Bab 5 Teror Kakak Ipar
Beginikah rasanya berhadapan langsung dengan pria tampan? Sensasinya tidak bisa kuurai dengan kata-kata.
"Aku ingin segera mempunyai malaikat kecil yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan kita, Mera. Jika perempuan, pasti nanti anak kita akan cantik seperti ibundanya," ucap Brandy.
"Dan jikalau laki-laki pasti akan tampan seperti ayahandanya," balasku.
"Bagaimana kalau nanti aku minta tiga anak? Senang sekali jika rumah kita di ramaikan dengan anak-anak yang lucu-lucu," Ucap Brandy.
Aku senang mendengarnya, dengan demikian dia benar-benar mengharapkan aku menjadi istri yang akan melahirkan anak-anaknya.
Tangan Brandy kembali merayap nakal. Menyusuri lekuk-lekuk yang tersembunyi pada tubuhku.
Demikianlah, malam itu seusai bercengkerama, pertempuran hangat itu terulang lagi. Serasa aku bagai terbang ke surga.
Namun ada yang berbeda dengan permainan kedua itu. Entahlah, ada apa dengan perasaanku?
***
Aku membuka mata. Perlahan mataku menangkap semburat cahaya matahari menyelip diantara lubang-lubang ventilasi.
Oouh, aku kesiangan rupanya. Di pintu menuju balkon, seulas senyum dari laki-laki tampan milik Brandy menyapa bangunku.
"Sudah bangun, Sayang!" Sapanya.
Pria yang hanya mengenakan kaos dengan celana pendek itu mendekat. Dadanya terlihat bidang dan gagah. Tubuh atletis miliknya benar-benar membuatku kagum. Rambutnya nampak basah. Apa dia sudah mandi?
Wah ini bagaimana ceritanya? Kok aku malah kesiangan.
Dia mendekatkan wajahnya. Sebuah sentuhan hangat mengenai bibirku.
"Sayang, mandilah, aku sudah menyediakan minuman hangat untukmu. Sebentar lagi sarapan kita akan segera datang," ucapnya lembut sekali.
"Aduh, hari sudah tinggi ya? Aduh maaf. Aku kesiangan," ucapku seraya bangkit.
Eits, ketika selimut kusibak, ternyata tubuh ini tidak di ada yang menutupi.
Aww, refleks aku menutupkan kembali selimut yang tadi tersibak.
Melihat tingkahku, Brandy tersenyum lebar.
"Sayang, aku ini suamimu. Semalam juga aku udah lihat semuanya, Kok," godanya.
"Eh, hmm," aku salah tingkah.
"Mm, tolong ambilkan kimonoku boleh?" ujarku.
"Kimonomu semalam udah ku kirim ke jasa loundry sama pakaian kotor kita kemarin juga, Sayang." Jawabnya.
Apaa? Dia sudah mengirim kimonoku ke tukang jasa loundry? Pakaian kotorku juga? Aduuuh. Istri macam apa aku ini? Mengapa suamiku mengambil alih tugasku sebagai istri.
"Mmaaf, aku kesiangan, hingga harus merepotkanmu" lagi-lagi aku meminta maaf.
"Tidak apa-apa, Sayang. Kamu pasti capek karena ulahku semalam kan?" Ucapnya dengan senyum nakal.
Brandy mengambil sesuatu dan membawakan benda itu padaku.
"Kalau masih malu, nih pakai handuknya," Brandy membalutkan handuk itu di leherku.
***
"Nah kan, bidadariku udah terlihat cantik sekali," puji Brandy.
"Makasih, Sayang," aku kembali menyeruput minuman hangat yang sudah di sediakan oleh suamiku.
"Sayang, kita keluar yuk! Menghirup udara segar" Brandy menggandengku.
"Oke," aku mengiyakan.
Kami keluar dari kamar Vila. Berjalan menyusuri pepohonan segar dan bunga-bunga yang bermekaran.
"Asri sekali, ya," ucapku.
"Mau ke Restauran?" Tawar Brandy.
"Tidak usah. Kita di sini saja. Menikmati suasana pagi," jawabku.
"Selamat pagi ...!" Sapa seseorang dari belakang.
Aku menoleh.
Haaa ...?
Aku terhenyak.
Kevin Abraham? Jantungku kembali berdegup kencang. Buat apa lelaki ini menghampiri kami?
Tentu saja tak mudah berhadapan langsung dengan pria yang pernah menjadi bagian masa laluku ini, dan sekarang dia malah menyandang gelar kakak ipar untukku.
Karena itu, aku sungguh merasa terganggu dengan kehadirannya.
Tuhan memberikan takdir yang kurang menyenangkan.
Kevin Abraham memandangku dan mengulas senyum yang sulit untuk kumengerti. Apa maunya pria aneh ini?
Bersambung...
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed