"Om Alex?"
"Ze, apa kabar? Ngapain di sini, sama Ardi?"
Ze gelagapan.
"Iya Om, sama Mas Ardi dan sepupunya."
"Lo kok rame-rame, ada acara apaan, sih?"
"Nggak ada sih Om, Mas Ardi lagi ada tugas di sini. Yaudah aku minta ikut aja, pas kebetulan sepupunya juga ada di rumah jadi ya diangkut sekalian."
"Oh gitu, terus Ardi sekarang mana? Udah lama Mas nggak ketemu?"
"Sebenarnya saya kemari sama sepupunya Mas Ardi doank, Om. Suamiku nggak ikut, beliau tinggal di hotel, capek habis acara pembukaan katanya."
"Jadi kamu sama sepupunya Ardi nginap di hotel juga? Kenapa nggak nginap di rumah Om aja. Rumahnya luas lo."
"Iya Om, In Syaa Allah lain kali, soalnya besok udah langsung balik kok."
"O gitu."
"Om Alex kerja di sini?"
"Iya 'kan, udah dari dulu. Kamu aja yang nggak pernah main ke rumah Om."
"Iya Om, soalnya sibuk kuliah."
"Mas Alex. Bisa bicara sebentar"
Seseorang memanggil Alex.
"Eh, ada yang mau ketemu sama Om itu."
"Iya iya. Om ke sana dulu ya, kalau butuh apapun telpon aja. Masih nyimpan 'kan nomor Om?"
Ze mencoba mengingat-ingat.
"Ada, Om."
"Yaudah besok usahakan sebelum balik ke Jakarta, singgah dulu di rumah ya."
"In Syaa Allah, Om."
"Oke. Tak tinggal, ya."
"Ya, Om."
Ze membuang napas panjang. Sedikit support jantung mendapati Om Alex ada di hotel itu. Tapi tujuannya ke sini bukan itu, melainkan Ardi. Akhirnya Ze kembali melangkah mendekati resepsionis.
"Mas, maaf saya mau nanya. Yang barusan aja check ini di hotel ini namanya siapa, ya?"
"Sebentar ya, Mbak. Saya cek dulu."
"Iya."
Lelaki di hadapan Ze kini membuka komputer dan menekan beberapa kali pada keyboardnya.
"Namanya Agung, Mbak."
"Agung? Bukan Ardi?"
"Sebentar saya cek KTP nya."
"Iya benar Agung, Mbak. Memangnya ada apa, Mbak?"
Ze membuang napas dalam sembari memijit pelipis. Dia sudah kehilangan jejak Ardi. Ini karena dia terlalu gegabah. Ia tak sempurna dalam melakukan penyamaran. Tapi sampai detik itu, kenapa tak ada lagi chat dari Seruni? Atau jangan-jangan penyadapan yang ia lakukan sudah diketahui Ardi?
"Mbak?"
"Eh iya, Mas. Bukan apa-apa sih. Saya sedang mencari teman yang katanya nginap di hotel ini. Yaudah nggak papa, biar saya telpon dia aja lagi. Makasih ya, Mas."
"Sama-sama, Mbak."
Penyesalan menghujam dada, apa yang kini bisa dilakukan? Pasti mereka sudah bertemu, lalu mereka. Astaghfirullah. Pikiran buruk menimpa wanita itu.
Dengan lemah Ze melangkahkan kembali menuju mobil.
"Kok cepat banget Mbak, udah gitu aja surprisenya? Nggak nginap bareng gitu?"
"Nggak San. Yaudah yuk balik ke hotel."
"Lha? Kok balik?"
"Udah balik aja."
Sandy menatap Ze kebingungan. Tapi bibirnZe sudah tak sanggup lagi berkata. Terlalu sakit menerima kenyataan yang menimpa di dua tahun pernikahannya.
Mobil berjalan, alur yang sama tapi putar balik. Sekitar sepuluh menit, akhirnya mereka melewati kembali hotel tempat Ardi menginap.
Kedua mata seketika membulat.
"Berhenti bentar, San."
Sandy seketika mengerem mendadak hingga tubuh mereka terhunyung ke depan.
"Ada apa, Mbak. Bahaya ngerem mendadak gini. Kalau ada mobil di belakang bisa nabrak?"
"Iya, maaf maaf."
Dua netra Ze kini tertuju ke dalam pekarangan hotel. Terlihat di sana Ardi sedang berbicara dengan seseorang. Setelah sejenak berbicara, lelaki itu berjalan cepat dan menghentikan sebuah taksi.
"San, putar balik."
"Lo kenapa putar balik lagi?"
"Nanti Mbak jelaskan. Cepat San, ikuti taksi itu ya."
Sandy menjalankan kembali mobil.
"Mbak lihat Mas Ardi tadi naik taksi itu, San."
"Benaran Mbak?"
"Iya."
"Jadi tadi yang di hotel?"
"Bukan Mas Ardi. Mbak salah orang."
"Astaghfirullah, kok jadi seperti sinetron ya Mbak, yang istrinya ngejar-ngejar suami selingkuh?"
"Yaudah kamu tenang aja. Masih dalam kendali kok. Cepat San, nyusul terus jangan sampai hilang."
Taksi yang ditumpangi Ardi berhenti di depan rumah sakit. Lalu lelaki itu turun.
"Oh iya, benar Mas Ardi. Ngapain dia kemari, ya?"
"Mungkin jenguk temannya sakit. Yaudah, Mbak turun dulu ya, Dek."
"Aku gimana, Mbak?"
"Kamu tunggu aja di sini. In Syaa Allah nggak lama kok."
"Oke."
Ze turun dengan perasaan berdebar. Dia terus memerhatikan Ardi yang kini berhenti di depan sebuah ruangan setelah tadi sempat bertanya pada resepsionis. Lelaki itu tampak memperbaiki rambutnya lalu membuka pintu.
Dengan perasaan berdebar Ze keluar dari persembunyian lalu berjalan perlahan hingga sampai di depan pintu ruangan tadi. Pelan membuka sedikit hingga ia bisa menatap pemandangan yang terjadi di dalam sana.
"Maafkan aku Mas, kita janji ketemu di luar, tapi kamu justru harus kemari."
"Sudah jangan risaukan. Apa yang terjadi?"
Ardi terlihat duduk di sebuah kursi. Tapi siapa wanita cantik yang terbaring di atas bed single itu? Apa dia yang bernama Seruni?
"Aku dan Mas Andre sudah berpisah, Mas. Dan tadi saat keluar dari rumah, mantan suamiku itu datang. Dia memaksa ikut bersamanya, tapi aku menolak. Perlawanan membuat diri ini terpelanting ke sudut lantai dan kakiku retak karena terpukul pot bunga."
Wanita itu menampakkan kakinya yang sakit pada Ardi.
Jadi dia wanita bernama Seruni?
"Kenapa kalian bercerai?"
Ardi kembali melempar pertanyaan.
"Dia lelaki tidak normal, punya kelainan seksual, Mas. Empat tahun aku bertahan tapi batin dan fisik terus tersiksa. Tiga bulan kemarin akhirnya, aku mengajukan gugatan cerai."
Ze menarik napas berat.
"Sudah kuduga, pantas saja selama ini perasaanku tidak pernah enak."
"Kau mengkhawatirkanku?"
Jantung Ze seketika menyentak. Ardi belum menjawab, mereka tampak saling berpandangan. Lalu akhirnya kepala lelaki itu mengangguk.
Kecewa dan sakit menghujam dada Ze bersamaan. Tapi dia mencoba tegar.
"Kenapa kau masih mengkhawatirkanku, Mas?"
"Karena aku menyayangimu?"
Deg.
Ze memejamkan mata. Ada sesuatu yang mulai menghangat di kedua pelupuk.
"Cuma sayang?"
Jemari Ze kini teremas.
"Aku tidak berhak mencintaimu."
Suara Ardi walau lirih masih bisa terdengar di telinga Ze.
"Kenapa, Mas?"
"Karena kau menolak untuk kucintai?"
"Mas 'kan tahu aku tidak pernah mencintai Mas Andre. Cintaku hanya untukmu, tapi aku bisa apa. Aku terpaksa menikah dengan dia Mas."
Ze kembali menarik napas, sekuat apapun bertahan nyatanya air mata luruh juga. Wanita itu mengusap kasar sembari mengeluarkan ponsel. Dia mengabadikan moment di dalam sana beberapa kali jepretan.
"Kau pergi, aku bagai layangan putus. Hilang arah. Sampai akhirnya aku dinikahkan dengan Ze."
"Kau mencintainya, Mas?"
Jantung Ze kembali menyentak. Ia memasang telinga dengan baik, apa yang keluar dari mulut Ardi sesaat lagi begitu penting untuknya. Jawaban itu pula yang akan menuntun diri sang wanita untuk memutuskan apa langkah yang harus diambil.
"Aku tidak bisa membaca perasaan padanya, tapi jujur, dia bisa membuatku merasa nyaman dan tenang."
Ze menghela napas.
"Kalau begitu aku salah, pulanglah, Mas. Kembali pada istrimu."
Wanita itu mendorong tubuh Ardi. Ze sedikit terhenyak. Ia bersiap pergi, siapa tahu sesaat lagi Ardi akan keluar.
"Ada apa, kenapa kau mengusirku. Sedang pertemuan ini sudah sangat lama kuidamkan."
Kekuatan Ze mendadak hilang, lelaki itu telah mempermainkan perasaannya.
"Kau sudah beristri, aku tidak pantas masuk dalam rumah tanggamu. Pulanglah, Mas."
Kenapa kamu tak pulang saja, Mas. Apa yang kamu lakukan ini salah.
Ze mendesah dalam hati. Sedang mereka kini terdiam, tapi detik berikutnya Seruni menangis tersedu. Dan apa yang dilakukan kini Ardi? Lelaki itu bangkit lalu memeluk sang wanita.
Ze menarik napas berat.
"Jangan menangis, aku ada di sini."
Jemari Ze kini terulur untuk menutup pintu perlahan, semuanya sudah hancur. Ardi telah memberikan pelukannya untuk wanita lain.
Aku tidak perlu menyaksikan hal ini, karena hanya akan membuat hati ini terpuruk semakin dalam. Aku hanya akan menunggu kepulangan Mas Ardi untuk menyelesaikan semua ini.
***
Bersambung
Utamakan baca Al-Quran
Namaku Zearetha Bilbis. Aku terlahir sebagai yatim. Dan tepat enam tahun usiaku, ibu yang paling kusayangi ikut bersama ayah menghadap Yang Maha Kuasa. Paman dan istrinya lah yang membesarkanku. Mereka hanya punya satu orang anak perempuan dan sangat ikhlas untuk menggantikan mama dalam merawatku.Dua tahun yang lalu, tepatnya di malam syahdu selepas memberlangsungkan pernikahan."Kamu mau 'kan kita menundanya?"Sebuah pertanyaan aneh yang muncul dari bibir seorang lelaki bergelar suami. Bagiku aneh dia bertanya begitu, sebab ini adalah malam pertama kami. Malam dimana semua pengantin berlomba-lomba mencari pahala. Tapi dia, justru meminta agar kami menundanya.Saat itu, aku setuju saja. Awalnya kupikir karena kami butuh waktu untuk saling kenal, sebab ya pernikahan ini terjadi atas perjodohan. Ibunya teman baik dengan istri pamanku. Arsyi anak paman tak mungkin lagi dijodohkan berhubung dia sudah pu
"Siapa Seruni, Mas?"Pertanyaanku membuatnya terhenyak.Kukeluarkan ponsel dan menampakkan semua foto yang terambil semalam saat di rumah sakit."Kenapa diam, Mas? Aku butuh kejujuran. Kita menikah bukan sehari, tapi dua tahun. Apa selama itu kamu tidak sedikitpun menganggapku sebagai istri, hingga tega memeluk dan mengusap pipi wanita lain?"Aku tak dapat menahan ego yang seketika melonjak, kutumpahkan segala sakit yang membelenggu di dada. Air mata kubiarkan merebak dari kedua sudut.Mas Ardi yang mendengar amukanku seketika bangkit dan meminta agar aku memelankan suara."Tenang Ze, kita memang perlu bicara. Tapi Mas harap kamu bisa mengontrol emosimu. Ada Mamaku yang harus kita jaga perasaannya di rumah ini."Aku menarik napas dan memilih duduk di atas ranjang. Mas Ardi ikut duduk di sebelahku. Kedua tangannya saling menyatu lalu
POV ArdiAku mengenal cinta, tepatnya ketika duduk di bangku kuliah. Namanya Seruni. Cantik dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di kampus. Dia juga punya segudang prestasi, mulai dari olimpiade antar kampus hingga penghargaan bergengsi lainnya yang diadakan baik di dalam maupun di luar universitas.Banyak yang kagum padanya, tapi entah kenapa dia memilihku sebagai kekasih. Tapi semua hancur saat kedua orang tua Seruni justru menjodohkannya dengan lelaki lain.Aku seperti kehilangan arah hidup. Melihatnya bersanding di pelaminan bersama lelaki lain rasanya begitu menyesakkan dada.Tapi berselang beberapa bulan setelah itu, Mama yang khawatir aku bakalan kehilangan semangat hidup segera mencari pengganti Seruni.Namanya Zearetha Bilbis. Gadis shalihah dengan latar belakang agama yang kuat. Dia memang menantu idaman, tapi tidak bisa menjadi istri idaman untukku. Semua ini
"Apa Ardi ada di rumah Ze? Soalnya tadi Om lihat dia ada di salah satu rumah makan di Bandung sama perempuan, Om kira sama kamu. Tapi Om nggak bisa berhenti soalnya lagi antar bos."***"Dalam agama Islam, pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.Pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah tangga saja. Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat muslim. Salah satu diantaranya adalah membentengi diri dan menundukkan pandangan.Pernikahan merupakan ibadah yang bertujuan untuk menjaga kehormatan diri dan terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Menikah juga dapat membuat kita lebih mudah untuk menundukkan pandangan sehingga lebih mudah terhindar dari zina. Sebagaimana yang terse
Harusnya aku tak di sini, entahlah hati jadi kepikiran Ze. Ingin rasanya memberi kabar, tapi bukankah kami sudah bercerai. Padahal serapapun cueknya aku selama ini. Jika terlambat pulang selalu memberi tahu. Itu sesuai permintaan Ze. Alasan simple banget, supaya makanan bisa hangat saat dihidangkan dan yang paling penting supaya dia Ze terus melek menanti kepulangan suami tercinta.Benak Ardi terus meracau.Jujur, selama ini wanita itu cukup memberi perhatian. Hanya saja Ardi sendiri yang berusaha menolak segala perhatian itu. Dengan satu tujuan untuk menjaga cinta kepada Seruni. Ah, mungkin lebih tepatnya untuk menghindari jatuh cinta pada Ze.Dan jika biasa Ze lah yang selalu khawatir, maka malam ini sempurna kekhawatiran itu dirasakan Ardi. Tapi kenapa?"Ponselku diambil mantan suamiku, Mas. Dia kejam banget, maksa aku nerima dia
Ardi tersentak dari tidur, dia melirik jam."Astaghfirullah, jam tujuh?"Dengan bersegera lelaki itu beranjak dari atas ranjang, lalu berlari cepat menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Padahal hari ini adalah hari penting dimana dia akan menjadi pemimpin upacara dalam rangka memperingat Hari Kelahiran Pancasila. Tapi kenapa bisa terlambat?Ardi mendesah sebal.Usai membersihkan diri, dia menggelar sajadah. Semenjak menikah, bertemu sang khalik selalu rutin dilakukan. Meski terlambat, rasanya aneh jika dahi belum menyentuh sajadah saat bangun tidur."Assalamualaikum warahmatullah. Assalamualaikum warahmatullah."Walau sebentar harus menyempatkan diri menengadahkan tangan."Ya Allah-"Ucapan Ardi terhenti. Jika biasa dia kerap meminta agar Allah membuka kesempatan agar suatu saat
"Hallo.""Hallo Mas, kamu dimana?""Aku di sekolah, lagi banyak kerjaan. Kenapa?""Mas bisa ke hotel nggak?"Suara Seruni terdengar terengah-engah."Kamu kenapa?"Kini wanita itu justru terisak."Mantan suamiku mau ketemu sama kamu, Mas. Kamu bisa kemari 'kan?"Perasaan Ardi langsung tak enak."Dia sudah tahu keberadaanmu?""Sudah, Mas. Dia menunggumu di hotel ini."Ardi menarik napas dalam. Seruni akan dalam bahaya, jika ia abaikan dan mengikuti kata hati untuk menemui Ze. Mungkin mengabaikan mantan istri saat ini adalah jalan keluar terbaik."Iya, katakan aku akan datang sesaat lagi."Segera Ardi membanting setir menuju hotel. Lima belas menit perjalanan, dia sampai di parkiran. Pelan menarik napas dan bers
Ze berjalan memasuki rumah, sejenak melirik mobil Ardi yang sudah terparkir di garasi.Ucapan Ustadzah di kajian kemarin kembali terngiang."Perempuan yang beriddah dari talak raj‘i (bisa dirujuk), wajib diberi tempat tinggal dan nafkah. Sedangkan perempuan yang ditalak ba’in, wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali sedang hamil. Namun, selain mendapatkan hak, perempuan yang dalam menjalani masa iddah juga punya kewajiban.Salah satunya adalah yang berlaku untuk perempuan yang ditinggal wafat suami maupun perempuan yang telah putus dari pernikahan, yaitu keharusan untuk selalu berada di rumah. Hal ini berlaku bagi perempuan yang dicerai baik karena talak bain sughra, talak bain kubra, atau karena fasakh selama masa iddahnya. Tidak ada hak bagi suaminya ataupun yang lain untuk mengeluarkannya dari rumah tersebut.Selain itu, dia juga tidak boleh keluar dari rumah itu w