Share

3. Wanita Bernama Seruni

"Om Alex?"

"Ze, apa kabar? Ngapain di sini, sama Ardi?"

Ze gelagapan.

"Iya Om, sama Mas Ardi dan sepupunya."

"Lo kok rame-rame, ada acara apaan, sih?"

"Nggak ada sih Om, Mas Ardi lagi ada tugas di sini. Yaudah aku minta ikut aja, pas kebetulan sepupunya juga ada di rumah jadi ya diangkut sekalian."

"Oh gitu, terus Ardi sekarang mana? Udah lama Mas nggak ketemu?"

"Sebenarnya saya kemari sama sepupunya Mas Ardi doank, Om. Suamiku nggak ikut, beliau tinggal di hotel, capek habis acara pembukaan katanya."

"Jadi kamu sama sepupunya Ardi nginap di hotel juga? Kenapa nggak nginap di rumah Om aja. Rumahnya luas lo."

"Iya Om, In Syaa Allah lain kali, soalnya besok udah langsung balik kok."

"O gitu."

"Om Alex kerja di sini?"

"Iya 'kan, udah dari dulu. Kamu aja yang nggak pernah main ke rumah Om."

"Iya Om, soalnya sibuk kuliah."

"Mas Alex. Bisa bicara sebentar"

Seseorang memanggil Alex.

"Eh, ada yang mau ketemu sama Om itu."

"Iya iya. Om ke sana dulu ya, kalau butuh apapun telpon aja. Masih nyimpan 'kan nomor Om?"

Ze mencoba mengingat-ingat.

"Ada, Om."

"Yaudah besok usahakan sebelum balik ke Jakarta, singgah dulu di rumah ya."

"In Syaa Allah, Om."

"Oke. Tak tinggal, ya."

"Ya, Om."

Ze membuang napas panjang. Sedikit support jantung mendapati Om Alex ada di hotel itu. Tapi tujuannya ke sini bukan itu, melainkan Ardi. Akhirnya Ze kembali melangkah mendekati resepsionis.

"Mas, maaf saya mau nanya. Yang barusan aja check ini di hotel ini namanya siapa, ya?"

"Sebentar ya, Mbak. Saya cek dulu."

"Iya."

Lelaki di hadapan Ze kini membuka komputer dan menekan beberapa kali pada keyboardnya.

"Namanya Agung, Mbak."

"Agung? Bukan Ardi?"

"Sebentar saya cek KTP nya."

"Iya benar Agung, Mbak. Memangnya ada apa, Mbak?"

Ze membuang napas dalam sembari memijit pelipis. Dia sudah kehilangan jejak Ardi. Ini karena dia terlalu gegabah. Ia tak sempurna dalam melakukan penyamaran. Tapi sampai detik itu, kenapa tak ada lagi chat dari Seruni? Atau jangan-jangan penyadapan yang ia lakukan sudah diketahui Ardi?

"Mbak?"

"Eh iya, Mas. Bukan apa-apa sih. Saya sedang mencari teman yang katanya nginap di hotel ini. Yaudah nggak papa, biar saya telpon dia aja lagi. Makasih ya, Mas."

"Sama-sama, Mbak."

Penyesalan menghujam dada, apa yang kini bisa dilakukan? Pasti mereka sudah bertemu, lalu mereka. Astaghfirullah. Pikiran buruk menimpa wanita itu.

Dengan lemah Ze melangkahkan kembali menuju mobil.

"Kok cepat banget Mbak, udah gitu aja surprisenya? Nggak nginap bareng gitu?"

"Nggak San. Yaudah yuk balik ke hotel."

"Lha? Kok balik?"

"Udah balik aja."

Sandy menatap Ze kebingungan. Tapi bibirnZe sudah tak sanggup lagi berkata. Terlalu sakit menerima kenyataan yang menimpa di dua tahun pernikahannya.

Mobil berjalan, alur yang sama tapi putar balik. Sekitar sepuluh menit, akhirnya mereka melewati kembali hotel tempat Ardi menginap. 

Kedua mata seketika membulat.

"Berhenti bentar, San."

Sandy seketika mengerem mendadak hingga tubuh mereka terhunyung ke depan.

"Ada apa, Mbak. Bahaya ngerem mendadak gini. Kalau ada mobil di belakang bisa nabrak?"

"Iya, maaf maaf."

Dua netra Ze kini tertuju ke dalam pekarangan hotel. Terlihat di sana Ardi sedang berbicara dengan seseorang. Setelah sejenak berbicara, lelaki itu berjalan cepat dan menghentikan sebuah taksi.

"San, putar balik."

"Lo kenapa putar balik lagi?"

"Nanti Mbak jelaskan. Cepat San, ikuti taksi itu ya."

Sandy menjalankan kembali mobil.

"Mbak lihat Mas Ardi tadi naik taksi itu, San."

"Benaran Mbak?"

"Iya."

"Jadi tadi yang di hotel?"

"Bukan Mas Ardi. Mbak salah orang."

"Astaghfirullah, kok jadi seperti sinetron ya Mbak, yang istrinya ngejar-ngejar suami selingkuh?"

"Yaudah kamu tenang aja. Masih dalam kendali kok. Cepat San, nyusul terus jangan sampai hilang."

Taksi yang ditumpangi Ardi berhenti di depan rumah sakit. Lalu lelaki itu turun.

"Oh iya, benar Mas Ardi. Ngapain dia kemari, ya?"

"Mungkin jenguk temannya sakit. Yaudah, Mbak turun dulu ya, Dek."

"Aku gimana, Mbak?"

"Kamu tunggu aja di sini. In Syaa Allah nggak lama kok."

"Oke."

Ze turun dengan perasaan berdebar. Dia terus memerhatikan Ardi yang kini berhenti di depan sebuah ruangan setelah tadi sempat bertanya pada resepsionis. Lelaki itu tampak memperbaiki rambutnya lalu membuka pintu. 

Dengan perasaan berdebar Ze keluar dari persembunyian lalu berjalan perlahan hingga sampai di depan pintu ruangan tadi. Pelan membuka sedikit hingga ia bisa menatap pemandangan yang terjadi di dalam sana.

"Maafkan aku Mas, kita janji ketemu di luar, tapi kamu justru harus kemari."

"Sudah jangan risaukan. Apa yang terjadi?"

Ardi terlihat duduk di sebuah kursi. Tapi siapa wanita cantik yang terbaring di atas bed single itu? Apa dia yang bernama Seruni?

"Aku dan Mas Andre sudah berpisah, Mas. Dan tadi saat keluar dari rumah, mantan suamiku itu datang. Dia memaksa ikut bersamanya, tapi aku menolak. Perlawanan membuat diri ini terpelanting ke sudut lantai dan kakiku retak karena terpukul pot bunga."

Wanita itu menampakkan kakinya yang sakit pada Ardi.

Jadi dia wanita bernama Seruni?

"Kenapa kalian bercerai?" 

Ardi kembali melempar pertanyaan.

"Dia lelaki tidak normal, punya kelainan seksual, Mas. Empat tahun aku bertahan tapi batin dan fisik terus tersiksa. Tiga bulan kemarin akhirnya, aku mengajukan gugatan cerai."

Ze menarik napas berat.

"Sudah kuduga, pantas saja selama ini perasaanku tidak pernah enak."

"Kau mengkhawatirkanku?"

Jantung Ze seketika menyentak. Ardi belum menjawab, mereka tampak saling berpandangan. Lalu akhirnya kepala lelaki itu mengangguk.

Kecewa dan sakit menghujam dada Ze bersamaan. Tapi dia mencoba tegar. 

"Kenapa kau masih mengkhawatirkanku, Mas?"

"Karena aku menyayangimu?"

Deg.

Ze memejamkan mata. Ada sesuatu yang mulai menghangat di kedua pelupuk.

"Cuma sayang?"

Jemari Ze kini teremas.

"Aku tidak berhak mencintaimu."

Suara Ardi walau lirih masih bisa terdengar di telinga Ze.

"Kenapa, Mas?"

"Karena kau menolak untuk kucintai?"

"Mas 'kan tahu aku tidak pernah mencintai Mas Andre. Cintaku hanya untukmu, tapi aku bisa apa. Aku terpaksa menikah dengan dia Mas."

Ze kembali menarik napas, sekuat apapun bertahan nyatanya air mata luruh juga. Wanita itu mengusap kasar sembari mengeluarkan ponsel. Dia mengabadikan moment di dalam sana beberapa kali jepretan.

"Kau pergi, aku bagai layangan putus. Hilang arah. Sampai akhirnya aku dinikahkan dengan Ze."

"Kau mencintainya, Mas?"

Jantung Ze kembali menyentak. Ia memasang telinga dengan baik, apa yang keluar dari mulut Ardi sesaat lagi begitu penting untuknya. Jawaban itu pula yang akan menuntun diri sang wanita untuk memutuskan apa langkah yang harus diambil.

"Aku tidak bisa membaca perasaan padanya, tapi jujur, dia bisa membuatku merasa nyaman dan tenang."

Ze menghela napas.

"Kalau begitu aku salah, pulanglah, Mas. Kembali pada istrimu."

Wanita itu mendorong tubuh Ardi. Ze sedikit terhenyak. Ia bersiap pergi, siapa tahu sesaat lagi Ardi akan keluar.

"Ada apa, kenapa kau mengusirku. Sedang pertemuan ini sudah sangat lama kuidamkan."

Kekuatan Ze mendadak hilang, lelaki itu telah mempermainkan perasaannya.

"Kau sudah beristri, aku tidak pantas masuk dalam rumah tanggamu. Pulanglah, Mas."

Kenapa kamu tak pulang saja, Mas. Apa yang kamu lakukan ini salah.

Ze mendesah dalam hati. Sedang mereka kini terdiam, tapi detik berikutnya Seruni menangis tersedu. Dan apa yang dilakukan kini Ardi? Lelaki itu bangkit lalu memeluk sang wanita.

Ze menarik napas berat.

"Jangan menangis, aku ada di sini."

Jemari Ze kini terulur untuk menutup pintu perlahan, semuanya sudah hancur. Ardi telah memberikan pelukannya untuk wanita lain.

Aku tidak perlu menyaksikan hal ini, karena hanya akan membuat hati ini terpuruk semakin dalam. Aku hanya akan menunggu kepulangan Mas Ardi untuk menyelesaikan semua ini.

***

Bersambung

Utamakan baca Al-Quran

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
pisah aja ze ,buaya di plihara
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status