Home / Romansa / Bidadari Surga Milik CEO / Bab 3. Awal Mula Semua Kejadian.

Share

Bab 3. Awal Mula Semua Kejadian.

Author: Ucing Ucay
last update Last Updated: 2025-09-06 17:34:08

Di apartemennya Ghina sudah tampil lebih seksi dan cantik dengan dandanan glamornya. Dari atas kepala hingga ujung kakinya dia perhatikan dengan sangat teliti.

Terlihat cantik dari luar tapi siapa yang kira di dalamnya sebenarnya ada sebuah hati yang menangis saat bercermin.

Ghina tidak menyangka hidupnya akan hancur seperti ini, besar di sebuah panti asuhan tanpa tahu siapa kedua orangtuanya dan kemudian dia di adopsi oleh seseorang yang ternyata hanya di peralat dan di jual kepada sugar daddy yang berani membayar mahal kesuciannya beberapa tahun yang lalu. Sudah terlanjur basah akhirnya Ghina berenang dalam kolam penuh dosa ini. Entah sampai kapan dia mau bekerja sebagai wanita malam seperti ini, dia hanya bisa berharap ada seorang pria baik yang mau menerimanya nanti dengan latarbelakang yang kelam.

"Okay cantik, saatnya bekerja mencari sesuap nasi untuk menyambung hidup kamu sendiri, kalau bukan kamu yang bekerja lalu siapa yang akan menghidupi kamu? Tidak akan mungkin ada tangan yang mau menyuapi kamu makan, jangan harap, Ghina!" ucap Ghina pada pantulan cermin dirinya.

Ghina menghela napas kasar.

Sudah sering dia protes pada Tuhannya, tapi dia merasa dirinya tidak pernah di perhatikan oleh Yang Maha Kuasa. Tuhan saja jijik melihatnya, pikir Ghina.

Dengan anggun dan percaya diri Ghina pergi melangkah keluar dari unit apartemennya.

Dengan mobil mungilnya dia berkendara sendiri malam ini. Tujuannya malam ini adalah sebuah kamar mewah di sebuah hotel megah bintang lima diamond.

***

"Malam ini Tuan Yudha ada janji dengan wanita malam itu, Nyonya," ucap salah satu pria dari luar jendela mobil yang sedikit terbuka, mobil sedan hitam itu terparkir di sebuah hotel bintang lima diamond.

"Apa kamu yakin di sini hotelnya?" Suara lembut dan tegas itu membalas dari dalam mobil.

"Yakin, Nyonya. Saat ini Tuan ada di kamar mewah nomer 8008, tapi wanita itu belum datang, mungkin sebentar lagi."

"Baiklah, kabari saya jika mereka berdua sudah dalam satu kamar, saya akan menangkap basah keduanya. Jangan lupa dengan rencana yang sudah saya berikan. Jangan sampai ada keributan seperti kemarin."

"Baik, Nyonya."

Jendela mobil itu kembali tertutup. Dan pria berjaket kulit itu pun segera pergi kembali masuk ke dalam hotel bersama dua orang temannya yang berpenampilan sama, menunggu di lobby hotel tanpa menimbulkan kecurigaan semua orang.

***

Ghina menghentikan mobilnya tepat di pintu utama, dia keluar dari mobil dan langsung menyerahkan kunci mobilnya pada juru parkir yang tersedia di pintu utama hotel tesebut.

"Terima kasih, Pak," ucap Ghina ramah saat petugas yang menerima kunci mobilnya.

Ghina masuk ke dalam hotel dan langsung menuju lift. Dengan percaya diri yang tinggi dia menekan tombol 8 dimana kamar yang dia tuju ada di lantai 8.

Ting!

Denting lift menggema karena lantai tersebut sangat sepi. 

Ghina keluar lift saat pintu itu terbuka lebar. Perlahan dia melihat satu persatu nomer kamar yang ada di lantai itu.

[Lantai 8 kamar nomer 8008.]

Begitu pesan yang Ghina baca di ponselnya.

Tidak lama wanita dengan pakaian hitam dan seksi itu menemukan kamar yang dia tuju, lalu menekan bell pada pintu.

Tidak lama pintu itu terbuka dan seorang pria setengah abad dengan hanya menggunakan handuk di pinggangnya mempersilahkan Ghina masuk.

Tidak menunggu waktu lama Yudha sudah melucuti semua pakaian Ghina. Gairahnya sudah sampai di ubun-ubun saat melihat lekuk tubuh Ghina yang aduhai.

Akan tetapi seketika gairah itu pun padam saat pintu kamarnya terbuka dan beberapa orang masuk kedalam. 

"Sial!" gerutu Ghina dalam hatinya. Seketika dia langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh indahnya dan berdiri dari ranjang. Mencoba mengumpulkan pakaiannya yang tercecer.

"Siapa kalian berani mengganggu!" bentak Yudha pada tiga pria berjaket kulit hitam. 

Di belakang para pria itu muncul sosok wanita yang Yudha takuti, Anna-istri tercinta yang dia kira sedang berada di luar negeri ternyata kini ada di hadapannya.

"Ma-mama?!" Yudha terbata dengan mata membola.

Kejadian itu dipergunakan Ghina untuk segera berpakaian dengan cepat. Dan saat dia hendak pergi dari kamar itu, tepatnya kabur. Tangannya di cekal oleh wanita paruh baya itu.

"Tidak segampang itu kamu pergi, Jalang!" pekik istri Yudha itu.

Ghina mengeraskan rahangnya, kesal, tapi dia tidak bisa melawan karena jika terjadi keributan nama dia juga akan terbawa nanti.

"Bawa dia, lakukan tugas kalian sebaik mungkin," titahnya pada pria berjaket kulit.

"Ma, mau kamu apakan dia?" teriak Yudha saat Ghina dibawa pergi dari kamar itu.

PLAK! PLAK!

Sebuah tanparan bolak balik di pipi Yudha dari tangan yang biasa mengusapnya lembut.

"Seharusnya kamu mengkhawatirkan diri kamu sendiri dan pernikahan kita, Mas, bukan wanita jalang itu!" sindir sang istri.

*Flashback Off*

Karena terlalu banyak berpikir dan merasa bersalah, kepala Ghina menjadi pusing dan dia meringis.

"Anda kenapa?" tanya Zalman khawatir karena wanita itu meremas rambutnya dengan kuat.

"Kepala saya sakit!" pekiknya tertahan.

"Sebentar biar saya panggilkan dokter."

Tangan Ghina menahan tangan Zalman yang hendak menekan tombol darurat yang ada di dekat brankar. Seketika Zalman terdiam. Zalman merasakan sesuatu yang berbeda dari sentuhan tangan Ghina, entah mengapa seperti ada aliran listrik yang menggetarkan dirinya. Dan seketika jantungnya berdetak tidak karuan.

"Ke-kenapa?" tanyanya terbata.

"Tidak perlu, sakitnya seketika hilang," jawab Ghina.

Secepat itu? 

Zalman merasa sangat khawatir, apa yang barusan dialami Ghina tidak normal. Sakit kepala yang teramat sangat lalu hilang seketika. 

Pria itu menghela napas panjang.

Menuruti apa yang Ghina ucapkan tapi tidak semata dia terdiam. Niatnya dia akan menanyakan dan meminta dokter memeriksa kepala Ghina lebih detail lagi.

Entah mengapa dia sekhawatir itu dengan wanita yang baru saja dia kenal.

"Saya ngantuk," ucap Ghina.

Pengaruh obat yang dia konsumsi membuat dirinya mengantuk.

"Istirahatlah," sahut Zalman. 

Menunggu Ghina tidur, Zalman membuka laptopnya dan mengerjakan beberapa pekerjaannya. Laporan yang di berikan lewat email dari para bawahannya perlu dia periksa ulang sebelum dia tanda tangani nanti.

***

Zalman selesai dengan pekerjaannya, bersamaan dengan itu Akbar masuk ke dalam ruang rawat VIP itu dengan kedua tangan membawa paperbag. 

"Ini pakaian Tuan dan Mba Ghina, Mbok Kayum yang memilihkan pakaian Mba Kila semoga cocok sama Mba Ghina dan ini makanan masakan si Mbok Surti." Akbar menaruh kedua paperbagnya di atas meja.

"Makasih, Bar." Zalman membuka paperbag yang berisi pakaian dan mengambil miliknya, beberapa jam memakai pakaian yang sama membuat tubuh Zalman terasa lengket walau di kamar itu pendingin ruangannya berjalan dengan baik. 

Zalman berjalan ke kamar mandi yang ada di ruangan itu.

***

"Bu Ghina sudah sadar?" sapa Akbar lebih dahulu dan mendekati brankar Ghina.

"Maaf, Anda siapa?" tanya Ghina dengan kening menyernyit.

"Saya Akbar, Bu. Supir pribadi Tuan Zalman, yang semalam membawa Ibu Ghina dan seorang pria ke rumah sakit." Dengan ramah dan sopan Akbar memperkenalkan dirinya.

"Tuan Zalman?" ulang Ghina.

"Itu Tuan Zalman," tunjuk Akbar dengan ibu jarinya ke arah kamar mandi bersamaan dengan keluarnya Zalman yang baru selesai melakukan ritual mandinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 109. Alasan Kemarahan Zalman.

    "Wajahmu akan cepat tua kalau ditekuk terus menerus seperti itu, Vin," sungut Zalman, menyelaraskan diri dengan kekesalan sang putra.Baginya, ini sangat tidak seimbang. Cuaca yang cerah dan aktivitas menyenangkan harus rusak karena penolakan yang dilakukan Calvin."Coba dulu nikmati, nanti kamu suka.""Suka darimana," jengah remaja tampan itu, "Sudah Calvin bilang, Calvin benci menunggu yang tidak pasti begini, Pa."Mata Zalman menyipit, mengarahkan jari telunjuknya ke bibir. "Ssttt, sejak kapan memancing disamakan dengan menunggu yang tidak pasti?""Kalau menunggu yang tidak pasti tuh, mencintai seseorang yang enggan untuk mencintai kita balik, Vin. Beda, dong," seloroh Zalman.Membuat Calvin merinding, tak tahan membayangkan harus berapa lama ia ada di sana."Kunci memancing itu harus sabar. Dengan begitu, umpan yang kita lempar pasti dapat hasilnya. Ini soal tabah dan penantian," ujar ayah dari lima orang anak itu, menasihati.Belum berselang sedetik dari menyelesaikan kalimatnya,

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 108. Sampai pada Zalman. 

    Bian yang jelas aja sudah terpojok dan tidak bisa menyangkal dari pertanyaan Zalman hanya mampu terdiam hingga beberapa lama."Apa Ghina benar baik-baik saja, Bian?" desak Zalman, menunggu kalimat penjelasan dokter muda kepercayaan keluarganya.Sementara Bian, jangan tanya betapa gugupnya ia.Memikirkan dengan cara apa bisa menarik perhatian Zalman ke arah lain tidak lagi berpokus membahas perihal kondisi kesehatan Ghina yang jawabannya jelas tidak mungkin ia rahasiakan."Sesuatu pasti terjadi, 'kan?""Ada yang salah dengan Ghina?""Dia baik-baik saja atau kamu berusaha menyembunyikan sesuatu yang berkaitan dengannya, Bian?""Katakan sesuatu, jangan hanya diam!"Awalnya, Zalman menjadi yang paling tidak peduli dan tertarik dengan hal ini. Bianlah yang memancing pria itu untuk mencurigai ada hal yang tidak beres."Bu-bukannya tadi kamu yang memutuskan enggak mau membahas soal Ghina lagi, Zalman?" Bian mengungkit sikap Zalman, sebelum perdebatan ini."Menurutku, akan percuma saja bila h

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 107. Pesan dari Ghina. 

    Zalman baru mulai menyadari betapa cantiknya suasana malam setelah ia menjadi pengunjung tetap balkon di gedung perusahaannya.Dari sana, seluruh pemandangan kota bisa dilihat dengan mudah. Mulai dari bangunan yang sama mewah seperti miliknya, sampai kerlap–kerlip lampu yang terus menyala.Wajahnya terasa kaku, sebab dinginnya angin tidak berhenti mengusiknya, sedari tadi."Hari ini, saya mendengar seseorang menyebut namamu lagi, Ghina." Bibir ranum itu mulai bergerak.Suara bariton khasnya yang penuh wibawa memecah keheningan dalam sekejap. "Saya agak terkejut. Jujur saja, jantung saya tidak bisa berhenti berdebar. Sudah lama sekali tidak ada yang menyinggung soal dirimu, kepada saya."Yang semula baik-baik saja, mulai terdengar gemetar. "Saya takut, Ghina. Saya takut mulai terbiasa tanpamu," bisik pria itu, begitu serak.Bicara seorang diri adalah kegiatan menyedihkan yang akhir-akhir ini Zalman lakukan. Demi menuntaskan rasa sedih dan rindunya pada Ghina.Bohong bila Zalman mengata

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 106. Gugatan Cerai.

    "Tidak bisa.""Aku sudah katakan, ini kondisi darurat. Kita tahu Zalman mungkin akan keberatan, tapi lebih baik seperti itu daripada berakhir menyesal."Saat berbicara dengan Soraya di telpon membahas perihal Zalman yang harus mengetahui kabar mengenai kondisi Ghina, Bian terlampau pokus.Dokter muda itu sama sekali tidak menyadari kalau istri sahabatnya justru sedang berada tepat di belakangnya, ikut mendengarkan."Aku akan tetap menemui Zalman, dan mengatakan segalanya.""Membiarkannya untuk melampiaskan amarah jauh lebih baik daripada membuatnya terpuruk. Saat dia tahu kebenaran, mungkin dia sudah sangat terlambat."Hampir setengah jam lamanya Bian dan Soraya berdiskusi, mengambil jalan tengah.Jelas keputusan yang sulit karena luka Zalman sendiri belum sepenuhnya sembuh. Apa yang Ghina torehkan pada pria itu sepertinya membuat trauma besar.Selesai bicara, hendak bersiap-siap pergi ke kantor dimana tempat kekasihnya bekerja, Bian terkejut hingga kehilangan keseimbangannya.Tepat t

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 105. Ada Apa dengan Ghina?

    Brak!"Saya tidak bisa selesaikan ini, Ra."Soraya yang baru meletakkan setumpuk laporan langsung memusatkan fokus pada sang Pimpinan.Matanya terbuka lebar.Zalman nampak kesal. Memerhatikan kertas yang harus ia baca dan setujui itu dengan ekspresi dingin."Apa ini masuk akal?""Saya sudah tanda tangani ratusan laporan, sejak pagi. Tapi lihat, kamu masih memberinya lagi dan lagi?" seloroh pria itu, tak biasanya bersikap kekanak-kanakan.Menekuk wajah dan acuh pada kehadiran Soraya di ruangan tersebut. "Tega sekali kamu, Ra. Ini penyiksaan, kamu tau?"Rahang gadis itu jatuh, tak percaya. "Sebentar, tapi apa yang terjadi, Pak?""Apanya? Saya bilang saya tidak mau lanjut!""Y-ya, tapi kenapa mendadak seperti ini?""Saya mau istirahat. Kita selesai hari ini," panjang lebar Zalman memerintahkan, satu tangannya ia gunakan memijat pelipisnya pelan.Apa yang bisa dilakukan jika atasan berpesan padanya seperti itu, Soraya hanya bisa menurut. Ia hendak pergi, sebelum Zalman melanjutkan dramany

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 104. Zalman Perlahan Bangkit.

    Selama berhari-hari, Zalman hanya mengunci diri di kamar. Menolak untuk bertemu dengan siapapun, selain anak-anaknya.Bahkan orang-orang yang bekerja di rumahnya dibuat kewalahan karena Zalman memutuskan segala bentuk kontak fisik, pertemuan, dan laporan apapun yang menyangkut dirinya."Ini Calvin, Pa."Seperti biasa tepatnya setelah peristiwa yang mengharuskan Ghina pergi itu terjadi Calvin bertugas memerhatikan kewarasan Zalman di keluarga ini.Bukan karena mental Papanya itu terganggu, melainkan memang patah hati terkadang membuat seseorang mau tidak mau mulai terbiasa dengan kehidupan baru."Calvin bawa makan malam. Tolong buka pintunya sebentar, biar Calvin bisa masuk," ujar remaja yang masih tabah berada di luar walau sejak tadi panggilannya diacuhkan.Semenjak insiden perginya Ghina, tidak ada kehidupan di rumah itu, begitu suram.Zalman bergumam dari dalam, "Tunggu, Vin. Papa masih bersiap-siap. Tunggu lima menit, ya."Setelah beberapa lama, pintu akhirnya dibuka. Menampilkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status