Share

Bab 2

Author: Zora
Sikapku membuat raut wajah Feni, ibu mertuaku, tampak semakin puas.

Dia menepuk tanganku, nadanya lembut berkata, “Tasya, aku tahu kamu paling pengertian. Kami sangat beruntung bisa mendapatkanmu sebagai menantu!"

"Tenang saja, mama akan selalu menyayangimu.” Sambil bicara, dia mengeluarkan tiga ribu dolar dari sakunya dan menyerahkannya ke tanganku, menyuruhku menyimpannya untuk dipakai sendiri.

Di kehidupan sebelumnya, karena dari awal sampai akhir aku tidak pernah setuju dengan hal ini. Bahkan setelah mengalah pun, wajahku selalu terlihat penuh dengan ketidakpuasan. Saat itu, Feni hanya bisa menyalahkanku terus-menerus, mana mungkin memberiku uang seperti sekarang.

Namun, melihat uang di tanganku, aku tidak kuasa menahan tawa sinis dalam hati.

Tiga ribu dolar memang banyak, tetapi mana bisa kalau mereka ingin membeli status suamiku dengan segini saja? Mana ada hal semudah itu di dunia ini?

Lagipula, di kehidupan kali ini, aku sudah punya rencana lain. Justru saat inilah aku sangat membutuhkan uang.

Memikirkan ini membuatku menarik napas panjang, lalu dengan nada sedih aku berkata, “Bukan aku yang keberatan, tapi Yani sangat menyayangi papanya. Aku takut dia tidak bisa menerima hal ini.”

“Kalau nanti Kakak Ipar tahu semua faktanya, lalu terguncang, itu akan lebih buruk lagi.”

Maksud dalam ucapanku jelas terbaca, wajah Feni pun terlihat tampak agak berat hati.

Namun, meski begitu, dia tetap menambahkan enam ribu dolar lagi.

Dengan nada agak tidak sabar dia berkata, “Uang yang kubawa hanya ini saja.”

Aku tersenyum sambil berkata, “Terima kasih, Ma.”

Melihatnya berjalan masuk ke restoran, ekspresi di wajahku langsung berubah. Mengingat putriku yang manis dan penurut, aku kembali mengepalkan tangan dengan kuat. Yani adalah anak yang paling pengertian di dunia ini.

Walaupun dia tidak paham dunia orang dewasa, bahkan tidak tahu arti kata-kata yang kami ucapkan. Tetapi dia selalu patuh, tidak pernah rewel atau menangis keras.

Saat dia demam tinggi hingga pingsan, dia terus menyebutkan kata “Papa”.

Saat itulah aku sadar betapa keterlaluannya diriku.

Aku memohon pada Yudhi untuk mengantar kami ke rumah sakit, memohon agar dia setidaknya bisa memberikan kehangatan sekali saja pada Yani.

Tidak kusangka, justru karena itu, aku dan putriku kehilangan nyawa bersama.

Di kehidupan ini, aku pasti akan melindungi putriku dengan baik, membawanya pergi dari keluarga kejam ini.

Tidak lama kemudian, Feni keluar dari dalam. Dikarenakan restoran itu tidak banyak pelanggan, membungkus makanan pun sangat cepat.

Saat kami kembali ke kamar pasien, Yudhi sedang memijat kepala Cinthya, Kakak Ipar-nya. Begitu melihatku, dia segera menarik kembali tangannya.

Secara refleks, dia buru-buru menjelaskan, “Cinthya bilang kepalanya sakit, jadi aku bantu pijat sebentar.”

Dulu dia selalu menyebut “Kakak Ipar”, tetapi sekarang dia seolah sudah terbiasa dengan peran barunya.

Mendengar ucapannya itu, Cinthya langsung berkata dengan nada tidak senang, “Hubungan kami sangat bagus, mama juga pasti tidak akan keberatan!”

Cinthya seakan salah paham dengan maksud Yudhi, tetapi aku tahu, itu semua dia lakukan dengan sengaja. Aku tidak melewatkan sorot matanya yang menantang itu.

Mungkin karena sadar aku masih ada di samping, Feni tampak agak canggung.

Dia tertawa kering dua kali, lalu berkata, “Ya, yang penting kalian rukun.”

Kemudian dia cepat-cepat mengalihkan topik dan berkata, “Ini makanan yang kubeli, makanlah dulu untuk mengganjal perut.” Dia pun sambil bersiap untuk membuka bungkusan makanan.

Siapa sangka, detik berikutnya, Cinthya kembali mencari perhatian. “Yudha, tanganku sakit. Atau … kamu aja deh yang menyuapiku.”

Yudhi segera mengangguk setuju. Tetapi selama menyuapi Cinthya, tangannya bergetar berkali-kali. Bahkan keringat dingin mulai bermunculan di dahinya. Beberapa kali pandangan matanya bersirobok dengan milikku, wajahnya tampak begitu tegang.

Apa dia gugup? Mungkin.

Namun aku tahu, lebih dari itu, dia sebenarnya takut, takut aku akan meledak dan membuat keributan. Aku menatap tenang, menikmati pemandangan memalukan itu.

Di kehidupan sebelumnya, adegan ini juga pernah terjadi.

Hanya saja, saat itu aku merasa begitu sakit hati hingga langsung berbalik keluar dari kamar pasien. Sekarang kupikir, justru karena kepergianku, mereka bisa lebih leluasa.

Kalau tidak, mereka juga pasti akan sama gelisahnya seperti sekarang.

Akhirnya, setelah Cinthya selesai makan dan minum, Yudhi sibuk mengurus semua proses untuk keluar dari rumah sakit. Dan aku tahu, pertunjukan yang sesungguhnya … akan segera dimulai.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Biarlah Kau Jadi Kakak Ipar Selamanya   Bab 8

    Pria itu menepis tangan Yudhi dengan kuat, lalu menatapnya sekilas. “Oh. jadi, kamu ini Yudhi adik kembar Yudha?” Yudhi tidak menjawab.Pria itu kemudian menoleh ke arahku, dan berkata, “Kamu yang tadi menelpon Yudha, ‘kan?”Saat itu, Feni dan Cinthya yang keluar dari dalam rumah, kebetulan mendengar kalimat ini. Selain aku, semua orang tampak terkejut dan tidak mengerti. Di antara kerumunan, ada yang tidak tahan lalu bertanya, “Pak, apa maksud perkataanmu barusan?”“Oh,” jawab pria itu santai. “Ada yang menyampaikan kabar ke Yudha, katanya istrinya bersama adik kembarnya berbuat hal yang tidak pantas. Karena dia sekarang sedang terluka dan belum bisa pulang, dia meminta aku untuk melihat apakah kabar itu benar atau tidak. Tidak kusangka, ternyata memang benar!” Sambil berkata demikian, dia menatap Yudhi dengan ekspresi sulit dijelaskan. Baru saat itu aku paham. Rupanya, begitu aku keluar dari kantor pos, telepon dari pihak Yudha langsung tersambung pada pria ini. Itu artinya, tidak

  • Biarlah Kau Jadi Kakak Ipar Selamanya   Bab 7

    Melihat aku seperti itu, semua orang pun kembali membelaku dengan suara lantang.Yudhi tidak bisa lagi mencari alasan, wajahnya semakin lama semakin muram. Aku diam-diam meliriknya sesekali, lalu menangis semakin keras.Di zaman ini, berbeda dengan masa depan nanti, pernikahan tidak harus diurus dengan surat nikah resmi. Banyak pasangan suami istri yang tidak memilikinya, seperti aku dan Yudhi juga begitu. Tetapi, Cinthya dan Yudha memang pernah mengurus surat nikah, karena Yudha adalah seorang tentara, pernikahannya dilindungi oleh hukum militer. Jika Yudha ternyata masih hidup, Yudhi otomatis menjadi orang yang merusak pernikahan militer. Keduanya bisa ditangkap dan dipenjara. Aku tidak ingat apakah di kehidupan lalu ini pernah terjadi, tetapi tidak kusangka di kehidupan ini, mereka berdua begitu terburu-buru. Sepertinya mereka memanfaatkan kesempatan mengurus surat nikah saat aku keluar rumah. Tidak disangka malah ketahuan oleh Yani, sehingga semua ini terungkap.Setelah semua ora

  • Biarlah Kau Jadi Kakak Ipar Selamanya   Bab 6

    Setelah dia selesai berbicara, suasana langsung berubah menjadi hening. Feni terpaku di tempat, seolah-olah tombol jedanya ditekan. Mata melotot, menatap penuh dengan ketakutan. Jelas sekali, dia benar-benar terkejut oleh ucapan itu.Meskipun begitu, dia tetap berkata, “Kamu ngomong apa sih, jangan ngomong sembarangan!”“Sembarangan? Kalau begitu tanya saja pada semuanya, emangnya aku asal ngomong?”“Waktu ada orang datang mengantarkan uang santunan, mereka bahkan berpesan kepada kami untuk lebih sering menjaga keluargamu.”“Kami tidak ingin mengungkit kesedihan kalian, tapi tidak disangka, di balik ini kalian malah seperti ini.”Merasa putriku yang berada di pelukan gelisah, aku mengusap lembut kepalanya, dalam hati tersenyum mengejek. Kalau dipikir-pikir, hal ini memang baru kuketahui di kehidupan keduaku ini. Saat pihak militer mengirim santunan, mereka memang secara khusus menitip pesan kepada para tetangga di desa. Bahwa Yudha gugur dengan terhormat, dan mereka berharap warga sek

  • Biarlah Kau Jadi Kakak Ipar Selamanya   Bab 5

    Namun sayang sekali aku tidak bisa membuat Yudha melihat semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Tetapi tidak apa-apa, yang terpenting adalah dia bisa pulang.Meskipun tidak menyaksikannya secara langsung, dia tetap bisa mendengarnya dari mulut orang lain. Memikirkan hal ini, aku segera pulang, berniat mengadukan keluarga ini di depan para warga desa. Tidak kusangka, Cinthya justru lebih dulu menyerang.“Tasya, kamu sudah gila ya? Ini suamiku, Yudha! Yudhi sedang pergi berbisnis, nggak ada di rumah. Walaupun kamu merindukannya, jangan sampai salah mengenali orang dong.” “Lagipula, anakmu itu tidak tahu sopan santun. Nggak ada papa sih, jadi mau nggak mau biarkan pamannya yang memberinya pelajaran,” katanya terdengar penuh keyakinan, seakan-akan akulah yang membuat keributan tidak berdasar. Aku hanya tertawa dingin, siap untuk membuka kedoknya tanpa ampun.Namun yang tidak kusangka, para bibi di desa ini ternyata sangat membantu. “Eh, kamu kira kami semua bodoh?” “Jelas-jelas dia itu Y

  • Biarlah Kau Jadi Kakak Ipar Selamanya   Bab 4

    Aku sangat bersyukur, di kehidupan sebelumnya setelah aku mati, jiwaku bisa melihat segalanya, termasuk telepon dari Yudha. Semua yang kuketahui setelah terlahir kembali ini, berubah menjadi pengalamanku sendiri. Memang benar, dalam misi itu dia jatuh dari tebing. Pasukan juga sudah melakukan pencarian. Tetapi mereka terlambat satu langkah, dia sudah lebih dulu diselamatkan orang lain. Cinthya hanya pura-pura amnesia, sedangkan Yudha benar-benar kehilangan ingatannya.Namun, dia sangat beruntung. Bukan hanya bertemu orang baik yang menyembuhkan lukanya, bahkan diajak ikut berbisnis bersama.Ketika akhirnya ingatannya pulih dan dia pulang ke rumah ...Yudhi dan Cinthya sudah menikah resmi. Tetapi mereka berdua sangat pandai berakting. Saat itu juga mereka langsung berakting di depan Yudha. Mereka bilang, Cinthya sebagai janda hidupnya tidak mudah. Orang-orang menghinanya karena status janda, bahkan ada yang ingin merusaknya. Kalau bukan kebetulan Yudhi lewat dan menolongnya, mungkin

  • Biarlah Kau Jadi Kakak Ipar Selamanya   Bab 3

    Namun, yang membuatku sedikit terkejut adalah ... Sebelum pergi, Yudhi menarikku ke samping.Dia menjelaskan, “Tasya, jangan salah paham. Aku tidak tahu bagaimana hubungan Kakak dan Kakak Ipar dulu. Aku hanya mengikuti kata-katanya saja. Kalau tidak, dia bakal curiga.”Melihat ekspresi menenangkannya, aku hanya tersenyum tipis. “Aku mengerti, tunggu saja sampai ingatannya pulih kembali.”Melihat aku begitu pengertian, wajah Yudhi justru tampak sedikit canggung.Dia mengeluarkan sejumlah uang dari saku dan menyerahkannya ke tanganku.Ibu dan anak ini benar-benar sama, kata orang, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Itu memang benar.Keduanya sama-sama ingin menyingkirkanku dengan uang.Namun, uang yang sudah sampai di tangan, tentu saja tidak ada alasan untuk menolak.Aku pun menerimanya sambil berkata, “Kalau begitu, nanti saat pulang aku akan membelikan hadiah untuk putri kita, supaya dia tidak sedih.”“Kamu juga tahu, putri kita jauh lebih pengertian.”Mungkin tersentuh karena aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status