Sudah dua tahun lo, belum juga hamil. Biasa itu udah disebut infertil. Udah diperiksa belum Bu Ze?"Bu Lastri, tetangga samping rumah ibu mertua Ze terus mengoceh. Tiap kali ada acara di rumah sang Mama, wanita itu selalu ada. Bahkan terkadang tidak diundang, wanita itu justru datang sembari bertanya pada ibu mertua Ze dengan pertanyaan,"Ibu kemarin ada titip pesan ya sama si Anang suruh saya datang ke rumah? Maaf ya Bu, Anang baru ngomong tadi pagi."Begitulah dirinya, selalu punya cara supaya bisa merusuh di acara tetangga. Kali ini, Ze jadi sasaran."Baru juga dua tahun Bu Lastri, Fatimah sama suaminya sampai sepuluh tahun. Tapi kalau Allah sudah berkehendak, tak ada yang tak mungkin. Di usia ke empat puluh tahun lebih, Fatimah akhirnya mengandung juga," bela ibu lain seolah paham perasaan Ze seperti apa."Iya sih. Si Mera anak saya yang pertama juga telat hamil, Bu. Waktu itu setahun nikah masih juga kosong. Tapi Ibu mertuanya tu ngebet banget, sampai Mera nangis kejar mengadu ke
Seperti kebanyakan ibu hamil pada umumnya, begitu pula keadaan Ze saat ini. Dengan kadar hormon HCG yang lebih banyak dari pada kehamilan tunggal, wanita itu pada akhirnya mengalami mual muntah yang lebih parah dari yang seharusnya.Ze bahkan sempat di rawat selama empat hari karena tak mau makan sementara muntah tak mau berhenti.Ardi yang menyaksikan begitu merasa iba sekaligus terharu. Ia ingat bahwa ini adalah perjuangan berat yang harus dilalui Ze demi buah hati yang mereka impikan bersama."Mas ...."Ze memanggil Ardi yang baru selesai melaksanakan shalat subuh di mesjid. Sudah satu minggu wanita itu keluar dari rumah sakit tapi ia masih belum dapat terlalu beraktivitas banyak."Ada apa, Sayang?""Ze pengen makan nasi goreng. Tapi bukan yang dijual di gerobak, Ze pengen nasi goreng buatan Mas."Ardi tersenyum dan mengusap pipi sang istri."Mas masak sekarang, ya."Ze mengangguk riang. Lalu sang suami mengganti pakaian dan berjalan ke dapur."Mas, Ze ikut ya. Nungguin di kursi ma
Ze dengan cepat menuruni ranjang dan berlari keluar kamar."Mpok, Mpok Sasa. Tolong bantu saya."Mpok Sasa dan wanita bernamakan Anggun segera memasuki rumah."Ada apa, Bu?""Tolong temani saya ke rumah sakit, Mpok. Air ketubannya pecah.""Astaghfirullah! Baik, Bu."Dalam keadaan terburu-buru, Ze menelpon grab sedang Mpok Sasa menyiapkan beberapa keperluan yang akan dibawa termasuk tas bayi yang sudah disiapkan Ze jauh-jauh hari. Lalu dia mengunci rumah dan segera keluar."Maaf ya Mbak, lain kali saja Mbak kemari lagi," ucap Ze pada Anggun."Iya tidak mengapa, Bu," jawab wanita itu. Lalu dia keluar dari halaman rumah tersebut dan pergi jauh. Ze menatap dengan rasa kasihan."Bu, mobil pesanannya sudah sampai."Ze segera menoleh, mereka segera menaiki grab begitu kendaraan tersebut sampai di depan rumah. Ze yang masih mampu melakukan kegiatan, segera mengambil ponsel untuk memberitahu Ardi."Hallo Mas.""Iya Sayang.""Mas, ketubanku pecah.""Astaghfirullah! Air ketubannya pecah? Sekara
Di sebuah rumah kontrakan satu pintu. Rumah setengah permanen yang tampak begitu kotor. Dari dalam sana, terdengar tangisan anak kecil. Hanya berselang menit, terlihat seorang lelaki menarik paksa bocah lelaki yang berumur sekitar dua tahun keluar dari rumah tersebut. Lalu mendorong tubuh sang bocah hingga terjatuh ke lantai."Apa yang Abang lakukan?"Seorang perempuan tampak mendatangi rumah itu dan seketika mengambil bocah yang sudah menangis kuat tersebut."Aku udah muak sama anak ini, dia ngompol di depan kamar mandi.""'Kan Abang di rumah, bagaimana bisa dia ngompol. Harusnya Abang bawa dia ke kemar mandi.""Dia itu udah besar, masak iya ke kamar mandi aja harus dibawa!""Bang, usianya baru dua tahun!""Dua tahun itu udah bisa mikir! Kalau mau kencing itu ya di kamar mandi! Bukan di lantai!"Wanita itu tak lagi menghiraukan teriakan suaminya, dia menggendong batita yang masih terisak itu lalu hendak masuk ke rumah. Namun, sang suami menahan."Mau kemana lagi dia?""Mau masuk lah!
sampai di depan sebuah rumah kontrakan satu pintu, ia melirik secara seksama ke dalam rumah. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Lelaki itu memilih menunggu beberapa waktu, hingga tiga puluh menit berlalu rumah tersebut tetap kosong. Akhirnya Ardi memutuskan untuk turun. Ia memerhatikan ke sekeliling dan mendapati ada seorang wanita keluar dari rumah sebelah kontrakan itu. Sang lelaki segera mendekat."Assalamualaikum maaf Bu mengganggu.""Waalaikum salam. Iya ada apa?""Saya mau bertanya Bu, yang tinggal di rumah ini kemana, ya?""Oh sudah pindah, Pak.""Pindah? Ibu tahu kemana pindahnya?""Nggak tahu, Pak."Ardi kembali berpikir."Apa pemilik rumah ini punya seorang anak kecil?""Punya, Pak.""Dibawa ikut juga?""Saya dengar ada yang adopsi, Pak. Soalnya itu bukan anak mereka, anak pantai asuhan."Ardi terdiam napas berat. Merasa sedikit iba pada nasib Seruni kelak. "Diadopsi sama siapa Bu, apa Ibu tahu?""Nggak tahu Pak, tapi yang saya dengar sih orang kaya."Ardi menghela na
Ardi tak menyerah, sepiring indomie rebus plus bakso telur kini ada di dalam nampan. Tidak ada cara lain merebut hati Ze selain dengan makanan.Lelaki itu dengan mantap melangkah ke dalam kamar lalu membuka pintu. Seketika aroma kari dari mie yang ia masak tersebut menguar memenuhi ruangan.Ze masih menutup tubuhnya dengan selimut, seolah memang sudah tidur. Padahal mana mungkin mata bisa terpejam dengan hati yang masih bergemuruh."Umi, Abi masakin mie kesukaan Umi ne. Indomie Kari Ayam plus bakso. Makan yuk."Ze bergeming."Yah, udah tidur. Yaudah Abi habisin aja."Ze masih bergeming, tak terkecoh sedikitpun akan rayuannya. Ardi menarik napas panjang. Dia meletakkan nampan di atas nakas. Lalu naik ke ranjang. Ikut tidur seraya perlahan melingkari tangan memeluk sang istri yang masih berselimut. Ze masih tak bergeming."Maafkan Abi, Mi. Abi mengaku salah. Abi janji nggak bakalan begini lagi."Sejenak hening, hingga detik berikutnya Ze membuka selimut lalu berbalik. Pandangan mereka b
Dua netra Ardi membelalak, sementara di hadapannya Seruni menelan ludah. Ada debar tak biasa dalam dada wanita itu, dua belas tahun tak bertemu, Ardi di matanya semakin menawan. Andai, dia punya satu sosok seperti Ardi untuk berkeluh segala beban pikiran, tentu kondisinya sekarang tak seperti ini.Masih pantaskah dia meminta tolong Ardi untuk mencari putranya? Sedang ia sudah bertaubat dari masa lalu buruk yang pernah dilakukan?Seruni menarik napas dalam.Tidak sampai kapanpun, aku tidak boleh mengulang kesalahan yang sama."Mau mainan yang mana, Dek?" tanyanya dengan sebisa mungkin menjaga nada suara."Yang robot itu, Bu."Seruni mengabaikan Ardi, seolah tak pernah kenal. Meski jantung bertabuh layaknya genderang."Ini Dek mainan yang kamu mau.""Makasih ya, Bu.""Sama-sama.""Berapa harganya?" tanya Ardi dengan memandang wajah Seruni."Tiga puluh ribu."Ardi mengeluarkan uang lembaran lima puluh ribu."Tidak ada uang pas saja, Mas. Dagangan saya baru laku ini, jadi saya tidak punya
"Anak Ibu diculik?" tanya Bu Margareth penasaran.Seruni terdiam sejenak, rasanya enggan jujur. Sebab ini adalah masalah yang begitu privasi untuk ia bagi pada siapapun. Tapi melihat ketulusan Ibu Margareth, rasanya tak adil Seruni menipunya."Saya ini mantan narapidana, Bu."Bu Margareth terhenyak, sedikit ketakutan karena pikiran buruk seketika menerpa. Apa yang menyebabkan wanita di hadapannya ini masuk penjara? Benar-benar Bu Margareth ingin segera keluar dari rumah itu.Seruni yang mendapati wajah Ibu Margareth tiba-tiba berubah, segera menjelaskan perkara yang menimpanya dahulu. Tentang kenapa ia sampai mendekam di balik jeruji besi.Panjang lebar Seruni bercerita membuat Ibunda Han menarik napas berat."Sangat berat beban yang menimpa Ibu, tapi saya salut karena Ibu bisa bertahan sejauh ini."Seruni menyunggingkan selarik senyum dengan terpaksa. Nyatanya ia memang kelihatan tegar, tapi sebenarnya dirinya cukup rapuh. Siang malam yang ada di pikiran selama sepuluh tahun di penja