Share

152~BC

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-12-23 21:31:39

“Sudah selesai, ngerumpinya?” Bias memutar bola matanya, ketika Cinta baru kembali dari balkon.

Sejak tadi, Bias hanya mendengar suara tawa istrinya yang tengah mengobrol dengan Dinda di telepon. Sementara dirinya, berada di kamar bersama Cibi.

“Sudah.” Cinta meringis lalu ikut bergabung bersama Bias di tempat tidur Cibi, setelah meletakkan ponselnya di nakas.

“Kalian lagi gibahin pak Felix, kan!” ujar Bias sambil mengetuk-ngetuk boneka jari di hidung putrinya yang berdiri di pangkuan, “ckckck!”

Cinta terkikik. “Kita tunggu undangan aja bentar lagi.”

“Seriusan pak Felix sama Dinda?” tanya Bias belum bisa percaya sepenuhnya.

“Kenapa memangnya?” Cinta mengambil putrinya ke pangkuan. Namun, Cibi kembali merangkak pergi mendekati Bias. “Nggak masalah, kan?”

“Ya, yaaa, nggak papa juga,” balas Bias tidak menemukan sesuatu yang salah dengan hubungan tersebut. Perihal usia, itu juga bukan kendala yang berarti. Felix juga masih terlihat muda di usianya dan terlihat cocok-cocok saja bersand
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (29)
goodnovel comment avatar
Attar Muntaz
aku... sukA... Noah....
goodnovel comment avatar
Bunda Ida
aku kok kasihan sama Altaf dan dinda ya cinta tak kesampaian... walaupun pak Felix banget..
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
wes cocok Kabeh bungkus lah.kaya kaya dan kaya ya dind
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bias Cinta   152~BC

    “Sudah selesai, ngerumpinya?” Bias memutar bola matanya, ketika Cinta baru kembali dari balkon. Sejak tadi, Bias hanya mendengar suara tawa istrinya yang tengah mengobrol dengan Dinda di telepon. Sementara dirinya, berada di kamar bersama Cibi. “Sudah.” Cinta meringis lalu ikut bergabung bersama Bias di tempat tidur Cibi, setelah meletakkan ponselnya di nakas. “Kalian lagi gibahin pak Felix, kan!” ujar Bias sambil mengetuk-ngetuk boneka jari di hidung putrinya yang berdiri di pangkuan, “ckckck!”Cinta terkikik. “Kita tunggu undangan aja bentar lagi.”“Seriusan pak Felix sama Dinda?” tanya Bias belum bisa percaya sepenuhnya. “Kenapa memangnya?” Cinta mengambil putrinya ke pangkuan. Namun, Cibi kembali merangkak pergi mendekati Bias. “Nggak masalah, kan?”“Ya, yaaa, nggak papa juga,” balas Bias tidak menemukan sesuatu yang salah dengan hubungan tersebut. Perihal usia, itu juga bukan kendala yang berarti. Felix juga masih terlihat muda di usianya dan terlihat cocok-cocok saja bersand

  • Bias Cinta   151~BC

    Altaf menutup pintu ruang rawat Ciara dari luar, membiarkan adiknya sarapan dengan tenang di kamarnya. Kemudian, ia beranjak duduk di sebelah Ranu yang sudah menunggunya di kursi panjang. Belum ada kemajuan berarti dalam hubungan mereka, tetapi keduanya sepakat untuk tetap menjaga kesan baik-baik saja di mata orang lain.“Di mana Ciara tinggal setelah keluar dari rumah sakit?” tanya Ranu lebih dulu bersuara. Namun, tatapannya lurus ke depan tanpa melihat Altaf.“Untuk sementara, aku berencana sewa perawat untuk ngawasin dia di apartemen,” jawab Altaf menatap Ranu dengan sesak yang semakin menghimpit dada, “karena dia juga harus ke psikiater, jadi, aku rasa harus ada tenaga profesional yang ada di sampingnya.”Ranu menghela pelan dan panjang. Ada sedikit rasa lega karena masalah Ciara sudah ada jalan keluarnya.“Bagaimana dengan Farhan?” tanya Ranu lagi.“Dia tetap tinggal sama Cia.”Lagi, Ranu membuang napas dengan ritme yang sama. Namun, kali ini ia tidak memberi komentar apa pun.

  • Bias Cinta   150~BC

    Setelah berpisah dengan Felix, senyum Dinda benar-benar tidak bisa ditahan. Terus saja mengembang, sampai-sampai ia harus melipat bibirnya rapat-rapat agar orang-orang tidak menganggapnya gila karena tersenyum sendiri di sepanjang jalan. Namun, sepertinya percuma saja. Setiap kali Dinda teringat cara Felix menatapnya dan obrolan receh mereka yang selalu menimbulkan tawa, senyum itu kembali lolos begitu saja.Jangan-jangan, Dinda memang sudah gila. “Abang!” Kedua mata Dinda melebar seketika, saat melihat Raksa tahu-tahu muncul tepat di hadapannya. Ia sedang berdiri di depan lift, menunggu pintunya terbuka. “Ngagetin!”“Kamu ada hubungan dengan pak Felix?” tanya Raksa tanpa basa-basi dan tegas. “Aku lihat jelas waktu kamu megang tangannya.”Dinda baru saja ingin menjawab dengan meninggikan nada bicaranya, tetapi ia segera menghela kecil. Tetap tersenyum dan profesional.“Memangnya kenapa kalau saya ada hubungan dengan pak Felix?” Dinda bertanya balik. “Saya single, pak Felix juga sing

  • Bias Cinta   149~BC

    “Benar, istriku meninggal hampir delapan tahun yang lalu,” ucap Felix tenang saat menjawab pertanyaan pertama Dinda, “tapi, enam bulan sebelumnya kami sudah resmi bercerai dengan proses yang lumayan panjang dan melelahkan.”“Sekali lagi maaf, tapi … kenapa sampai cerai?” tanya Dinda hati-hati, karena masalah ini cukup sensitif. Meski sudah mengetahui hal tersebut dari Alma, tetapi tidak lega rasanya jika tidak mendengar langsung dari mulut pria itu.“Nggak perlu minta maaf,” ujar Felix, “semua pertanyaan ini wajar untuk dilontarkan. Lebih baik semua terbuka sejak awal dan kamu tau langsung dari aku.”“Tapi tetap aja nggak enak kalau nggak minta maaf,” ucap Dinda meringis kecil. “Kalau begitu minta yang lain aja.”Dinda mengerut dahi. “Minta apa?”“Minta dinikahi, misalnya.”Dinda langsung menutup wajah dengan kedua tangan. Menutup mulutnya yang hendak tertawa lepas dan keras. Air matanya pun sudah membasahi kedua mata, karena lagi-lagi ucapan receh Felix membuatnya nyaris kehabisan k

  • Bias Cinta   148~BC

    “Tante Alma sama om Danuar tadi malam ke sini,” ucap Altaf ketika Ciara tengah menyantap bubur untuk sarapan paginya, “tapi kamu tidur, jadi, mereka titip salam aja.”“Cuma mereka berdua?” “Jangan berharap lebih,” balas Altaf tegas lalu mengalihkan topik obrolan karena ia tahu apa yang Ciara maksud, “kalau kamu sudah sehat, aku mau kamu pergi ke psikolog. Ranu lagi nyari yang dekat dengan apartemen, biar nggak terlalu jauh.”Altaf melihat jam tangannya. Sejak tadi, ia menunggu Ranu yang rencananya akan datang bersama Naifa dan Raksa. “Aku cuma nanya, nggak berharap lebih.”“Dan nggak perlu ditanyakan juga.”Selera makan Ciara hilang seketika. Ia meninggalkan buburnya yang masih tersisa separuh, lalu kembali berbaring. “Harusnya, aku nggak perlu dibawa ke rumah sakit. Biarin aja mati sekalian.”“Jaga bicaramu, Cia.”Ciara berbalik, memunggungi Altaf. Air matanya langsung menitik tanpa bisa ditahan lagi. “Sekarang, sudah nggak ada lagi yang peduli sama aku. Nggak ada lagi yang sayang

  • Bias Cinta   147~BC

    “Makan dulu, Mas,” ujar Ranu sudah menyiapkan seporsi nasi padang di meja. Tadinya ia datang bersama Raksa, tetapi pria itu tidak bisa berlama-lama karena harus segera pergi ke kantor. Ranu juga sudah menyampaikan, jika Naifa belum bisa datang menjenguk Ciara karena masih kelelahan. Mungkin, wanita itu akan menjenguk esok hari. “Dari pagi Mas belum makan. Jangan sampe ada dua orang yang dirawat di rumah sakit.”Mau tidak mau, Altaf menurut meski tidak berselera makan sama sekali. Masalahnya dengan Ranu belum selesai, kini ia pun harus mengurusi Ciara.“Makasih,” ucap Altaf sudah duduk di kursi berhadapan dengan Ranu, “kamu nggak makan?”“Aku masih kenyang,” jawab Ranu kemudian beranjak menuju kursi yang ada di samping ranjang pasien. “Makanlah dulu, habis itu aku mau pulang beresin koper karena kita nggak jadi pergi. Nanti sore, aku ke sini lagi bawain baju sama perlengkapan buat Mas nginap.”Altaf mengangguk pelan sambil menyuap makanannya. Hati benar-benar terasa sesak. Penuh rasa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status