Share

Bab 2

Author: Semangka
Setelah Henry pergi, seluruh ruangan jadi terasa sangat hening.

Harris memecah keheningan dan berbicara terlebih dahulu.

“Dian, jangan marah. Aku tidak melupakan hari ulang tahunmu. Aku juga sudah menyiapkan hadiah ulang tahunmu jauh-jauh hari.”

“Aku sudah menemukan kalung yang paling berharga bagimu.”

Kalung yang dimaksud adalah kalung peninggalan ibuku, kalung yang diberikan padaku sebelum ibu meninggal dunia.

Aku sangat menghargainya.

Kalung itu dicuri di hari aku melahirkan Henry.

Saat itu, Harris menggenggam tanganku yang pucat dan lemah, lalu mencium rambutku yang basah oleh keringat dengan lembut dan berjanji kalau dia pasti akan menemukan kalung itu.

Kalung itu memang sudah ditemukan, tetapi kalung itu telah dikenakan di leher Lisa dan muncul di foto Instagramnya kemarin.

Aku tidak menjawab apa-apa dan hanya menggigit bibirku dengan pelan.

Melihat ekspresiku, Harris bisa menebak kalau aku sudah tahu bahwa dia telah memberikan kalung itu pada Lisa.

Namun dia tidak merasa canggung sedikit pun, matanya yang dalam jadi meredup.

Dia mengerutkan keningnya dan berkata dengan kesal, “Kalung itu hanya dipinjamkan kepada Lisa, setelah memakainya beberapa saat, dia akan mengembalikannya padamu.”

Aku hanya diam saja dan mengangguk.

Lagipula, aku juga sudah mau meninggalkan tempat ini besok.

Dia mengembalikannya atau tidak, itu sudah tidak penting lagi.

Melihatku tidak banyak bertanya lagi seperti dulu, Harris merasa sangat lega.

Dengan wajah lega, dia menggenggam tanganku dan menjelaskan padaku dengan santai.

“Waktu Lisa hanya tersisa setengah tahun. Aku tahu, kamu pasti akan memahamiku, ‘kan?”

Aku sudah terbiasa dengan akhir seperti ini.

Saat Lisa mengatakan kalau dia ingin merasakan kehangatan keluarga, Harris langsung meninggalkan pekerjaan dan membawa anak kami pergi menemani Lisa.

Saat Lisa mengatakan kalau dia ingin pergi bermain, Harris langsung membatalkan perjalanan keluarga yang telah kurencanakan selama enam bulan dan pergi bersama Lisa.

Saat Lisa mengatakan kalau dia ingin merayakan hari kepulangannya dari rumah sakit, Harris langsung mengesampingkan ulang tahunku dan pergi menjemputnya dari rumah sakit dengan membawa hadiah.

Sekarang, Lisa mengatakan kalau dia menginginkan kalungku. Jadi aku anggap kalung itu sudah dicuri selamanya dan Harris tidak pernah menemukan kalung itu.

“Ya, biar dia saja yang memakai kalung itu.”

Aku pura-pura terbatuk dan dengan wajah tanpa ekspresi menarik kembali tanganku. Meski merasa putus asa dan kecewa, mataku tetap terlihat sangat tenang.

Jawabanku yang terlalu patuh membuat Harris tertegun sejenak.

Ada rasa bersalah yang tersirat di wajahnya. Dia lalu berkata dengan nada melunak.

“Kamu tenang saja. Aku janji, Lisa pasti akan mengembalikan kalung itu padamu.”

“Beberapa hari ini, pergilah ke toko perhiasan dan pilihlah kalung yang harganya lebih mahal, sebagai hadiah untukmu.”

Aku sama sekali tidak menanggapi perkataannya. Lalu mengambil dokumen yang ada di bawah kue ulang tahun dan menyodorkan padanya.

“Semua itu tidak penting lagi. Harris, bisakah kamu menandatangani ini?”

Dia mengambil dokumen tersebut. Sebelum dibuka, dia bertanya dengan bingung.

“Dokumen apa ini?”

“Ini adalah su ….”

Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, telepon Harris tiba-tiba berdering.

Ternyata itu adalah telepon dari dokter di rumah sakit.

“Halo, apakah ini keluarga pasien Lisa? Dia tiba-tiba pingsan di jalan dan dilarikan ke rumah sakit oleh pejalan kaki yang kebetulan lewat.”

Harris mengerutkan keningnya.

Dia buru-buru berkata, “Aku akan ke sana sekarang.”

Melihatku yang dari tadi terus menatap dokumen di tangannya, Harris pun menutup teleponnya sambil mengeluarkan pena, lalu menandatangani dokumen itu dan menyodorkannya kepadaku. Setelah itu, dia pun bangkit berdiri dan bersiap untuk pergi.

Saat dia berbalik, aku memanggilnya.

Aku bertanya, “Harris, apa kamu tidak mau melihat dokumennya dulu?”

“Kita bicarakan lagi setelah aku kembali nanti. Lisa pasti akan sangat ketakutan kalau menyadari dia sendirian di rumah sakit, aku mau ke sana dulu.”

Dia melambaikan tangannya dan memberiku instruksi seperti biasanya.

“Aku tidak tahu berapa lama aku akan pergi. Malam ini, cepatlah beristirahat. Jangan menungguku pulang.”

Selesai bicara, dia langsung pergi tanpa menoleh sama sekali. Dia bahkan sama sekali tidak menatapku.

Aku menatap punggung Harris, mengingat kembali panggilan darurat larut malam yang tak terhitung jumlahnya dari Lisa.

Mengingat kembali bagaimana aku duduk di sofa dan menunggu Harris pulang dengan mata terbuka lebar hingga fajar menyingsing.

Aku tertawa getir.

Ya, Harris.

Aku memang tidak akan menunggumu pulang lagi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Biar Suami dan Anakku Hidup Tanpa Penyesalan   Bab 8

    Seketika itu, wajah Harris berubah menjadi pusat pasi.Henry merasa sangat emosional, dia melangkah maju dan menarik putriku, “Kamu anak siapa! Lihat dengan jelas siapa ibumu? Ini adalah ibuku!”Putriku langsung menghambur ke dalam pelukanku dan dengan erat merangkul pundakku dengan kedua tangannya. “Ibu, siapa mereka?Aku segera menepis tangan Henry dan dengan lembut menenangkan putriku yang ketakutan, tanpa menyadari bahwa Henry telah jatuh ke lantai. “Jangan takut sayang, mereka adalah kenalan Ibu.”Setelah mendengar ucapanku, putriku pun menyapa mereka dengan suaranya yang lucu, “Halo Paman, halo Kakak.”Henry duduk di lantai dengan linglung, melihatku dengan sabar membujuk putriku, wajahnya jadi merah padam karena marah.“Ibu mendorongku demi anak orang lain! Dulu, di mata ibu hanya ada aku! Ini semua salahmu!” ucapnya sambil menunjuk putriku.“Dasar pencuri! Beraninya kamu mencuri ibuku!”Aku mengerutkan kening, memeluk putriku dalam dekapanku dan memperhatikan Henry dengan wasp

  • Biar Suami dan Anakku Hidup Tanpa Penyesalan   Bab 7

    Saat aku merenungkan hal ini, Harris melangkah maju dan menarikku ke dalam pelukannya.“Dian, kamu sudah pulang! Aku tahu, kamu pasti nggak tega meninggalkanku dan Henry! Baguslah kalau kamu sudah pulang, keluarga kita bisa ….”Sebelum dia menyelesaikan ucapannya, aku mendorongnya dan dengan dingin berkata, “Pak Harris, kamu sudah salah paham. Aku adalah dokter psikolog yang akan menangani kasus anakmu. Hubunganku denganmu hanyalah hubungan seorang dokter dan keluarga pasien.”“Anakku?”Mata Harris memancarkan keputusasaan, sama seperti Henry yang menatapku dengan putus asa. Saat ini, matanya sudah sangat memerah.“Dian, kamu bahkan tidak menginginkan anakmu lagi? Aku selalu bilang padanya, setelah emosimu reda, kamu pasti akan kembali. Kalau kamu pulang, semuanya akan baik-baik saja.”Aku tertegun sejenak, tanpa sadar aku menoleh ke arah Henry.Benar saja, kondisinya semakin memburuk setelah Harris muncul dan mendengar percakapan kami.Aku mengerutkan keningku dan menarik Harris kelua

  • Biar Suami dan Anakku Hidup Tanpa Penyesalan   Bab 6

    Sekarang, aku sudah sampai di negara asing dan memulai hidup baru.Sebelum hamil, aku mengambil mata kuliah ilmu psikologi. Di lingkungan baru ini, aku memilih untuk melanjutkan studi akademis yang sempat aku tinggalkan karena keluargaku.Hanya di kampus, aku baru benar-benar merasa seperti kembali ke masa lima tahun yang lalu.Waktu itu, aku belum kenal dengan bos mafia Harris dan juga belum melahirkan Henry.Aku hanya mencintai diriku sendiri, nilaiku juga sangat baik. Aku juga bisa melakukan apapun yang aku inginkan.Di lingkungan baru yang bebas dan indah ini, aku perlahan-lahan melupakan masa laluku dan menjadi psikolog anak setempat.Akhirnya, aku juga memiliki keluarga baru, seorang suami yang mencintaiku dan seorang putri yang berumur tiga tahun.Aku kira, aku sudah sepenuhnya melupakan masa lalu.Namun tidak disangka, lima tahun kemudian, aku bertemu lagi dengan Harris dan Henry.Seorang rekan seprofesiku mengundang aku untuk menangani sebuah kasus sulit, aku kembali ke kota y

  • Biar Suami dan Anakku Hidup Tanpa Penyesalan   Bab 5

    Karena masih kecil, Henry sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi saat ini.Mendengar aku sudah tidak menginginkannya, dia langsung meraung dan menangis ketakutan.“Tidak! Di mana Ibu? Aku mau Ibu!”Tangisannya membuat Harris yang sudah tertekan menjadi semakin bingung.Biasanya, Harris hanya menemani anak bermain. Dia sama sekali tidak pernah menjaga Henry seharian penuh.Harris terpaksa menggendong Henry hingga tertidur di pelukannya setelah lelah menangis. Saat tengah malam, Henry tiba-tiba terbangun dan menangis mencari ibu lagi. Untuk menenangkan Henry, Harris pun langsung memeluk dan menepuk punggung Henry. “Tidak apa-apa, ibu pasti akan pulang. Dia sangat mencintai kita berdua, dia pasti akan pulang.”Namun, Henry sama sekali tidak mendengarkannya.Air matanya membasahi pipinya, dia menangis tidak terkendali.“Aku mau ibu! Aku mau ibu!”Melihat putranya yang biasanya cerdas dan pengertian berubah menjadi monster kecil yang rewel dan terus menangis serta tidak mau makan da

  • Biar Suami dan Anakku Hidup Tanpa Penyesalan   Bab 4

    Harris menemani Lisa di rumah sakit semalaman. Malamnya, dia baru pulang ke rumah.Awalnya, dia sama sekali tidak menyadari kepergianku.Ketika membuka pintu dan melihat Henry sedang berjongkok di lantai bermain video gim sambil makan eskrim, dia merasa sedikit heran.Biasanya, aku tidak mungkin membiarkan Henry makan eskrim sebanyak itu, karena takut dia akan sakit perut. “Henry, ibu di mana?”“Sepertinya sudah keluar,” jawab Henry sambil menatap layar gimnya, dia sama sekali tidak menolehkan kepalanya.Dia merasa senang jika ibunya bisa terus mengabaikannya seperti hari ini.Lagipula, Ayah dan Tante Lisanya tidak secerewet ibunya.Harris mengerutkan keningnya.“Dian jarang sekali mengabaikan anak seperti hari ini.” Harris bergumam dengan suara pelan. “Pasti karena aku terlalu lama menemani Lisa, jadi dia cemburu dan marah,” ucap Harris lagi.Harris tersenyum tidak berdaya. Saat dia mengeluarkan ponselnya dan hendak meneleponku, pandangannya tiba-tiba tertuju pada kartu hitam yang

  • Biar Suami dan Anakku Hidup Tanpa Penyesalan   Bab 3

    Keesokan paginya, aku menatap waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, ini waktunya aku berangkat.Seperti biasanya, Harris menemani Lisa di rumah sakit semalaman.Pagi-pagi sekali, aku menyeret koperku dan bersiap untuk pergi.Saat melewati kamar Henry, aku menghentikan langkahku.Henry lahir prematur, karena itu tubuhnya sangat lemah dan sering sakit.Untuk memastikan dia bisa mendapat perawatan terbaik, aku sendiri yang mengurus dan mengatur semua kebutuhannya sehari-hari. Aku tidak pernah mempekerjakan pembantu ataupun pengasuh.Setelah merasa ragu sejenak, aku meletakkan barang bawaanku dan memutuskan untuk melihatnya sekali lagi sebelum aku pergi.Henry bukan hanya wajahnya saja yang mirip dengan ayahnya, tetapi sikap cueknya juga. Melihatku berjalan masuk ke kamarnya, Henry yang tadinya membungkuk di meja mendongakkan kepalanya dan memanggilku, kemudian kembali melukis.Aku menatap wajahnya yang mirip sekali dengan Harris, lalu berkata dengan suara pelan, “Henry, Ibu sudah mau pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status