Bab 6 Siapa Yang Abraham Ceritakan?
"Pagi, Kak. Sedang lari pagi ya?" Brandy menjawab sapaan Abraham dengan hangat.
Kevin Abraham, lelaki yang pernah singgah di hatiku itu mengangguk.
Pakaian olahraga yang ia pakai tidak bisa menyembunyikan kegagahan yang ia miliki.
Ucapan Brandy tempo hari memang benar. Dua bersaudara ini memang tampan. Aku yakin, semua orang yang melihat pasti berpikiran sama denganku.
Pesona mereka membuat para wanita bertekuk lutut. Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan Brandy.
Namun aku tidak bisa menampik jika Kevin Abraham juga sesosok pria yang tidak kalah menarik.
Sesuatu yang sebenarnya tidak ku harapkan terjadi. Dua kakak beradik itu memutuskan untuk duduk bersana. Tentu saja aku ada di antara mereka.
"Asyiknya jika sudah ada yang menemani," ujar Abraham tersenyum masam.
"Iyalah kak. Kakak yang sabar deh. Kan tidak lama lagi kakak juga akan menyusul," tutur Brandy.
Abraham terlihat kecut.
"Ya takdir siapa yang tahu," ucapnya.
"Kok ngomong takdir sih, Kak? Kenalin ke kita juga boleh. Biar kita bisa saling kenal. Eh ngomong-ngomong calon kakak ipar kita juga berasal dari kota yang sama denganmu, Sayang. Dari Yogyakarta" Brandy menoleh ke arahku.
"Oh ya?" Aku terperanjat.
Tak kupungkiri jika aku merasa grogi berada diantara dua kakak beradik berwajah mempesona tersebut.
Terlebih terhadap Abraham, entah mengapa aku merasa tak nyaman berada di dekatnya. Ingin rasanya cepat-cepat untuk menyingkir, namun tidak enak sama Brandy.
Beberapa kali aku memberi kode pada Brandy agar segera beranjak, namun sepertinya brandy tak kunjung peka.
"Sebenarnya dulu kakak bermaksud untuk mengenalkannya pada keluarga kita dalam waktu dekat. Hmm ... awalnya kakak ingin membawa wanita yang kakak cintai itu di hari pernikahanmu, Brandy." Abraham mulai bercerita dengan mata menerawang.
"Lalu kenapa Kakak tidak membawa calon kakak ipar kami ke pesta pernikahan aku dan Mera kemarin? Padahal kan kami penasaran. Dia pasti cantik dan menawan seperti yang sering kakak ceritakan padaku," ucap Brandy.
Mendengar tuturan sang adik, Abraham tersenyum getir.
"Tentu saja dia sangat cantik, Brandy. dia adalah satu-satunya wanita yang mampu merebut hati kakak hingga relung terdalam. dia wanita pertama yang menjadi wanita satu-satunya dalam hati kakak. Kakak tidak pernah mencintai seorang wanita melebihi dia," Abraham bercerita.
Aku diam menyimak percakapan dua kakak beradik tersebut.
"Aku yakin pilihan hati kakak tidak akan salah. Toh kakak mempunyai wajah tampan, sudah begitu mandiri pula. Aku aja kalah sama kakak. Dengan begitu aku pastikan deh, pilihan hati kakak pasti luar biasa. Soal kecantikan, aku tidak meragukan. Aku tahu selera Kakak bagaimana. Tapi seleraku tidak kalah menarik loh. Lihat istriku, dia ini sangat cantik bukan?" Brandy mencubit daguku gemas.
Abraham tertawa ringan mendengar pujian Brandy terhadapku.
"Kamu tidak salah Brandy. Mera memang cantik. Seleramu memang bukan rendahan. Padahal sebelumnya aku tidak menyangka kamu akan berhasil menggaet gadis seperti Mera. Haha ... Kamu memang hebat, adikku."
Abraham menepuk-nepuk pundak adiknya. Brandy tersenyum lebar.
"Siapa dulu dong kakaknya! Hehe,"
"Kau tahu, Mera, setiap kakakku ini pulang, ceritanya tidak akan jauh-jauh dari wanita yang dia puja-puja itu. Tapi ketika diminta untuk ngenalin, pasti jawabnya nanti buat kejutan. Sampai-sampai aku penasaran dibuatnya. Kakak edaan," Sungut Brandy.
"Sepertinya kakak memang harus segera mengenalkan wanita yang selama ini kakak bangga-banggakan itu. Iya kan, Mera?" Brandy menoleh padaku.
Aku spontan mengangguk.
Abraham menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Seperti ada beban berat dalam tarikan nafasnya.
"Sepertinya aku tidak bisa mengenalkan gadis itu pada kalian." Jawab Abraham dengan tatapan kosong.
"Lho, mengapa?" Brandy menyipitkan mata.
"Karena wanita itu telah dinikahi oleh pria lain."
Degh ...
Bersambung...
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed