Home / Romansa / Bidadari Surga Milik CEO / Bab 6. Dilema Zalman.

Share

Bab 6. Dilema Zalman.

Author: Ucing Ucay
last update Last Updated: 2025-09-17 16:02:15

Ponsel Zalman berbunyi, Ghina langsung terdiam dan menatap Zalman yang tengah berjalan menuju meja dan mengambil ponselnya yang tergeletak di sana.

"Assalamualaikum," sapa Zalman lebih dahulu saat menjawab panggilan dari sang putri.

"Waalaikumsalam. Papa di mana? Kok belum pulang?" suara nyaring Kila sampai terdengar oleh Ghina walau tidak di speaker. Hingga membuat wanita berparas manis itu tersenyum getir merasa tidak enak karena Zalman menunggunya di rumah sakit padahal dia tengah di tunggu oleh anak-anaknya di rumah bahkan istrinya juga. 

Ya, istrinya. Kenapa Ghina bisa melupakan kalau pria itu sudah menikah, memiliki istri dan anak di rumah. Ghina merutuki dirinya yang malah sempat bahagia karena ada Zalman di sana menemaninya.

"Papa masih di rumah sakit, Sayang. Apa kamu sudah pulanng sekolah?" balas Zalman sambil menatap Ghina yang tengah menunduk.

"Iya aku sudah pulang sekolah tapi papa gak ada di rumah," protes Kila di seberang sana.

Zalman menghela napas panjang dengan memijat pangkal hidungnya. 

"Iya, iya, sebentar papa pulang sama Akbar." 

"Oke, aku tunggu di rumah, hati-hati di jalan."

Kila mematikan panggilan lebih dahulu setelah dia mengucapkan salam tanpa menunggu balasan salam dari sang papa.

"Sebaiknya Mas pulang sekarang, keluarga Mas pasti khawatir," usir Ghina secara halus.

Zalman yang hendak membuka mulutnya untuk memberitahu Ghina tentang putrinya yang telpon mengurungkan niatnya karena mendengar ucapan wanita itu yang mengusirnya.

Keduanya sama2 terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya Zalman yang membuka suara, "Ya, Kamu benar. Kamu juga butuh istirahat bukan? Saya dan Akbar pulang dulu, nanti malam-"

"Tidak perlu, Mas," potong Ghina cepat.

"Mas Zalman juga butuh istirahat. Tidur di rumah lebih nyaman dari pada tidur di sofa, bukan?" tambah Ghina.

Zalman tersenyum dan kemudian mengangguk merespon ucapan Ghina. Entah ada apa dengan wanita ini, pikir Zalman. Kenapa Ghina mengusirnya dan bersikukuh melarangnya kembali malam ini.

"Baiklah, kalau begitu saya akan ke sini esok pagi, kalau ada sesuatu kamu bisa menghubungi saya." Pria itu mengambil ponsel Ghina yang tergeletak di atas nakas dan memasukan nomer ponselnya ke sana.

Akbar merapihkan semua perlengkapan milik majikannya tanpa ada tertinggal satu pun.

"Makan siangnya?" tanya Akbar yang ragu membawanya.

"Saya dan Ghina sudah makan siang, Bar. Kamu bisa bawa pulang dan kamu makan di rumah nanti," jawab Zalman.

Akbar lebih dulu keluar dengan membawa tas kerja milik Zalman.

Hening.

Keduanya hanya saling tatap.

Zalman sendiri tidak mengerti dengan dirinya, kenapa rasanya berat meninggalkan Ghina sendiri di rumah sakit, wanita yang baru saja semalam dikenalnya. Hatinya mencelos saat mengetahui siapa Ghina yang sebenarnya. Ingin rasanya dia menetap, tapi dia tidak bisa egois saat ada anaknya yang membutuhkan perhatiannya di rumah.

Begitu juga dengan Ghina, di saat dia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Zalman di sisinya walau baru beberapa jam saja sejak kemarin, tapi hatinya merasa ingin Zalman tetap di sana. Walaupun mulutnya mengucapkan kalau dia meminta pria itu untuk pulang tapi hatinya berbeda. Dasar wanita, lain di bibir, lain di hati. Zalman pria pertama yang bisa membuat Ghina merasa nyaman dalam waktu yang sebentar.

Keduanya bersamaan menghela napas panjang dan kemudian terkekeh pelan.

"Baiklah, saya tinggal ya, Assalamualaikum," pamit Zalman.

"Hati-hati di jalan, wa-waalaikumsalam," balas Ghina dengan sedikit gugup saat menjawab salam.

Ghina terus menatap Zalman sampai pria itu menghilang dibalik pintu.

Wanita itu kembali merasakan sepi, sendiri, dengan kesedihannya sendiri yang dia tidak bisa bagi dengan siapapun. Bibirnya bisa tersenyum, dan tertawa tapi hatinya menangis saat sendiri seperti sekarang ini.

***

"Astaghfirullahaladzim," Zalman beristigfar.

"Kenapa, Tuan?" balas Akbar.

"Saya memasukan nomer ponsel saya ke ponsel dia tapi saya lupa minta nomernya," jawab Zalman.

"Apa kita putar balik, Tuan?"

"Tidak usah, besok pagi saja kita mampir dulu ke rumah sakit sebelum ke kantor." 

Mobilnya sebentar lagi sampai di rumah, rasanya tidak lucu kalau dia harus kembali ke rumah sakit dengan kondisi jalan macet hanya untuk meminta nomer ponsel Ghina. Konyol sekali!

***

"Kila kemana, Mbok?" tanya Zalman setelah dia memberi salam saat masuk ke dalam rumahnya.

"Sepertinya nona Kila belajar di kamar, Tuan. Ada si kembar juga tadi datang di antar Nyonya Lita. Apa Tuan mau makan malam sekarang?" jawab Mbok Surti sekaligus melontarkan pertanyaan.

"Iya boleh, tolong siapkan ya, Mbok, makasih," jawab Zalman.

"Saya mau mandi dan sholat dulu," tambahnya.

Zalman tidak dapat menolak saat Lita-kakak perempuannya menitip kedua anak Kembarnya jika dia ada pekerjaan keluar kota.

Kila yang mendengar suara papanya langsung keluar kamar dan memeluk Zalman, memberi salam dengan mencium punggung tangan pria itu dengan takzim, begitu juga dengan si kembar.

"Om keluar kota yah? Kok baru pulang?" tanya Gana. 

"Papa dari rumah sakit, Na," jawab Kila.

"Om sakit?" Dengan polosnya Gani bertanya. Kila menepuk jidatnya. 

"Om gak sakit, Gani. Om jagain teman yang sedang sakit, kasihan dia yatim piatu," jawab Zalman lembut walaupun tubuhnya lelah.

"Ngobrolnya lanjut pas makan malam ya, papa mau mandi dulu, okay?" usul Zalman seraya memberi telapak tangannya untuk anak-anaknya tepuk tanda menyetujui permintaannya barusan.

Kila, Gana dan Gani bergantian menepuk telapak tangan Zalman. Setelah itu mereka kembali ke kamar masing-masing begitu juga Zalman.

"Jangan lupa sholat magrib," seru Zalman di ambang pintu sebelum masuk ke dalam kamar.

Tidak ada sahutan, tapi bukan berarti anak-anaknya tidak mendengar ucapan sang papa. Semuanya taat soal agama. Tanpa di suruh sudah lebih dulu mengerjakan kewajibannya.

***

Seperti biasa setiap malam semua anggota keluarga berkumpul di ruang makan, Zalman, Kila, Gana dan Gani, minus Calvin karena pria itu sedang kuliah di Jerman. Bukan hanya suara dentingan sendok garpu pada piring masing-masing tapi semua anak-anak bercerita aktifitas apa saja yang mereka lakukan hari ini.

"Tadi aku dan Gana videocall mas Calvin," adu Gani.

"Kalian ngobrolin apa?" 

"Gak ngobrolin apa-apa tapi dia lagi ada di cafe sama cewe barunya."

"Uhuk! Uhuk!" Zalman tersedak mendengar cerita salah satu keponakan kembarnya. Dan dia langsung meminum air putih yang ada di gelas miliknya.

"Kenapa sih, Mas Calvin gonta ganti cewe mulu?" tanya Kila.

Si kembar kompak bersamaan mengangkat kedua pundaknya.

"Tapi pacar mas Calvin yang sekarang lebih cantik, Mba." Gana kembali mengadu.

"Na, jangan bilang siapa-siapa kan kata mas Calvin tadi!" ungkit Gani. Gana langsung menutup mulut dengan kedua tangan, dia keceplosan.

"Kalian ini masih sekolah dasar tau-tauan pacar dan cewe cantik!" omel Kila.

Zalman langsung mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video putra sulungnya-Calvin. 

Beberapa saat setelah suara nasa tunggu akhirnya panggilan video itu pun terjawab di seberang sana.

Perbedaan waktu enam jam lebih cepat, saat ini di Jerman tepat pada siang hari.

"Assalamualaikum, Pa," salam Calvin lebih dahulu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 11. Tidak Ada Pilihan Lain.

    Ghina memelas, "Aku tidak tahu harus beri penjelasan apa lagi, aku capek!" mohonnya.Keputusan akhir setelah perdebatan panjang dan cacian yang diterima oleh Ghina ialah Lira ingin dia terus bekerja di bawah naungannya. Karena berada di dalam kondisi yang dilema, Ghina terpaksa mengulur waktu."Beri aku waktu berpikir!" pintanya."Baik. Besok pagi, saya tunggu kamu di kantor." Sang mami menatap tajam Ghina sebelum berlalu.Ghina bernapas lega setelah Lira pergi dari sana.Kemudian dia berlari kecil mengambil ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Untung Lira tidak terlalu mengurusi urusan pribadi Ghina, seperti ponsel."Mas Zalman? Ada apa malam-malam menghubungiku?!" tanya wanita itu dengan menaikkan sebelah alisnya. "Ada begitu banyak panggilan yang berasal darinya."Ghina ambruk di atas kasurnya sembari menatap layar ponselnya."Apa aku telpon balik, ya?"Niatnya dia urungkan karena tidak mau mengganggu jam istirahat orang. Terlebih pria itu sudah berkeluarga. Memiliki istri dan an

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 10. Dilema Ghina.

    "Kita sudah sampai, Tuan," ucap Akbar singkat memberitahu majikannya yang tengah asik berbincang kalau mereka sudah tiba."Tunggu di sini sebentar, Bar."Zalman keluar mobil dan membukakan pintu mobil untuk Ghina. Dengan canggung Ghina keluar dari mobil dan jalan berdampingan dengan Zalman sampai di lobby apartement itu."Unit kamu nomer berapa?" tanya Zalman seraya menekan tombol lift."Lantai 9 nomer 909," jawab Ghina.Ting!Pintu lift itu terbuka Zalman mempersilahkan Ghina untuk masuk terlebih dahulu kemudian dia mengikuti dari belakang dan menekan tombol angka 9 setelah itu Zalman keluar lagi dari lift itu."Istirahatlah, besok pagi saya tunggu di kantor. Selamat malam."Zalman menekan tombol tutup, hingga lift itu benar-benar tertutup dia dan Ghina saling lempar tatapan dan senyum.***Ghina terkekeh sendiri di dalam lift, kepalanya menggeleng tidak percaya dengan kelakuan Zalman.Dimana semua pria pasti mengambil kesempatan itu tapi Zalman berbeda. Ghina merutuki dirinya sendir

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 9. Club Malam.

    Dari sore Ghina sudah bersiap dan tampil cantik, selain menutupi bekas lukanya dengan foundation tebal, wanita memakai poni hingga menutupi keningnya menyamarkan. Baru kali ini dia menggunting rambut dan membuatnya poni, terlihat tambah manis dan imut tanpa mengurangi seksi dari tatapan mata dan bibirnya.Dengan pakaian sedikit formil namun masih seksi, Ghina menunggu mobil yang katanya akan tiba dalam waktu 5 menit untuk menjemputnya di lobby apartement.Tin!Klakson semua mobil mewah berbunyi mengisyaratkan kalau mobil itu datang menjemput Ghina.Dengan kaca hitam yang terbuka sedikit Ghina dapat melihat siapa yang duduk di dalam. Mr.Jansen jauh lebih tampan aslinya dibandingkan pada foto yang mami berikan."Selamat malam," salam Ghina setelah dia masuk ke dalam mobil itu."Selamat malam juga, Ghina. Kamu ternyata sangat cantik," puji Jansen."Terima kasih, Anda juga terlihat tampan," balas Ghina dengan senyum terbaiknya.Sepanjang jalan Ghina hanya terdiam karena Jansen sibuk denga

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 8. Ghina Tidak Ada Di Rumah Sakit.

    "Kamu tunggu di mobil aja, Bar. Saya tidak lama," titah Zalman pada sang supir pribadi."Siap, Tuan." Sudah biasa baginya menurunkan sang majikan di pintu utama sebuah gedung kemudian dia memarkir mobil di area parkir dan menunggu hingga Zalman menghubunginya kembali untuk minta jemput.Zalman masuk ke dalam rumah sakit dengan membawa bingkisan buah yang dia beli saat perjalanan tadi.***Betapa terkejutnya Zalman saat dia masuk ke dalam ruang rawat inap Ghina, tapi ternyata ruangan itu kosong hanya ada ranjang yang sudah rapih.Pria itu kembali keluar kamar dan menghampiri meja jaga khusus suster dan dokter berada."Sus, pasien di kamar VIP atas nama Ghina kemana ya?" tanya Zalman pada salah satu suster jaga di sana."Mba Ghina sudah pulang, Pak. Setengah jam yang lalu setelah kunjungan dokter, beliau memaksa pulang," jawab suster bernama May di nametag-nya.Zalman mengeraskan rahang.'Kenapa dia tidak memberi kabar padaku.' Bathinnya."Apa dia meninggalkan nomer telpon yang bisa di h

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 7. Keluarga Maheer.

    "Waalaikumsalam, Vin. Kamu di mana sekarang?" balas Zalman sekaligus menanyakan keberadaan sang putra."Aku di kantin kampus, Pa. Baru selesai makan siang dan mau kembali ke kelas." Di sana Calvin menunjukan suasana keramain kantin kampus dengan kamera ponselnya sambil merapihkan topi dan jaket tebalnya."Makan siang sama siapa?""Sama teman-teman, kenapa?""Belajar yang benar, Calvin! Jangan pacaran terus," nasehat Zalman."Wahhh si kembar cerita apa, Pa?" Calvin langsung paham kemana arah pembicaraan papanya. Pasti adik sepupunya yang kembar lah yang mengadu kalau dia memiliki pacar baru. Pasalnya tadi pagi keduanya melakukan panggilan dengan video saat Calvin baru tiba di kampus untuk kuliah bersama seorang gadis dan gadis itu berbeda dari gadis yang biasanya."Si kembar tidak cerita apa-apa, kami sedang makan malam, sudah ya, take care, Assalamualaikum," pamit Zalman."Awas ya kalian kalau mengadu yang tidak-tidak sama papa, aku pulang ke Indonesia nanti ku jitak!" teriak Calvin s

  • Bidadari Surga Milik CEO   Bab 6. Dilema Zalman.

    Ponsel Zalman berbunyi, Ghina langsung terdiam dan menatap Zalman yang tengah berjalan menuju meja dan mengambil ponselnya yang tergeletak di sana."Assalamualaikum," sapa Zalman lebih dahulu saat menjawab panggilan dari sang putri."Waalaikumsalam. Papa di mana? Kok belum pulang?" suara nyaring Kila sampai terdengar oleh Ghina walau tidak di speaker. Hingga membuat wanita berparas manis itu tersenyum getir merasa tidak enak karena Zalman menunggunya di rumah sakit padahal dia tengah di tunggu oleh anak-anaknya di rumah bahkan istrinya juga. Ya, istrinya. Kenapa Ghina bisa melupakan kalau pria itu sudah menikah, memiliki istri dan anak di rumah. Ghina merutuki dirinya yang malah sempat bahagia karena ada Zalman di sana menemaninya."Papa masih di rumah sakit, Sayang. Apa kamu sudah pulanng sekolah?" balas Zalman sambil menatap Ghina yang tengah menunduk."Iya aku sudah pulang sekolah tapi papa gak ada di rumah," protes Kila di seberang sana.Zalman menghela napas panjang dengan memij

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status