"Apa Ardi ada di rumah Ze? Soalnya tadi Om lihat dia ada di salah satu rumah makan di Bandung sama perempuan, Om kira sama kamu. Tapi Om nggak bisa berhenti soalnya lagi antar bos."
***
"Dalam agama Islam, pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.
Pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah tangga saja. Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat muslim. Salah satu diantaranya adalah membentengi diri dan menundukkan pandangan.
Pernikahan merupakan ibadah yang bertujuan untuk menjaga kehormatan diri dan terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Menikah juga dapat membuat kita lebih mudah untuk menundukkan pandangan sehingga lebih mudah terhindar dari zina. Sebagaimana yang tersebut dalam sebuah hadist,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya)."
"Lalu bagaimana Ustadzah, jika kita mendapati suami masih saja merindukan perempuan masa lalunya? Bertahun-tahun hidup dengan kita, ternyata dia masih ada rasa sama mantannya. Hati kita sakit Ustadzah, justru terpikir untuk bercerai saja. Bagaimana solusinya? Syukran atas jawabannya."
Sebuah pertanyaan dari salah satu jamaah membuat pikiran Ze berantakan. Mengapa bisa sama seperti kisahnya? Yang mana suami tega menceraikan karena sangat ingin kembali pada wanita masa lalu?
Ze masih menyimak dengan debar di dada yang tak biasa.
"Cinta jika didasari karena nafsu memang rasanya pasti amat sangat indah dan menggebu. Padahal yang seperti itu karena syaitan senantiasa membisikkan kata-kata mujarabnya agar manusia yang tadinya suci dan terjaga karena ada dalam ikatan pernikahan, mau melakukan keharaman dan bahkan nauzubillah memutuskan untuk bercerai hanya karena ingin kembali pada wanita masa lalunya. Padahal setelah bercerai dan bersama dengan pilihan kedua ity, belum tentu niatnya diawal tadi bisa terlaksana dengan mudah. Jika pun bisa terlaksana, bisa jadi rumah tangganya tidak semulus yang dibayangkan.
Cinta yang indah dan sejati itu adalah cinta yang terbangun serta sudah mendapat sertifikat halal.
Selain daripada itu, sifatnya hanya sementara. Sebab itulah ada anjuran jika seorang suami mendapati hatinya dipenuhi syahwat, dekatilah istrimu. Dia adalah ladang tempat kamu bercocok tanam. Gaulilah mereka karena di sana ada banyak pahala yang disediakan Allah.
Penting untuk diingat bersama bahwa setelah menikah, buang jauh masa lalu. Itu hanya sepenggal kisah yang tak butuh ruang untuk diingat. Karena ingatan itulah yang akan melempar anda untuk kembali ingin menggenggamnya.
Dan bagi istri, tetaplah berjuang untuk mempertahankan rumah tanggamu. Sadarkan ia yang tengah gelap mata batinnya, bukankah menjadi bagian dari tugasmu untuk menjaga pandangan suamimu?
Rangkul ia kembali, sadarkan ia bahwa kamulah yang terindah yang Allah ciptakan untuknya."
Ze menarik napas dalam. Betapa ia merasa bodoh karena menyetujui keinginan Ardi untuk bercerai. Saat itu tak lain, dia merasa gengsi untuk bertahan, sedang nyata Ardi tak mencintainya.
Padahal rasa cinta untuk Ardi masihlah begitu besar, bukan bercerai yang dia inginkan tapi bersama sama maut menjadi pemisah.
Ze terdiam merenung. Kata-kata yang disampaikan Ustadzah Anna tersebut sangat menenangkan gundah di hatinya. Hanya saja keadaan yang terjadi pada kehidupannya sungguh berbeda. Ya sangat berbeda.
Pernikahannya dan Ardi kini telah berakhir. Dan jelas tak ada yang bisa dikembalikan. Ardi sangat mencintai Seruni. Jadi yang terbaik ya memang mereka harus bersatu.
Dua sisi pemahaman yang kini memenuhi benak, dimanakah dia harus berpijak. Ikhlas pada apa yang sudah terjadi atau berubaha mengembalikan semua walau belum tentu jaminannya ia dan Ardi akan bersama?
*
Sementara di rumah, Ardi melangkah lebih jauh hingga sampai di dapur. Ia membuka tutup saji dan tidak mendapati satu makanan pun di tempat itu. Lelaki itu menghela napas. Lalu berjalan kembali ke dalam rumah.
Ardi memutuskan untuk keluar, makan setelah itu langsung menuju sekolah. Saat berlalu di depan kamar Ze, dia menatap sejenak.
Sedang apa dia, ya? Kenapa sepi sekali.
Karena penasaran akhirnya Ardi memutuskan untuk mengecek melalui celah pintu. Dia berjalan perlahan lalu bersujud dan menatap jauh ke dalam sana. Tidak ada kaki yang lalu.
Apa Ze sudah tidur? Ah, biarlah. Bukankah kami sudah bercerai, apapun yang dia lakukan, kini bukan lagi urusanku.
Ardi akhirnya mengabaikan rasa penasarannya dan berjalan ke kamar. Mengambil perlengkapan presentasi dan berlalu ke luar rumah. Ia sempat menatap sepatu yang biasa digunakan Ze.
Seharusnya ada di sini? Kenapa nggak ada?
Ia segera menatap motor milik Ze. Juga sudah tidak ada.
Jadi dia sudah pergi? Kenapa aku tak menyadari?
Ardi membuang napas panjang, lelaki itu lanjut masuk ke mobil. Ia singkirkan bayang Ze dan mencoba melambungkan ingatan pada Seruni, lalu meraih ponsel dan mencoba menelpon wanita itu.
Nomor yang anda tuju sedang diluar jangkauan.
"Kemana dia, kenapa sedari tadi ponselnya tidak aktif?"
Masih dengan gundah jiwa, Ardi berhenti di salah satu rumah makan lalu memesan makanan. Kini jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Ardi memutuskan untuk langsung berangkat ke sekolah.
*
Acara presentasi kepada seluruh guru telah selesai diadakan. Ardi memilih langsung pamit. Ia mencoba menelpon kembali ke nomor Seruni. Kali ini masuk tapi yang terdengar di seberang adalah suara lelaki.
"Hallo."
"Siapa kau?"
"Aku Ardi."
"Oo, jadi kamu Ardi. Kuperingatkan untuk tidak mendekati Seruni. Aku akan merujuknya."
"Mana Seruni?"
"Ada padaku. Kau tidak perlu khawatir. Dengarkan ucapanku baik-baik, jauhi Seruni! Aku akan segera merujuknya. Jika kau tak indahkan, jangan menyesal aku akan membuat hidupmu hancur!"
Tut.
"Hallo. Hallo."
Ardi membuang napas, perasaannya tak enak. Ia takut Seruni dalam bahaya. Tanpa pikir panjang segera banting setir kembali ke Bandung.
*
Matahari semakin condong ke barat. Ze sampai di rumah setelah shalat ashar. Ia yang juga memegang kunci rumah segera memarkirkan motor di garasi.
Tak ada lagi mobil Ardi, Ze membuang napas berat.
Mengabaikan rasa sakit di dada, Ze ke kamar mengganti pakaian lalu ke dapur. Niatnya tadi untuk tidak masak kini berubah. Dia memilih opsi pertama.
Opsi yang disampaikan Ustadzah Anna sebelum ia pulang kajian tadi sore.
"Masa Iddah ialah waktu menunggu. Yaitu sebuah masa di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau karena dicerai ketika suaminya hidup, untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain.
Ada beberapa tujuan kenapa Allah mensyariatkan masa Iddah, antara lain: memberikan kesempatan kepada suami dan isteri yang telah bercerai untuk melihat adanya potensi bisa rujuk kembali, untuk mengetahui apakah ada kehamilan yang dialami oleh isteri, sehingga jelas siapa ayah dari anak yang dikandungnya dan apabila perceraian tersebut terjadi karena kematian seorang suami, maka masa iddah ini bertujuan agar seorang isteri merasakan juga kesedihan yang dialami oleh keluarga yang ditinggalkan.
Jadi dalam hal ini sudah tepat Mbak Ze masih tetap di rumah suami. Jadi kemungkinan untuk kembali lebih besar. Sepertinya saat ini suami Mbak sedang tersesat pada masa lalunya yang beliau rasa paling indah. Semua sebab beliau belum tahu dan tidak mau membuka hati. Saya yakin beliau hanya butuh nasehat dan pemahaman agama yang lebih kuat, Mbak."
Percakapan ini membekas di hati Ze. Pandangannya tentang perceraian mulai berubah.
Ze mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak dari dalam kulkas. Ada ayam, kangkung, terong dan mentimun, serta terasi. Dia berniat membuatkan suaminya ayam geprek bumbu terasi, kangkung tumis, serta tempe dan tahu bumbu.
Dengan sabar dan telaten Ze mengerjakan semuanya. Tepat sebelum azan magrib menggema, ia telah selesai meletakkan semuanya di atas meja.
Wanita itu masih menanti, ia mengecek ke pintu masuk. Dan mendapati Ardi belum juga pulang. Meski kecewa tapi ia berhasil membesarkan hatinya.
Ze memutuskan untuk melaksanakan shalat magrib seorang diri. Jam terus bergulir, kini sudah menunjukkan pukul sembilan. Ardi belum juga tampak batang hidungnya.
Akhirnya dia memutuskan untuk makan terlebih dahulu.
Usai makan, Ze mendapati ponselnya berdering. Wanita itu segera memeriksa, ternyata itu adalah panggilan dari Om Alex.
"Hallo, Om."
"Hallo Ze, masih di Bandung ya?"
"Nggak Om udah pulang ke Jakarta."
"Lo tapi tadi Om lihat Ardi ada di salah satu rumah makan di Bandung sama perempuan, Om kira kamu. Tapi Om nggak bisa berhenti soalnya lagi antar bos. Kalau masih di Bandung, rencana Om mau ngundang kamu sama Ardi makan siang besok di rumah."
Ze tak lagi dapat mendengar ucapan Om-nya. Hati terlebih dahulu dihujam rasa kecewa teramat dalam. Semua yang telah ia siapkan hari ini, sia-sia. Suaminya telah benar-benar jatuh ke hati wanita lain.
***
Bersambung
Terima kasih.
Utamakan baca Al-Quran.
"Apa Ardi ada di rumah Ze? Soalnya tadi Om lihat dia ada di salah satu rumah makan di Bandung sama perempuan, Om kira sama kamu. Tapi Om nggak bisa berhenti soalnya lagi antar bos."
***
"Dalam agama Islam, pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.
Pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah tangga saja. Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat muslim. Salah satu diantaranya adalah membentengi diri dan menundukkan pandangan.
Pernikahan merupakan ibadah yang bertujuan untuk menjaga kehormatan diri dan terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Menikah juga dapat membuat kita lebih mudah untuk menundukkan pandangan sehingga lebih mudah terhindar dari zina. Sebagaimana yang tersebut dalam sebuah hadist,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).""Lalu bagaimana Ustadzah, jika kita mendapati suami masih saja merindukan perempuan masa lalunya? Bertahun-tahun hidup dengan kita, ternyata dia masih ada rasa sama mantannya. Hati kita sakit Ustadzah, justru terpikir untuk bercerai saja. Bagaimana solusinya? Syukran atas jawabannya."
Sebuah pertanyaan dari salah satu jamaah membuat pikiran Ze berantakan. Mengapa bisa sama seperti kisahnya? Yang mana suami tega menceraikan karena sangat ingin kembali pada wanita masa lalu?
Ze masih menyimak dengan debar di dada yang tak biasa.
"Cinta jika didasari karena nafsu memang rasanya pasti amat sangat indah dan menggebu. Padahal yang seperti itu karena syaitan senantiasa membisikkan kata-kata mujarabnya agar manusia yang tadinya suci dan terjaga karena ada dalam ikatan pernikahan, mau melakukan keharaman dan bahkan nauzubillah memutuskan untuk bercerai hanya karena ingin kembali pada wanita masa lalunya. Padahal setelah bercerai dan bersama dengan pilihan kedua ity, belum tentu niatnya diawal tadi bisa terlaksana dengan mudah. Jika pun bisa terlaksana, bisa jadi rumah tangganya tidak semulus yang dibayangkan.
Cinta yang indah dan sejati itu adalah cinta yang terbangun serta sudah mendapat sertifikat halal.
Selain daripada itu, sifatnya hanya sementara. Sebab itulah ada anjuran jika seorang suami mendapati hatinya dipenuhi syahwat, dekatilah istrimu. Dia adalah ladang tempat kamu bercocok tanam. Gaulilah mereka karena di sana ada banyak pahala yang disediakan Allah.
Penting untuk diingat bersama bahwa setelah menikah, buang jauh masa lalu. Itu hanya sepenggal kisah yang tak butuh ruang untuk diingat. Karena ingatan itulah yang akan melempar anda untuk kembali ingin menggenggamnya.
Dan bagi istri, tetaplah berjuang untuk mempertahankan rumah tanggamu. Sadarkan ia yang tengah gelap mata batinnya, bukankah menjadi bagian dari tugasmu untuk menjaga pandangan suamimu?
Rangkul ia kembali, sadarkan ia bahwa kamulah yang terindah yang Allah ciptakan untuknya."
Ze menarik napas dalam. Betapa ia merasa bodoh karena menyetujui keinginan Ardi untuk bercerai. Saat itu tak lain, dia merasa gengsi untuk bertahan, sedang nyata Ardi tak mencintainya.
Padahal rasa cinta untuk Ardi masihlah begitu besar, bukan bercerai yang dia inginkan tapi bersama sama maut menjadi pemisah.
Ze terdiam merenung. Kata-kata yang disampaikan Ustadzah Anna tersebut sangat menenangkan gundah di hatinya. Hanya saja keadaan yang terjadi pada kehidupannya sungguh berbeda. Ya sangat berbeda.
Pernikahannya dan Ardi kini telah berakhir. Dan jelas tak ada yang bisa dikembalikan. Ardi sangat mencintai Seruni. Jadi yang terbaik ya memang mereka harus bersatu.
Dua sisi pemahaman yang kini memenuhi benak, dimanakah dia harus berpijak. Ikhlas pada apa yang sudah terjadi atau berubaha mengembalikan semua walau belum tentu jaminannya ia dan Ardi akan bersama?
*
Sementara di rumah, Ardi melangkah lebih jauh hingga sampai di dapur. Ia membuka tutup saji dan tidak mendapati satu makanan pun di tempat itu. Lelaki itu menghela napas. Lalu berjalan kembali ke dalam rumah.
Ardi memutuskan untuk keluar, makan setelah itu langsung menuju sekolah. Saat berlalu di depan kamar Ze, dia menatap sejenak.
Sedang apa dia, ya? Kenapa sepi sekali.Karena penasaran akhirnya Ardi memutuskan untuk mengecek melalui celah pintu. Dia berjalan perlahan lalu bersujud dan menatap jauh ke dalam sana. Tidak ada kaki yang lalu.
Apa Ze sudah tidur? Ah, biarlah. Bukankah kami sudah bercerai, apapun yang dia lakukan, kini bukan lagi urusanku.
Ardi akhirnya mengabaikan rasa penasarannya dan berjalan ke kamar. Mengambil perlengkapan presentasi dan berlalu ke luar rumah. Ia sempat menatap sepatu yang biasa digunakan Ze.
Seharusnya ada di sini? Kenapa nggak ada?
Ia segera menatap motor milik Ze. Juga sudah tidak ada.
Jadi dia sudah pergi? Kenapa aku tak menyadari?
Ardi membuang napas panjang, lelaki itu lanjut masuk ke mobil. Ia singkirkan bayang Ze dan mencoba melambungkan ingatan pada Seruni, lalu meraih ponsel dan mencoba menelpon wanita itu.
Nomor yang anda tuju sedang diluar jangkauan.
"Kemana dia, kenapa sedari tadi ponselnya tidak aktif?"
Masih dengan gundah jiwa, Ardi berhenti di salah satu rumah makan lalu memesan makanan. Kini jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Ardi memutuskan untuk langsung berangkat ke sekolah.
*
Acara presentasi kepada seluruh guru telah selesai diadakan. Ardi memilih langsung pamit. Ia mencoba menelpon kembali ke nomor Seruni. Kali ini masuk tapi yang terdengar di seberang adalah suara lelaki.
"Hallo."
"Siapa kau?"
"Aku Ardi."
"Oo, jadi kamu Ardi. Kuperingatkan untuk tidak mendekati Seruni. Aku akan merujuknya."
"Mana Seruni?"
"Ada padaku. Kau tidak perlu khawatir. Dengarkan ucapanku baik-baik, jauhi Seruni! Aku akan segera merujuknya. Jika kau tak indahkan, jangan menyesal aku akan membuat hidupmu hancur!"
Tut.
"Hallo. Hallo."
Ardi membuang napas, perasaannya tak enak. Ia takut Seruni dalam bahaya. Tanpa pikir panjang segera banting setir kembali ke Bandung.
*
Matahari semakin condong ke barat. Ze sampai di rumah setelah shalat ashar. Ia yang juga memegang kunci rumah segera memarkirkan motor di garasi.
Tak ada lagi mobil Ardi, Ze membuang napas berat.
Mengabaikan rasa sakit di dada, Ze ke kamar mengganti pakaian lalu ke dapur. Niatnya tadi untuk tidak masak kini berubah. Dia memilih opsi pertama.
Opsi yang disampaikan Ustadzah Anna sebelum ia pulang kajian tadi sore.
"Masa Iddah ialah waktu menunggu. Yaitu sebuah masa di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau karena dicerai ketika suaminya hidup, untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain.
Ada beberapa tujuan kenapa Allah mensyariatkan masa Iddah, antara lain: memberikan kesempatan kepada suami dan isteri yang telah bercerai untuk melihat adanya potensi bisa rujuk kembali, untuk mengetahui apakah ada kehamilan yang dialami oleh isteri, sehingga jelas siapa ayah dari anak yang dikandungnya dan apabila perceraian tersebut terjadi karena kematian seorang suami, maka masa iddah ini bertujuan agar seorang isteri merasakan juga kesedihan yang dialami oleh keluarga yang ditinggalkan.
Jadi dalam hal ini sudah tepat Mbak Ze masih tetap di rumah suami. Jadi kemungkinan untuk kembali lebih besar. Sepertinya saat ini suami Mbak sedang tersesat pada masa lalunya yang beliau rasa paling indah. Semua sebab beliau belum tahu dan tidak mau membuka hati. Saya yakin beliau hanya butuh nasehat dan pemahaman agama yang lebih kuat, Mbak."
Percakapan ini membekas di hati Ze. Pandangannya tentang perceraian mulai berubah.
Ze mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak dari dalam kulkas. Ada ayam, kangkung, terong dan mentimun, serta terasi. Dia berniat membuatkan suaminya ayam geprek bumbu terasi, kangkung tumis, serta tempe dan tahu bumbu.
Dengan sabar dan telaten Ze mengerjakan semuanya. Tepat sebelum azan magrib menggema, ia telah selesai meletakkan semuanya di atas meja.
Wanita itu masih menanti, ia mengecek ke pintu masuk. Dan mendapati Ardi belum juga pulang. Meski kecewa tapi ia berhasil membesarkan hatinya.
Ze memutuskan untuk melaksanakan shalat magrib seorang diri. Jam terus bergulir, kini sudah menunjukkan pukul sembilan. Ardi belum juga tampak batang hidungnya.
Akhirnya dia memutuskan untuk makan terlebih dahulu.
Usai makan, Ze mendapati ponselnya berdering. Wanita itu segera memeriksa, ternyata itu adalah panggilan dari Om Alex.
"Hallo, Om."
"Hallo Ze, masih di Bandung ya?"
"Nggak Om udah pulang ke Jakarta."
"Lo tapi tadi Om lihat Ardi ada di salah satu rumah makan di Bandung sama perempuan, Om kira kamu. Tapi Om nggak bisa berhenti soalnya lagi antar bos. Kalau masih di Bandung, rencana Om mau ngundang kamu sama Ardi makan siang besok di rumah."
Ze tak lagi dapat mendengar ucapan Om-nya. Hati terlebih dahulu dihujam rasa kecewa teramat dalam. Semua yang telah ia siapkan hari ini, sia-sia. Suaminya telah benar-benar jatuh ke hati wanita lain.
***
Bersambung
Terima kasih.
Utamakan baca Al-Quran.
Tidak ada ketaatan seorang istri kepada suami, melainkan telah Allah janjikan surga untuknya.***Tiga tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa kini di hidupku sudah ada buah cintaku dan Mas Han yang hari ini genap berusia dua tahun. Tak banyak yang berubah, selain kualitas bahagia yang semakin jauh biduk rumah tangga mengarungi semakin bertambah pula kadar rasanya.Aku membelalak menatap test pack bergaris dua yang subuh tadi telah kupakai ini. Antara terkejut dan bahagia, entahlah. Mungkin ini terlalu cepat, tapi dengan penuh kesadaran kuiyakan saat Mas Han membujuk untuk bersedia kembali menambah jumlah keluarga ini.Oya berbicara tentang usaha, kini suamiku dan Abi sukses merintis usaha jual beli mobil klasik. Usaha ini membuat Mas Han tidak lagi mencoba melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuannya di luaran sana. Mengingat hasil yang didapat melebihi target yang diperkirakan. Menurutku ini adalah sebuah anugerah untuk keluarga kecil kami ini yang sangat kusyukuri.Sambil menunggu M
Kedua kaki Seruni tiba-tiba kehilangan kekuatan, ia seketika terjatuh ke lantai. Bersyukur, Han dengan segera menangkap dan berhasil mendudukkan ibundanya di atas sofa."Ambilkan segelas teh hangat," pinta Ze pada ART nya."Baik, Bu."Mereka semua mendekati Seruni yang sudah ditidurkan Han di atas sofa."Maaf ya Abi, Umi. Padahal tadi di rumah, Ibu terlihat cukup sehat. Tapi kenapa tiba-tiba jadi pingsan begini, ya?" tanya Han khawatir. Ze dan Ardi terkejut bukan main mendengar ucapan Han tersebut."Dia ibu kandung kamu, Han?" tanya Ze yang masih tak percaya dengan kenyataan tersebut.Sementara Han, tanpa ada perasaan apapun seketika mengangguk yakin. Membuat Ardi dan Ze saling bertatapan."Kapan kamu menemukannya? Dan bagaimana kamu sangat yakin jika dia ibumu?"Ze kembali melempar pertanyaan."Menurut pengakuan Ibu sendiri, Mi. Tapi Han sudah mengirim sampel rambut untuk diuji DNA lagi. Supaya lebih pasti.""Hasilnya udah keluar?"Han menggeleng."Tapi kenapa kamu seyakin itu?"Ze
Seruni menatap Han yang sudah tampak rapi dan ingin memimpin shalat subuh pagi itu, sungguh rasa syukur tak henti ia langitkan kepada Rabb semesta alam. Betapa hal ini tidak terbayangkan dalam pikirannya, tapi Allah telah menjadikan semua itu nyata.Sementara di hadapan, Han menyunggingkan selarik senyum ke arah ibu dan istrinya lalu mengambil posisi di depan. Dia memang bukan lelaki dengan tingkat keimanan yang tinggi, tapi setidaknya Han pernah beberapa kali memimpin shalat saat masih duduk di bangku kuliah dahulu.Usai shalat, mereka membaca doa bersama, dilanjutkan duduk berzikir. Selesai semuanya pukul enam. Han mengajak sang ibu ke taman belakang, sementara Syarifa memilih ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Duduk di taman, Han mengajak ibundanya berbicara."Bu, pagi ini aku akan berangkat kerja. Nanti di rumah, Ibu akan ditemani Syarifa. Boleh 'kan, Bu?" tanya Han seraya memegang jemari sang ibu.Seruni menatap snag anak, entah kenapa perasaannya tidak enak."Pergilah, lakukan a
Han berlari memeluk ibundanya. Ada rasa sedih dan haru yang melebur menjadi satu, jika mengingat semenjak lahir tak pernah tahu siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.Tapi Allah Maha Baik, menampakkan semuanya meski waktu telah bergulir sedemikian lama.Kini, ia tak mau lagi kehilangan ibundanya. Setiap waktu, akan ia pergunakan untuk menggantikan semua detik yang telah berlalu. Ia benjanji untuk itu.*Setelah beberapa waktu terlalui, Seruni melerai pelukan lalu ia memerhatikan wajah sang anak dengan seksama. Wanita itu menggerakkan tangannya untuk mengusap wajah Han mulai dari rambut, alis, mata, hidung, pipi lalu membingkai wajah Han dengan kedua tangan yang tampak kotor tak terurus.Dua netra yang sedari tadi berkaca kini menumpahkan cairannya. Isak tangis menghiasi hari paling bersejarah tersebut."Sudah habis cara kuberdoa pada Allah. Tidak lain aku meminta Allah panjangkan umur agar bisa bertemu denganmu, Anakku."Hana kembali memeluk sang Ibu. Seperti halnya Serun
"Seruni?"Degup di dada Han menyentak kuat. Telah lama bahkan setelah kepindahan ke Qatar pun, ia terus mencari keberadlaan ibunya melalui seseorang yang ia percayai untuk hal itu. Tapi sampai detik ini, tak ada kabar apapun yang ia fapatkan.Dan, apa ini? Apa benar dialah wanita yang ia cari selama bertahun-tahun?"Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki?"Han kembali melempar pertanyaan untuk mematahkan tanya dalam hatinya. Sementara itu, wajah Seruni seketika tertuju Han."Kenapa kamu bertanya sangat detail tentang hidup saya? Apakah penting untukmu?""Penting Bu. Sangat penting, tolong jawab dengan jujur. Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki ke dunia ini?"Seruni yang merasa pertanyaan itu menganggu ketenangan batinnya, mencoba memaksakan diri untuk menjawab."Iya, pernah.""Apa Ibu melahirkan anak itu di penjara?"Dua netra Seruni melotot, lalu menunduk. Ia terdiam beberapa waktu."Bu."Sentuhan tangan Han di pundaknya membuat Seruni tercekat."Iya."Seruni tampak
Udah siap mandi ya, Bi?" tanya Ze pada suaminya yang baru keluar dari kamar mandi."Udah Sayang, kenapa?""Tolongin Umi bentar. Pasang kancing bagian belakang ini."Ze menunjuk punggungnya. Dia kini memakai gamis dengan model kancing di belakang."Iya, Sayang. Bentar, ya."Abi meletakkan handuk pada gantungan dan berjalan mendekati sang istri. Ia mengepaskan dua sisi baju Ze yang terbuka untuk memudahkan mengancingnya. Tapi pemandangan di depan mata, membuatnya berhenti bergerak."Kok nggak dikancing, Bi?" tanya Ze melihat suaminya tak melakukan apa yang dia pinta."Nggak, Abi cuma sedang mengagumi kemulusan kulit istri Abi ini."Ze tersenyum melihat suaminya suka sekali memuji padahal usia sudah tak lagi muda."Pandainya Abi merayu, ayo katakan Abi pengen apa?""Abi nggak sedang merayu, Sayang. Kenyataannya memang begitu."Sang suami sudah selesai memasang kancing. Dia kini memeluk sang istri dari belakang."Coba Umi lihat wajah di cermin."Pandangan mereka saling bertemu pada cermin