Share

Chapter 6

Sepulang orang tua dan mertuanya, Haikal kembali ke dalam ruang perawatan Riri. Ia duduk di samping ranjang Riri yang saat ini sedang tertidur. Dengan setia ia menjaga Riri hingga ia ikut tertidur dalam posisi duduk. Sedangkan kepalanya direbahkan di sisi tangan Riri.

Pagi harinya, Haikal terbangun dengan tidak mendapati Riri di ranjang. Ia celingukan mencari keberadaan Riri. Suara orang yang sedang muntah-muntah membuatnya melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Begitu ia membuka pintu kamar mandi, tampaklah olehnya Riri yang sedang muntah-muntah di wastafel. Haikal masuk dan memijat tengkuk Riri.

Ketika rasa mual Riri mulai berkurang, Riri membasuh mukanya agar terlihat lebih segar. Tetapi, saat Riri menegakkan tubuhnya, kakinya tiba-tiba menjadi lemas dan penglihatannya berkunang-kunang. Hampir saja ia terjatuh andai Haikal tidak sigap menangkapnya.

       

Haikal segera menggendong Riri keluar dari kamar mandi dan membaringkannya di ranjang.

"Kenapa Mas masih di sini? Aku 'kan udah nyuruh Mas pergi? Mas bisa pergi sekarang. Aku nggak butuh Mas di sini. Aku bisa ngurus diriku sendiri. Sekarang pergilah," usir Riri setelah Haikal membaringkannya di ranjang.

"Aku nggak akan pergi ke mana-mana. Aku bakalan tetap di sini nemenin kamu," jawab Haikal.

"Untuk apalagi Mas di sini? Apa masih kurang hinaan Mas ke aku semalam?" tanya Riri sinis.

"Bukan, Ri. Aku minta maaf atas apa yang udah aku lakuin ke kamu. Aku tau itu sangat kasar. Dan seharusnya aku nggak pernah ngomong kayak gitu ke kamu. Aku bener-bener nyesel. Tolong maafin aku," ucap Haikal tulus.

"Oke, aku maafin. Sekarang pergilah. Mas bebas sekarang. Aku udah ngelepasin Mas dari tanggung jawab atas diriku dan anak yang kukandung ini. Mas bisa nyari dan bersatu sama pacar Mas lagi," ucap Riri.

"Nggak, Ri. Aku udah bilang kalau aku nggak akan pergi dari sini. Aku nggak akan ngelepasin tanggung jawabku. Aku ini suamimu dan juga Ayah dari bayi yang kamu kandung. Jadi aku diwajibkan untuk ngejaga kamu dan calon anakku," balas Haikal.

"Dengar ya, Mas. Aku nggak butuh bantuan dan rasa belas kasihan dari Mas. Lagipula, bukannya semalam Mas bilang ini anak orang lain? Kenapa sekarang jadi anak Mas? Udahlah, aku nggak butuh pengakuan terpaksa dari Mas," ucap Riri lagi dengan sinis.

"Aku nggak terpaksa, Ri. Ku mohon percayalah sama aku. Aku bersungguh-sungguh. Aku bener-bener nyesel. Aku janji bakalan ngerubah sikapku ke kamu," janji Haikal mencoba meyakinkan Riri.

"Mas yakin dengan keputusan Mas itu? Pikirin baik-baik. Nanti Mas nyesel. Jangan asal janji," Riri berkata sinis sambil menaikkan satu alisnya.

"Aku yakin, Ri. Aku udah pikirin ini semalaman. Dan aku nggak bakalan menyesali keputusanku. Jadi, tolong percayalah sama aku. Kasih aku kesempatan," Haikal terus meyakinkan Riri.

"Oke. Aku bakalan percaya sama Mas dan bakalan ngasih kesempatan untuk Mas. Tapi, kalau Mas ngehancurin kepercayaan dan kesempatan yang udah aku kasih ini, maka anggap aja kita selesai," ancam Riri setelah memutuskan memberikan kepercayaan dan kesempatan pada Haikal.

"Oke. Tapi, bisa nggak, kamu jangan panggil aku 'Mas'? Panggil namaku aja. Aku ngerasa aneh dan ngerasa tua kamu panggil kayak gitu," pinta Haikal setelah menyetujui persyaratan Riri.

"Loh, kenapa? Itu 'kan tandanya aku ngehormatin Mas sebagai suamiku. Aku ngerasa nggak sopan kalau manggil suami dengan nama aja," Riri berpendapat.

"Tapi aku terganggu dengan sebutan itu. Please, jangan panggil aku kayak gitu lagi. Panggil namaku aja," Haikal bersikeras.

"Apa nggak masalah kalau aku manggil nama aja? Ntar aku disangka nggak sopan sama suami," tanya Riri, ragu.

"Nggak apa-apa. Nggak ada yang marah dan nggak akan ada yang ngelarang kamu manggil namaku langsung," jawab Haikal, meyakinkan.

"Baiklah, Ha-Haikal," balas Riri, masih merasa canggung. Sedangkan Haikal tersenyum senang mendengarnya.

"Oh, iya. Aku juga mau minta maaf atas kejadian malam itu. Jujur, malam itu aku bener-bener nggak ingat apa pun. Aku sendiri nggak nyangka kalau aku udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Meskipun pagi harinya aku ngerasa bingung dengan keadaan tubuhku, tapi aku nggak kepikiran sampai ke situ. Dan sebenarnya aku mau bertanya ke kamu pagi hari itu, tapi kamu selalu ngurung diri di kamar. Jadi, aku pun akhirnya ngelupain itu. Aku cuma ngerasa kamu berusaha untuk ngehindarin aku tanpa aku tau alasannya. Ya, meskipun kita memang jarang berinteraksi, tapi sikap kamu waktu itu bener-bener aneh menurutku. Biasanya 'kan kamu pasti berusaha untuk ngobrol sama aku meskipun basa-basi. Tapi waktu itu kamu jadi aneh. Dan ternyata, perbuatanku itulah alasannya. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Haikal lagi.

"Oh, i-itu .... Aku udah ngelupain kejadian malam itu. J-jujur, aku takut banget malam itu. Dan setelah kejadian itu, aku masih takut untuk berhadapan sama kamu. Jadinya, aku selalu berusaha ngehindarin kamu. Tapi, sewaktu aku pingsan malam itu dan kamu ngomel-ngomel pagi harinya, mendadak perasaan takutku hilang. Aku malah ngerasa lucu dan seneng. Makanya aku berusaha untuk ngelupain kejadian kelam malam itu. Aku berharap hubungan kita jadi lebih baik dari sebelumnya setelah obrolan kita pagi itu. Tapi, ternyata kamu tetap sama kayak sebelum-sebelumnya. Makanya aku jadi pesimis untuk ngelanjutin hubungan kita," Riri menundukkan kepalanya. Suaranya terdengar sendu di kalimat terakhirnya.

"Aku bener-bener minta maaf. Aku janji, mulai dari saat ini, aku bakalan jadi suami dan ayah yang terbaik untuk kamu dan anak kita!" Haikal meyakinkan Riri sambil menggenggam erat kedua tangan istrinya. Riri tersenyum dan mengangguk.

"Sekarang kamu makan dulu. Biar aku yang suapin kamu. Ayo, buka mulutmu. Aaa ...," kata Haikal sambil menyendokkan dan menyuapkan bubur pada Riri.

Riri melahap setiap bubur yang disuapkan Haikal padanya. Tetapi, ketika baru habis setengahnya, perutnya sudah kembali bergejolak. Bergegas ia turun dari ranjang dan cepat-cepat berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan yang baru saja ia makan ke wastafel.

Haikal menghampiri Riri dan membantu memijat tengkuknya. Ketika isi perutnya sudah habis ia muntahkan tak bersisa, perempuan itu membasuh kembali wajahnya.

Tanpa diminta, Haikal menggendong Riri keluar dari kamar mandi lalu merebahkannya di ranjang.

"Makasih," ucap Riri setelah Haikal merebahkannya.

"Nggak perlu. Itu kewajibanku," balas Haikal.

Beberapa menit kemudian, seorang dokter wanita masuk berserta perawat untuk mengecek kondisi Riri pagi ini. Dokter yang baru Riri ketahui bernama Andini dari nametag-nya.

"Selamat pagi, Ibu Rifqah! Bagaimana perasaannya pagi ini?" tanya Dokter Andini berbasa-basi setelah menyapa.

"Selamat pagi juga, Dokter Andini. Pagi ini perasaanku mungkin lebih baik daripada kemarin, Dok," jawab Riri sambil tersenyum lemah.

"Sudah mau makan?" tanya Dokter Andini lagi.

"Kalau makannya mau sih, Dok. Tapi baru juga habis setengahnya, udah dimuntahkan lagi, Dok," kali ini Haikal yang menjawab pertanyaan Dokter Andini.

"Kalau begitu, sebaiknya Ibu Rifqah diinfus. Supaya tubuhnya tidak terlalu lemah. Nanti saya akan kasih resep vitamin untuk Ibu Rifqah. Tolong suaminya, ditebus obatnya, ya!" pesan Dokter Andini seraya menulis resep vitamin lalu menyerahkannya kepada Haikal. Sedangkan perawat yang bersamanya tadi memasang infus di tangan Riri.

"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Haikal yang dibalas anggukan kepala oleh Dokter Andini kemudian keluar dari kamar perawatan Riri.

"Aku tinggal sebentar, ya? Aku mau nebus obat kamu dulu," pamit Haikal.

"Ya," jawab Riri singkat.

"Pagi, Sayang. Gimana keadaan kamu pagi ini?" tanya Nisa' yang datang tidak lama setelah Haikal pergi menebus obat.

"Ya, beginilah, Bun. Kemarin belum diinfus, tapi sekarang udah diinfus," jawab Riri seadanya setelah mengendikkan bahu.

"Kok jadi makin lemah gini kamu, Nak?" Nisa' terlihat khawatir. Riri hanya bisa tersenyum lemah.

"Oh iya, Haikal ke mana? Kok kamu sendirian?" tanya Mawarni. "Jangan bilang dia pergi entah ke mana dan nggak jagain kamu?" lanjutnya curiga

"Oh, Mama datang juga, ya?" Riri meraih tangan Mawarni dan mencium punggung tangannya. "Enggak kok, Ma. Dia jagain Riri, kok. Cuma, sekarang Haikal lagi pergi nebus obat untuk Riri sebentar. Baru juga pergi," jawab Riri lagi.

"Oh, gitu. Baguslah kalau dia nepati janjinya," balas Mawarni menanggapi.

"Kamu udah makan, Sayang? Bunda bawakan makanan kesukaan kamu. Kamu makan, ya? Mau Bunda suapin?" tawar Nisa' sambil mengeluarkan kotak bekal yang dibawanya dari dalam papperbag.

"Beneran, Bunda? Riri mau, Bun. Tadi udah makan, sih .... Cuma baru habis setengah, udah Riri muntahin lagi yang Riri makan," ucap Riri mendadak bersemangat.

Nisa' tersenyum dan segera menyiapkan makanan yang dibawanya dan menyuapi anaknya itu. Riri makan dengan sangat lahap. Hingga makanan yang dibawa oleh Nisa' habis tidak bersisa. Sepertinya ia tidak lagi merasa mual seperti yang sebelumnya.

"Kamu lahap bener makannya, Ri? Udah nggak mual lagi?" tanya Haikal bingung saat baru kembali dan melihat istrinya makan dengan lahap ketika disuapi oleh Nisa'.

Riri menoleh ke arah Haikal yang sekarang berada di sampingnya. "Nggak tau. Tiba-tiba aja aku selera waktu Bunda nyuapin tadi. Rasa mualku pun juga hilang," jawab Riri.

"Malah bagus kayak gitu, dong. Kalau dengan Bunda nyuapin kamu makan bisa ngilangin rasa mual kamu, Bunda bersedia nyuapin kamu setiap hari, kok. Asalkan kamu mau makan yang banyak biar janinmu sehat," ucap Nisa' senang.

"Tapi ..., kalau ini cuma kebetulan untuk hari ini aja gimana, Bunda?" Riri tampak pesimis.

"Kalau emang ini cuma kebetulan, ya kita cari cara lain biar kamu mau makan, Sayang. Emang kamu mau jadi penghuni kamar ini terus?" tanya Mawarni, berniat menggoda Riri.

"Nggak maulah, Ma. Riri 'kan pingin pulang. Masa iya, Riri harus makan tidur terus di sini? Udah kayak pasien yang kena penyakit kronis aja," jawab Riri sambil mengerucutkan bibirnya.

"Nah, maka dari itu kamu harus makan yang banyak. Biar tubuh kamu nggak lemah lagi," balas Nisa' mengingatkan.

"Dan sekarang, kamu minum obat dulu," kata Haikal sambil menyerahkan obat dan air minum pada Riri.

Riri menerima obat dan air minum yang diberikan oleh Haikal. Dimasukkannya obat ke dalam mulutnya lalu ia sorong dengan air minum agar dapat menelannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status