Home / Romansa / Bidadari Surga Milik CEO / Bab 5. Kedatangan Lira Di Rumah Sakit.

Share

Bab 5. Kedatangan Lira Di Rumah Sakit.

Author: Ucing Ucay
last update Last Updated: 2025-09-06 17:34:38

"Kenapa Anda panggil saya dengan sebutan 'Tuan', heum?"

"Soalnya Pak Akbar tadi-"

"Dia itu karyawan saya, sedangkan Anda bukan, rasanya canggung sekali, bukan? Bagaimana kalau panggil nama saja? Zalman atau Alman?"

Kepala Ghina menggeleng, "Tidak sopan rasanya memanggil orang yang lebih di atas saya usianya, terlebih orang tersebut sudah berjasa menolong saya," kelit Ghina. "Bagaimana ... Heum, kalau saya panggil Mas Alman?"

"Itu lebih baik, Mba Ghina, saya suka kamu memanggil saya dengan sebutan 'Mas' dari pada 'Tuan' seperti tadi," ucap Zalman.

Seperti Ghina yang merubah panggilannya, Zalman juga merubah panggilannya dari 'Anda' menjadi 'Kamu' untuk Ghina.

"So, mau yang mana?" tanya Zalman.

Ghina belum menjawab dia bimbang memilih antara makanan rumah sakit dan makan siang milik Zalman.

Baru saja Ghina hendak membuka mulut untuk bicara.

"Kamu makan ini, biar saya makan makanan rumah sakit ini, terlihat lezat." Pria itu mengambil nampan milik Ghina dan kemudian mendekatkan makan siang miliknya untuk wanita itu.

"Itu makanan rumah sakit, Mas," ucap Ghina.

"Iya saya tahu, lantas?" 

"Rasanya pasti hambar karena mereka masak tidak memakai penyedap dan garam berlebih."

Seperti yang kita semua ketahui kalau makanan di rumah sakit mengutamakan kesehatan dari pada rasa.

"Saya memang sedang mengurangi semua itu," kelit Zalman yang langsung melahap makanan itu agar Ghina tidak memintanya kembali.

"Selamat makan," ucap Zalman dengan mulut penuh.

Ghina menahan tawanya dan dia mulai memakan nasi dan lauk pauk milik Zalman dengan lahap.

Di tengah menikmati makan siangnya, Ghina teringat percakapannya dengan Lira.

*Flashback On*

Saat Zalman keluar kamar VIP itu, Ghina baru bisa bernapas lega. Pasalnya sudah sejak tadi dia ingin mandi dan berganti pakaian dengan pakaian pemberian Zalman tapi sungkan karena pria yang masih asing baginya masih betah berada di sana. 

Ghina langsung beranjak dari sana dengan perlahan karena bukan hanya kepalanya yang masih pusing dan membuat jalannya sempoyongan, tubuhnya terutama kakinya sakit dan masih lemah. Ghina mandi tanpa mengenai perban di keninganya dan berganti pakaian, cukup tubuhnya yang terkena air dia sudah senang. 

Betapa terkejutnya Ghina saat keluar kamar ternyata sudah ada Lira.

"Ma-mami?" sapa Ghina.

"Hai, Cantik, Aku kira salah kamar, ternyata benar kamu di sini," sahutnya dengan tatapan mengintimidasi.

Ghina terdiam sambil melangkah pelan menuju ranjangnya.

"Apa ada seseorang yang menolong kamu?" tanya Lira tanpa beralaskan. Pasalnya dia melihat tas pria dan laptop serta beberapa berkas berantakan di sofa dan meja.

"Makasih karena Mami sudah menjengukku," ucap Ghina mengalihkan pertanyaan yang Lira lontarkan.

"Tentu saja, Cantik. Karena kamu salah satu anak asuh aku yang paling laris manis. Tapi aku ke sini bukan hanya menjenguk kamu," ungkap Lira.

Tatapan kedua mata Ghina cukup menunjukan tanda tanya besar. Apa tujuan sang Mami yang sebenarnya?

"Aku mau menginfokan, kamu harus mengganti rugi uang yang sudah Mr.Yudha berikan, istrinya meminta semuanya kembali tanpa kurang satu apapun atau mereka akan memenjarakan kamu!" sambung Lira.

Bukan salah Ghina, bahkan wanita itu menjadi korban kekejaman nyonya Yudha itu, tiga orang preman bayarannya melecehkan Ghina belum lagi supir taxi online yang menjadi korban karena mengantar dia pulang yang seharusnya Ghina pulang dengan mobil pribadinya.

*Flashback Off*

"Hei, Kamu melamun?" tanya Zalman saat dia lihat Ghina hanya mengaduk-aduk makanannya.

Suara bariton Zalman mengejutkan Ghina dan membuyarkan lamunannya.

"Heum? Ng-ngak kok." Ghina kembali menyuap makanannya ke dalam mulut.

"Apa karena wanita tadi?"

Deg!

Kedua mata Ghina sontak mendelik disertai tersedak. "Uhuk! Uhuk!" 

Zalman langsung memberikan air minum untuk Ghina.

"Maaf, tadi saya sempat mendengar pembicaraan kalian, suara wanita itu sangat kencang, siapapun orang di depan pintu pasti akan mendengar," ungkap Zalman.

Ghina mengangguk pelan sambil menaruh kembali gelas minumnya, kemudian tersenyum.

"Jadi, Mas, sudah tau semuanya," gumam Ghina pelan.

"Lalu setelah tahu siapa saya sebenarnya, kenapa Mas masih di sini?" tanyanya lirih pada Zalman.

"Mba Ghina, saya bukan manusia yang suci dan harus bersama orang suci juga, saya memiliki banyak kenalan dari berbagai macam kalangan, tapi jujur, baru sekarang saya mengenal wanita yang berprofesi seperti kamu." Zalman mencoba menjelaskan kalau dia tidak pernah memandang orang lain dengan sebelah mata saja.

"Saya tidak masalah, karena semua sudah Tuhan atur bukan? Kita manusia hanya menjalankan semua rencana-Nya," lanjut Zalman.

Ghina terkesima dengan ucapan Zalman, baru kali ini ada pria bijaksana sepertinya.

Seketika kedua mata Ghina memanas dan mulai mengeluarkan air mata. Dengan sigap, Zalman memberikan tisu pada Ghina.

"Terima kasih," ucap Ghina sambil mengusap air matanya dengan tisu pemberian Zalman.

"Sudah makan siangnya?" tanya Zalman mengalihkan percakapan.

Kepala Ghina mengangguk karena seketika selera makannya hilang.

"Maaf gak habis, jadi mubazir deh!" sesal Ghina.

Zalman tersenyum sembari membereskan bekas makan mereka. Kemudian dia mengeluarkan bungkusan satu lagi yang berisi beberapa gelas jus buah.

"Astaga, Mas! Banyak banget," pekik Ghina saat Zalman mengeluarkan lebih dari lima gelas plastik di meja yang sama.

"Saya tidak tahu kamu suka buah apa, jadi saya beli semua." Zalman menggedikan kedua pundaknya.

"Sebenarnya, saya sudah kenyang," tolak Ghina secara halus.

"Saya sudah membelinya dan tidak terima penolakan. Lagi pula, kamu tadi makan hanya sedikit," cecar Zalman.

Ghina tersenyum, perasaannya tersentuh dengan perhatian kecil yang Zalman berikan.

"Pilih salah satu," pinta pria tampan itu.

"Jus mangga." Ghina mengambil gelas yang berwarna kuning jingga yang dia yakin itu adalah gelas yang berisi jus mangga.

Zalman membuka plastik yang membungkus sedotan lalu menuncapkannya di gelas pilihan Ghina.

"Sayang sekali sisanya, Mas," ucap Ghina sambil menghisap jus mangga.

"Beberapa bisa taruh di kulkas untuk nanti lagi, sisanya kita berikan pada para perawat, bagaimana?" usul Zalman.

Ghina mengangguk setuju.

Bersamaan dengan itu, Akbar datang dengan rantang susun di tangannya.

"Ma-maaf, Tuan, jalanan muacettt," lontar Akbar dengan napas terengah lalu menaruh rantang susun berisi makanan di atas meja.

"Kamu lari ke sini?" sindir sang majikan.

"I-iya, Tuan. Sa-saya lari dari parkiran mobil sampai sini," jawab Akbar sambil mengatur napasnya dan duduk di sofa. Rasa lelahnya mengalahkan sopan santunnya, duduk di sofa sebelum Zalman menyuruhnya seperti biasa.

"Siapa suruh Kamu lari?" 

"Gak ada! Cuma saya takut telat bawa makan siang untuk Tuan Zalman, takut Tuan pingsan karena kelaparan."

Sontak Ghina tertawa lepas, wanita itu terbahak mendengar ucapan Akbar yang polos.

Tawa Ghina menular pada Zalman yang ikut tertawa walau pelan, tapi tawanya karena dia senang melihat Ghina bisa tertawa lepas seperti itu.

"Emang pernah Tuan Zalman pingsan?" tanya Ghina di tengah tawanya yang sedikit mereda.

"Pernah, Bu. Waktu-" Akbar tidak melanjutkan kalimatnya karena kedua mata Zalman melotot ke arahnya.

Ghina yang mengetahui hal itu kembali tertawa lepas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 11. Tidak Ada Pilihan Lain.

    Ghina memelas, "Aku tidak tahu harus beri penjelasan apa lagi, aku capek!" mohonnya.Keputusan akhir setelah perdebatan panjang dan cacian yang diterima oleh Ghina ialah Lira ingin dia terus bekerja di bawah naungannya. Karena berada di dalam kondisi yang dilema, Ghina terpaksa mengulur waktu."Beri aku waktu berpikir!" pintanya."Baik. Besok pagi, saya tunggu kamu di kantor." Sang mami menatap tajam Ghina sebelum berlalu.Ghina bernapas lega setelah Lira pergi dari sana.Kemudian dia berlari kecil mengambil ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Untung Lira tidak terlalu mengurusi urusan pribadi Ghina, seperti ponsel."Mas Zalman? Ada apa malam-malam menghubungiku?!" tanya wanita itu dengan menaikkan sebelah alisnya. "Ada begitu banyak panggilan yang berasal darinya."Ghina ambruk di atas kasurnya sembari menatap layar ponselnya."Apa aku telpon balik, ya?"Niatnya dia urungkan karena tidak mau mengganggu jam istirahat orang. Terlebih pria itu sudah berkeluarga. Memiliki istri dan an

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 10. Dilema Ghina.

    "Kita sudah sampai, Tuan," ucap Akbar singkat memberitahu majikannya yang tengah asik berbincang kalau mereka sudah tiba."Tunggu di sini sebentar, Bar."Zalman keluar mobil dan membukakan pintu mobil untuk Ghina. Dengan canggung Ghina keluar dari mobil dan jalan berdampingan dengan Zalman sampai di lobby apartement itu."Unit kamu nomer berapa?" tanya Zalman seraya menekan tombol lift."Lantai 9 nomer 909," jawab Ghina.Ting!Pintu lift itu terbuka Zalman mempersilahkan Ghina untuk masuk terlebih dahulu kemudian dia mengikuti dari belakang dan menekan tombol angka 9 setelah itu Zalman keluar lagi dari lift itu."Istirahatlah, besok pagi saya tunggu di kantor. Selamat malam."Zalman menekan tombol tutup, hingga lift itu benar-benar tertutup dia dan Ghina saling lempar tatapan dan senyum.***Ghina terkekeh sendiri di dalam lift, kepalanya menggeleng tidak percaya dengan kelakuan Zalman.Dimana semua pria pasti mengambil kesempatan itu tapi Zalman berbeda. Ghina merutuki dirinya sendir

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 9. Club Malam.

    Dari sore Ghina sudah bersiap dan tampil cantik, selain menutupi bekas lukanya dengan foundation tebal, wanita memakai poni hingga menutupi keningnya menyamarkan. Baru kali ini dia menggunting rambut dan membuatnya poni, terlihat tambah manis dan imut tanpa mengurangi seksi dari tatapan mata dan bibirnya.Dengan pakaian sedikit formil namun masih seksi, Ghina menunggu mobil yang katanya akan tiba dalam waktu 5 menit untuk menjemputnya di lobby apartement.Tin!Klakson semua mobil mewah berbunyi mengisyaratkan kalau mobil itu datang menjemput Ghina.Dengan kaca hitam yang terbuka sedikit Ghina dapat melihat siapa yang duduk di dalam. Mr.Jansen jauh lebih tampan aslinya dibandingkan pada foto yang mami berikan."Selamat malam," salam Ghina setelah dia masuk ke dalam mobil itu."Selamat malam juga, Ghina. Kamu ternyata sangat cantik," puji Jansen."Terima kasih, Anda juga terlihat tampan," balas Ghina dengan senyum terbaiknya.Sepanjang jalan Ghina hanya terdiam karena Jansen sibuk denga

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 8. Ghina Tidak Ada Di Rumah Sakit.

    "Kamu tunggu di mobil aja, Bar. Saya tidak lama," titah Zalman pada sang supir pribadi."Siap, Tuan." Sudah biasa baginya menurunkan sang majikan di pintu utama sebuah gedung kemudian dia memarkir mobil di area parkir dan menunggu hingga Zalman menghubunginya kembali untuk minta jemput.Zalman masuk ke dalam rumah sakit dengan membawa bingkisan buah yang dia beli saat perjalanan tadi.***Betapa terkejutnya Zalman saat dia masuk ke dalam ruang rawat inap Ghina, tapi ternyata ruangan itu kosong hanya ada ranjang yang sudah rapih.Pria itu kembali keluar kamar dan menghampiri meja jaga khusus suster dan dokter berada."Sus, pasien di kamar VIP atas nama Ghina kemana ya?" tanya Zalman pada salah satu suster jaga di sana."Mba Ghina sudah pulang, Pak. Setengah jam yang lalu setelah kunjungan dokter, beliau memaksa pulang," jawab suster bernama May di nametag-nya.Zalman mengeraskan rahang.'Kenapa dia tidak memberi kabar padaku.' Bathinnya."Apa dia meninggalkan nomer telpon yang bisa di h

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 7. Keluarga Maheer.

    "Waalaikumsalam, Vin. Kamu di mana sekarang?" balas Zalman sekaligus menanyakan keberadaan sang putra."Aku di kantin kampus, Pa. Baru selesai makan siang dan mau kembali ke kelas." Di sana Calvin menunjukan suasana keramain kantin kampus dengan kamera ponselnya sambil merapihkan topi dan jaket tebalnya."Makan siang sama siapa?""Sama teman-teman, kenapa?""Belajar yang benar, Calvin! Jangan pacaran terus," nasehat Zalman."Wahhh si kembar cerita apa, Pa?" Calvin langsung paham kemana arah pembicaraan papanya. Pasti adik sepupunya yang kembar lah yang mengadu kalau dia memiliki pacar baru. Pasalnya tadi pagi keduanya melakukan panggilan dengan video saat Calvin baru tiba di kampus untuk kuliah bersama seorang gadis dan gadis itu berbeda dari gadis yang biasanya."Si kembar tidak cerita apa-apa, kami sedang makan malam, sudah ya, take care, Assalamualaikum," pamit Zalman."Awas ya kalian kalau mengadu yang tidak-tidak sama papa, aku pulang ke Indonesia nanti ku jitak!" teriak Calvin s

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 6. Dilema Zalman.

    Ponsel Zalman berbunyi, Ghina langsung terdiam dan menatap Zalman yang tengah berjalan menuju meja dan mengambil ponselnya yang tergeletak di sana."Assalamualaikum," sapa Zalman lebih dahulu saat menjawab panggilan dari sang putri."Waalaikumsalam. Papa di mana? Kok belum pulang?" suara nyaring Kila sampai terdengar oleh Ghina walau tidak di speaker. Hingga membuat wanita berparas manis itu tersenyum getir merasa tidak enak karena Zalman menunggunya di rumah sakit padahal dia tengah di tunggu oleh anak-anaknya di rumah bahkan istrinya juga. Ya, istrinya. Kenapa Ghina bisa melupakan kalau pria itu sudah menikah, memiliki istri dan anak di rumah. Ghina merutuki dirinya yang malah sempat bahagia karena ada Zalman di sana menemaninya."Papa masih di rumah sakit, Sayang. Apa kamu sudah pulanng sekolah?" balas Zalman sambil menatap Ghina yang tengah menunduk."Iya aku sudah pulang sekolah tapi papa gak ada di rumah," protes Kila di seberang sana.Zalman menghela napas panjang dengan memij

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status