"Assalammualaikum.." Aku mengucapkan salam saat memasuki rumah Mama.
"Waalaikumsalam.." sahut dari dalam, "Loh, kamu pulang, Nak? Gak dinas?" tanya Mama heran.
"Ini baru pulang dinas, Ma. Langsung ke sini."
"Emang besok libur?" Mama bertanya masih dengan nada heran.
"Gak sih, cuma kangen banget sama Mama." Aku mendekap mama erat.. Kuciumi kepalanya tanpa henti.
"Yuk, masuk, tapi Papa gak ada di rumah." Ia mempersilakanku
Air mataku berderai seketika. Ingatan Mama kacau sejak Papa meninggal. Kadang Mama mengira Papa masih hidup. Kadang Mama mengira om Kenzi dinas luar. Tak jarang teman-temanku yang masih single dikira sudah menikah dan punya anak. Ketika Skizonya kumat, ia akan histeris karena mengira tamu yang datang ialah perampok yang akan membunuhnya.
Beruntung isteri om Kenzi bersedia menemani. Sehingga ada yang menemani Mama mengobrol dan meminimalisir Skizonya kambuh. Anak-anak om Kenzi sedang kuliah di luar kota, mereka a
Kami berada di ruang tamu yang tak seberapa besar. Hatiku memantul ke sana kemari bak naik trampolin. Sungguh ingin menelan Eki hidup-hidup. Lelaki ini selalu membuat diareku kumat."Siapa ini?" tanya Mama yang menghampiri kami setelah dibangunkan oleh tante Rita."Eki, Tante." Ia meraih tangan mama."Ooh Eki. Teman Mima yang punya anak dua itu?"Oh no! Mama mulai kumat Skizonya. Aku melirik tante secepat kilat."Bukan Uni, ini teman Mima jaman sekolah dulu.""Ooh,.." Mama mengangguk, membalas uluran tangan Eki. Mengusap kepalanya lembut dengan tangan satu lagi.Deg!Ada rasa menyeruak tiba-tiba.Rasa sakit sekaligus bahagia."Ada apa datang ke sini?" tanya Mama melihat Eki dengan wajah bingung."Saya mau melamar Mima jika diijinkan, Tante." ucap Eki sopan."Oh... memang Mima belum menikah, ya?" jawab mama."Mama, Mima 'kan masih single." jawabku buru-buru."Mima mau, menikah dengan dia
"Ibu.. gimana, bayinya mau nyusu?" Aku bertanya pada pasien yang baru saja melahirkan."Belum dapat, Bu Bidan, masih mencari-cari," jawab si Ibu pelan. Wajahnya memucat. Di sebelahnya, sang suami berdiri memeluk isterinya dan memandang buah cinta mereka."Gak apa-apa, namanya juga baru keluar. Saya suntik dulu, ya, Bu, pahanya." Aku melakukan informed consent atas tindakan kala tiga. (fase persalinan - plasenta)"Iya, Bu Bidan." jawabnya."Pak, tolong ibunya dikasih minum, ya. Biar ada tenaga. Saya mau keluarkan ari-arinya." ucapku pada suami pasien."Oh iya, Bu Bidan." Ia mengambil minum yang sedari tadi ia beli namun belum sempat disentuh."Bu Bidan, saya ngantuk banget, Bu..," ucapnya lemah dengan mata setengah tertutup.Aku yang sedang memegang perut pasien untuk melakukan asuhan kala tiga dalam persalinan, sontak melarang. Karena butuh kerjasama pasien."Jangan tidur dulu, Bu. Belum selesai, masih ada plasentanya nih, yang
Baru saja selesai makan di kantin Rumah Sakit, aku bertemu sejawat. "Kak Rifki!" panggilku. Ia menoleh "Eh Mim. Ngerujuk?" tanyanya memastikan, karena melihat aku berpakaian dinas. "Iya, ada pasien HPP tadi. Kakak jaga?" Aku balik bertanya. "Iyah, ada Operasi Cito. Jadi dateng, deh. Mima sama siapa?" (cito - darurat) "Sama temen." "Temen apa temen? Kok, ganteng? Kenalin donk. Anggota?" Ia bertanya dengan wajah menyelidik namun nada menggoda. "Gak ah, ntar Kakak godain lagi. Kasihan isteri Kakak kalo sampe Kakak balik suka sama cowok. Bukan, Oil Engineer." Aku membalas godaannya. "Ehh gak apa-apa, donk, kan diem-diem aja. Loh, gak sama anggota? Kirain cuma suka sama anggota. Kalau suka sama sipil juga mah, dari dulu Kakak deketin." Ia berkata genit, khas kak Rifki. "Suka-suka aja, kok. Selama gak mesum kayak Kakak." Aku melewek, menjulurkan lidah. "Halo." sapa Eki, ia menjulurkan tangannya mengajak
"Mima.."Satu detikDua detikTiga detikWanita di hadapanku mendekapku erat, hangat. Membuat dada sesak. Bukan sesak yang menyakitkan, tapi sesak haru."Hai Mima, banyak pasien, ya? Sudah ditunggu loh, dari tadi," sapa mama Eki setelah memelukku.Aku terkesiap, melongo, sungguh takjub. Apa aku mimpi? Aku memeriksa bibirku, barangkali ada iler yang masih melekat."Aa.. aah.. iya tante. Tadi habis ngerujuk pasien perdarahan. Duh maafkan ya Tante, jadi menunggu lama," ucapku gagap."Iyah Nak, gak apa-apa. Yuk kita langsung makan aja. Udah laper, kan? Oh iya panggil Mama aja, Mama sama Bibi sudah masak khusus buat menyambut Mima," balasnya ramah. Merangkulku menuju ruangan yang dimaksud.Aku melirik Eki yang kini berada di belakangku. Ia tersenyum, seolah berkata 'apa aku bilang, ini tidak seperti dugaan kamu'.Kami melangkah menyusuri lorong terang menuju ruang makan. Aku sedikit bingung, karena aku tak pernah berta
Havana, ooh na-na (ay)Half of my heart is in Havana, ooh-na-na (ay, ay)He took me back to East Atlanta, na-na-naOh, but my heart is in Havana (ay)There's somethin' 'bout his manners (uh huh)Havana, ooh na-naDering telepon membangunkanku dari mimpi melelahkan. Aku melirik jam, pukul sembilan pagi. Badanku masih terasa remuk redam sebetulnya. Hanya saja bising suara dari gawai yang kuatur maksimal membuatnya hampir memecahkan cochleaku. Menerima panggilan adalah cara paling kilat untuk menghentikannya.[Halo Assalammualaikum] jawabku.[Waalaikumsalam] balas di seberang sana.[Siapa nih?][Ini Lita][Oh kenapa, Lit?][Mim, bisa tukeran dinas, gak? Aku ada keperluan mendadak nih harus ke dokter. Kamu sore, ya, aku ganti jaga malam][Uhm...] Aku mencoba mengumpulkan serpihan nyawaku yang terserak terbawa mimpi.[Bisa kan, Mim? Please! Urgent banget] suaranya memohon.[Okelah] Aku mengiy
"Bu Bidan... saya udah gak kuat..," rintih pasien."Sebentar, Bu, tahan dulu ya. Saya periksa dulu."Aku bergegas melakukan vaginal tussae atau biasa dikenal dengan periksa dalam kumasukkan kedua jari saktiku kedalam jalan lahir demi mencari portio.Rupanya kepala janin sudah teraba dan boleh diloloskan. Jadilah aku segera membuka seluruh partus set atau alat persalinan. Mempersiapkan alat, siapkan diri. Memasang alat pelindung diri, penampilanku tak jauh berbeda dengan astronot. Hanya saja aku akan bergelut dengan darah dan ketuban, bukan pasir. Jika astronot berada di ruang hampa, maka aku berada dalam suasana yang hening dan penuh kosentrasi tinggi.Srooot....Darah beserta air kehijauan muncrat di hadapanku. Jika saja aku tak memakai celemek, pastilah seluruh baju putihku bak habis bermain lumut.Ah, mekonium. Aku curiga si Ibu salah hitung usia kehamilan. Aku khawatir dengan kondisi janin di dalamnya. Semoga baik - baik saja."Yu
Tililut..Gawaiku bergetar, tanda ada pesan instant masuk.[Aku udah di depan]Aku melirik jam dinding. Masih sepuluh menit lagi jadwal dinasku berakhir. Namun Lita tak kunjung datang.[Lit, di mana?][Bentar lagi sampai][Oke]Aku masuk ke ruang jaga. Berganti pakaian dinas dengan baju bebas. Kali ini aku menyemprotkan cologne ke seluruh sudut pakaian. Hmmm, semerbak wangi bunga mawar mengelilingi tubuhku yang sebelumnya amis oleh aroma darah.Tok tok tok.."Assalammualaikum, Mim..." terdengar suara Lita memanggil ."Sebentar Lit," jawabku..."Kamu dijemput Eki ya, Mim?""Iyah. Kok tau?""Tadi pas aku turun angkot ngeliat ada cowok atletis bener. Pas aku pantengin ternyata ganteng, trus setahuku yang ganteng biasanya yang jemput kamu. Haha.""Halah.. lebay!""Ya udah sana, jangan kelamaan ganti bajunya. Entar keburu dia disamber orang loh.""Iya, iya... Nih udah."
***Tilulit...Sebuah pesan masuk ke gawaiku.[Udah bangun? Satu jam lagi aku sampai]Aku terhenyak, segera melompat untuk mandi dan mematut diri. Lupa kalau hari ini akan mengunjungi om Kenzi di lapas.Kaus abu dengan aksen rumbai efek gunting secara random dibagian bokong serta jeans pensil membuat tubuhku yang rata-rata terlihat sedikit berbentuk. Kutepukkan bedak tabur, melukis garis mata dan membingkai alisku. Tak lupa lipstik warna nude memulas bibir (sedikit) tebalku. Aroma bodymist vanila dari bodywork membuat tubuhku lebih segar.[Aku dibawah] chat lain menyusul.Aku memasang wedges toska favoritku. Handbag warna putih menjadi andalanku untuk menyimpan seluruh atribut hari ini.[Aku turun. Sebentar ya] balasku.Perlahan aku menuruni anak tangga. Rasa riang dan haru mulai menghampiri menyambut moment hari ini. Semoga semua berjalan lancar, doaku dalam hati."Cantik banget calon isteriku. Bikin aku ga