin angkot?" tanya Alga sambil melangkah mendekati Keina dengan gaya andalannya. Memasukkan tangan ke dalam saku celana. Tampak keren.
"Iya, kalian juga?"
"Iya. Kita biasa naik angkot. Soalnya mobilnya Alga nggak guna, cuma buat pajangan doang."
"Gue belum punya SIM, bodoh," sewot Alga dengan memelototi Talitha.
"Yaelah, timbang ke sekolah doang ribet amat mikirin SIM."
"Sebagai warga negara yang baik, gue harus patuh sama aturan." Keduanya sama-sama memalingkan wajah.
Keina tersenyum melihat tingkah Alga dan Talitha. Keina mulai berpikir bahwa mereka telah saling mengenal sejak lama.
"Eh, tapi kalo lo juga biasa naik angkot kok gue nggak pernah liat lo?" Talitha kembali berbicara.
"Aku baru pindah dari Semarang. Waktu SD sama SMP ayah sama bundaku sering ke luar kota buat urusan kerja, jadi aku harus tinggal sama bibi biar nggak pindah-pindah sekolah terus," papar Keina menjelaskan.
"Terus lo sebenernya anak Semarang apa Jakarta?"
"Aku lahir di Semarang, Tha."
"Tapi kok lo bisa berangkat sendiri ke sekolah? Maksudnya nggak nyasar, kan lo baru pindah."
"Mmm sebenernya aku udah pindah satu bulan yang lalu. Jadi habis lulus SMP aku langsung pindah ke sini, sering lewat sini juga kalo diajak bunda belanja. Jadinya aku udah hafal jalannya.
Talitha mengangguk. "Lah, terus sekarang lo di sini sama siapa?"
"Ayah sama bunda. Soalnya bunda udah nggak kerja, kalo ayah masih sering ke luar kota."
"Jadi lo punya dua rumah, dong?"
Keina mengangguk pelan.
"Apaan sih, Tha? Kepo banget jadi anak."
"Gue kan cuma pengen tau," sewot Talitha sambil menjulurkan lidahnya ke Alga.
"Eh, tadi lo baca puisinya keren, Na. Emang lo biasa bikin puisi gitu, ya?"
"Makasih, Al," Keina tersenyum sungkan, "iya, aku biasa bikin puisi. Tapi sebenernya aku juga pengen banget nulis novel. Ya walaupun nggak tau kapan."
"Gue yakin lo pasti bisa, Na." Alga tersenyum hangat ke arah Keina, membuat Keina terkesima untuk beberapa detik.
"Guys angkotnya dateng, tuh. Ayok pulang!" pekik Talitha.
🍂
"Seru, nggak?"
"Seru, Bun. Seru banget, malah. Keina bisa ketemu sama temen-temen baru. Keina juga udah punya temen baru sekarang. Namanya Talitha sama Alga," ucap Keina sembari menonton televisi dan memakan camilan.
"Syukur deh kalo gitu, Bunda jadi seneng dengernya."
Keina adalah anak bungsu dari dua bersaudara, wajar saja jika dia sangat dimanja. Kakaknya, Zein kini tengah menempuh pendidikan di Amerika, sedangkan Arya sangat sibuk, tetapi Arya tetap menyempatkan waktu untuk bisa menikmati kebersamaan bersama keluarganya. Menurutnya, keluarga jauh lebih penting daripada apa pun.
"Bun, Keina ke kamar dulu, ya. Bunda nggak papa Keina tinggal?" Dengan nada pelan Keina berkata kepada Winda.
"Iya, nggak papa kok. Kamu harus istirahat, pasti hari ini capek banget. Lagian tadi pagi nggak mau dianterin pake mobil sama ayah, kan kamu jadi kecapean," ucap Winda sambil mengelus pundak Keina dengan disertai tatapan penuh kasih sayangnya.
"Nggak papa, Bun. Keina lebih seneng naik angkot, soalnya di angkot Keina bisa punya lebih banyak temen lagi," tutur Keina lembut sambil menggenggam tangan Winda. Winda hanya tersenyum dan mengelus ujung kepala Keina. Ada tatapan kekaguman yang terpancar pada kedua bola mata Winda.
Keina beranjak dari tempat dia duduk bersama Winda di ruang keluarga. Kini dia sudah berada di kamarnya dengan dinding yang berlapis warna pastel. Juga tampak beberapa foto dirinya tersenyum lebar bersama teman-temannya saat masih SMP yang tertempel rapi di dinding kamarnya.
Dear diary,
Hari ini aku seneng banget, soalnya aku baru aja punya temen baru. Namanya Talitha sama Alga. Algantara Bumi Pratama. Mereka baik banget sama aku. Aku berharap banget kalo aku nantinya bisa satu kelas sama mereka. Satu kelas sama mereka pasti bikin aku jadi makin semangat belajar, soalnya mereka juga punya semangat yang sama kaya aku. Talitha adalah anak yang periang. Kalo Alga ... dia anaknya konyol, tapi dia baik kok. Alga diem-diem tuh suka perhatian sama temennya, walaupun caranya perhatian terbilang berbeda. Aku harap kita bisa saling support dalam belajar dan nantinya bisa sama-sama berjuang buat meraih cita-cita.
🍂
Hari kedua MOS berjalan dengan lancar. Berbeda dengan hari sebelumnya yang hanya di isi dengan perkenalan, hari ini setelah memperkenalkan beberapa ekskul di SMA Garuda, senior mulai memberikan tugas. Tetapi bukan tugas dari senior yang menjadi perbincangan anak-anak baru ini, melainkan paras tampan yang dimiliki oleh senior tersebut.
Banyak di antara siswi baru yang mencoba mencari perhatian dari senior yang satu ini. Salah satunya Rara. Berpura-pura pingsan saat sedang berdiskusi bersama kelompoknya. Bodoh! Siapa yang akan percaya dengannya? Dia pingsan tanpa alasan. Sedari tadi yang mereka lakukan hanyalah duduk sambil membuat anyaman dari kertas.
"Eh, sumpah gue nggak bisa berhenti ketawa kalo inget kejadian tadi." Talitha terbahak dengan memegangi perutnya. Alga dan Keina yang mendengar pun tidak bisa menahan tawanya.
"Kok bisa dia punya ide sekonyol itu, ya?" tanya Keina heran.
"Ya namanya juga cari perhatian, Na." Alga mengusap ujung sepatunya yang tidak sengaja mencium tanah.
"Tapi harusnya jangan gitu konsepnya." Talitha kembali terbahak.
"Biasalah," jawab Alga singkat.
"Oh iya, besok kan tanggal merah, gimana kalo kalian main ke rumahku?" Seketika Talitha dan Alga saling bertatapan dan menjawab dengan kompak.
"Boleh!"
"Aku si yes, ya. Ha ha ha." Alga memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Nah, gitu dong. Besok aku tunggu. Beneran loh, ya!"
"Iya, beneran," kata Talitha, "bye Na!" sambungnya. Mereka berpisah di sebuah pertigaan.
Dua hari memang waktu yang singkat. Tetapi mereka seakan telah berteman sejak lama. Tidak ada rasa canggung di antara mereka. Mungkin inilah salah satu dampak positif dari sifat Keina yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Hati selalu bisa menjadi ruang terbaik untuk menyimpan segala rasa. Hati juga selalu menjadi tempat terbaik untuk membungkam suara. Selain cinta, hati juga tempat terbaik untuk menorehkan luka. Sebuah nama tersemat dalam kalbu, tersimpan rapat dalam kehampaan yang kian mengabu. Akankah sang empu baik-baik saja? Sebuah rasa tak berdosa seakan tengah menghukumnya. Semoga tetap bertahan dan tidak mati rasa.Pesan singkat berisi kata cinta terkubur dalam bersama puing-puing kebimbangan. Bukannya menyerah, hanya saja berhenti sejenak. Memberi jeda pada waktu yang terus mendorongnya untuk lekas berbicara.“Makin ke sini, perasaan gue ke Keina kayaknya makin besar. Bahkan gue bakalan ngerasa galau kalo nggak ngeliat Keina. Gue ngerasa nyesek kalo Keina kenapa-kenapa.” Alga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Tidak bisa dipungkiri, Alga menyukai semua hal yang berkaitan dengan Keina. Senyumnya, kebaikannya, bahkan cemberutnya saja Alga suka. Sebegitu dalam hingga takut kehilangan ga
Dengan tergesa-gesa Alga menuju ke ruang pengawas. Jujur saja, Alga sudah dapat mengetahui siapa pelakunya, tetapi dia ingin memastikan bahwa dugaannya itu benar.Tuk tuk tuk"Permisi, Pak.”"Iya, ada apa, ya?""Begini, Pak."Alga menceritakan semua kejadian di toilet putri tadi. Petugas pun setuju untuk mengecek CCTV yang terletak di luar lab, di mana CCTV itu berhadapan langsung dengan gudang, sehingga siapa pun yang keluar masuk ke toilet akan tertangkap oleh kamera."Stop, Pak!""Rara sialan!"Bola mata Alga menangkap dua anak yang baru saja keluar dengan wajah penuh kegembiraan. Pikir saja pakai logika, apa Rara akan sesenang itu setelah membersihkan beberapa toilet di sekolah ini? Tentu tidak, kecuali jika dia baru saja membuat ulah."Sabar, Dek. Jangan melakukan suatu hal saat kamu sedang emosi.""Iya, Pak. Tenang aja, makasih ya Pak, saya permisi dulu." Alga memberikan senyum dustanya. Mana mungkin d
"Oh, shit! Bisa-bisanya gue dibantai sama tuh anak sialan!" Rara bangkit dari duduknya dengan susah payah. "Awas aja, gue bakal buat perhitungan sama dia," ancam Rara. "Talitha ngeri juga ya, jurusnya. Keliatannya aja muka soft, tapi kelakuan kaya preman pasar. Ngeri gue." Saat tengah membayangkan adegan jungkir balik tadi, Rara menatap tajam ke arah Jeje. Membuat Jeje merasa takut melihatnya. "Lo juga tadi ke apa diem aja, hah? Bukannya nolongin, malah bengong. Emang dasar temen nggak guna!" "Ya maaf Ra, gue juga takut kalo bakalan jadi korban bantingannya si Talitha." Rara dan Jeje memutuskan untuk tidak langsung kembali ke kelas. Mereka mampir sebentar ke UKS. Alih-alih mengistirahatkan tubuh, mereka justru memainkan ponsel. Menarik ulur beranda, sambil sesekali cecikikan. Dasar human. Beberapa PMR datang, mereka segera menanyakan hal apa yang menyebabkan Rara dan Jeje berada di tempat tersebut. "Lo berdua kenapa? Ka
Di sebuah kafe, Alga dan Talitha tampak tengah menunggu seseorang. Entah siapa, sepertinya sangat penting. Terlihat dari kedua wajah mereka yang tidak seperti biasanya, sangat serius. Seseorang itu tiba, dan ternyata ....“Gea! Di sini!” Talitha melambaikan tangannya.“Kenapa kalian mau ketemu gue?”“Duduk dulu.” Alga menengok ke sebuah kursi kosong, mengisyaratkan agar Gea duduk di kursi tersebut.“Ge, gue sama Talitha mau langsung to the point aja. Kita pikir lo perlu penjelasan dari kita. Tentang buku itu ....”“Udah, ya. Gue nggak mau denger apa pun lagi.” Gea bangkit dari tempat duduknya.“Dengerin dulu! Lo harus bener-bener denger, kasian Keina. Udah tiga hari lo musuhin dia karena kesalahan yang sama sekali nggak dia perbuat.” Talitha sudah tampak geram, tetapi dia mencoba menahan diri.Gea pun kembali duduk.“Gini, Keina tuh nggak mungki
Hari keempat setelah Gea masuk sebagai anak baru, dua anak paling menyebalkan di kelas telah kembali bergabung. Mereka terlihat lebih sombong dari sebelumnya."Eh, katanya ada anak baru, ya?" Rara sengaja mengeraskan volume suaranya agar terdengar oleh Gea. Gea yang mendengar pun menoleh dan tersenyum ramah."Lo anak barunya, sayang banget anak polos kayak lo harus masuk ke sebuah pertemanan ala orang kuno."Gea mengerutkan dahinya."Eh maksud lo apa, hah?!" Talitha menggebrak mejanya dan memelototi Rara."Udah, Tha," ucap Keina sambil mengelus punggung Talitha."Lo kayak anak baru aja nggak tahu gimana dia sama mulut cabenya," Alga berdiri dan kembali mendudukkan Talitha."Jangan didengerin ya, Ge. Dia emang tukang hasut." Talitha melirik sinis Rara."Kurang ajar!" umpat Rara, "awas aja kalian," ucap Rara dengan tatapan penuh amarah.Rara terus memerhatikan Gea yang sedari tadi tengah asik membaca buku sambil senyum-sen
Di depan kelas, Keina, Talitha, dan Alga tengah berbincang. Sesekali terdengar suara tawa Talitha yang menggelegar seperti petir yang menyambar. Namun, tawa itu lenyap kala muncul sesosok penampakan yang tertangkap oleh kedua bola mata mereka.Tunggu! Sepertinya orang itu mengarah ke tiga anak ini. Wajahnya terlihat tidak asing bagi mereka. Seseorang yang terkenal dengan keangkuhan, ketegasan, dan ada yang mengatakan juga dia cukup kejam memberikan hukuman kepada juniornya. Masih ingat bukan, bagaimana dia menghukum Keina di depan umum?Yeah! Dia adalah senior itu. Kali ini dia benar-benar mendekat, semakin dekat dan ...."Siapa di antara kalian yang mengikuti olimpiade Bahasa Indonesia dan Fisika?" tanya Dev sambil melirik tiga anak yang berdiri di depannya secara bergantian.Dengan gugup Alga dan Keina mengangkat tangannya."Oke ikut saya, sekarang!" Dev melangkah pergi. Berhenti sejenak, memastikan apakah dua adik kelasnya masih mematung a