Mataku semakin menyipit. Menajamkan pandangan untuk memindai keberadaan sosok itu. Apa itu Mas Yusuf suamiku?
Jika iya, apa yang dilakukan tengah malam begini di dalam ruangan yang katanya adalah gudang? Apa ini ada kaitannya dengan penolakannya tadi? Jangan-jangan dia penganut ilmu hitam dan aku adalah tumbal pengantinnya?
Aku segera menyembunyikan diri dengan menarik tubuh ke kamar kembali. Melihat kenyataan sebelumnya, bahwa Mas Yusuf seolah menyembunyikan isi kamar itu dariku.
Merasa pria itu sudah masuk aku segera mendekat ke arah bilik tersebut untuk mencari tahu. Seiring langkah, perasaan curiga dan kesal karena dibohongi Mas Yusuf berkecamuk memenuhi pikiran. Berbagai prasangka berkelindan dalam benak, bersamaan langkah yang mengikis jarak antara aku dan keberadaan pria itu.
Kini aku sudah berada di ujung koridor. Mengamati pintu yang tertutup rapat di hadapan. Mataku melebar. Ada kotak kecil menempel dengan dereten angka. Pintu itu dikunci dengan pasword.
"Apa? Dipasword?" gumamku sambil menutup mulut. Hal ini jelas menambah hatiku makin penasaran. Kenapa juga dipasword sementara untuk pintu depan saja dia hanya menggunakan anak kunci.
Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan di dalam sana, Mas? Apa kamu sedang melakukan ritual pesugihan? Ngepet jaga lilin misalnya. Mengingat rumah Mas Yusuf sangat besar, megah pula.
"Ah, tidak!" Aku menggeleng menepis pikiran aneh itu.
Sebelum rasa takut menyergap dan menguasai. Dengan begitu jin akan dengan mudah mengendalikan pikiran dan membuatku dikuasai rasa takut. Aku harus mengendalikan itu sejak sekarang dan seterusnya, sebab di waktu-waktu ke depan akan sering sendirian di rumah, sementara Mas Yusuf kerja.
Jika ketakutan terhadap hal yang demikian menguasai hati dan pikiran habislah. Aku punya Allah, sebagai Penjaga dan Maha Berkehendak. Tak ada yang kuasa menyakiti kecuali atas izinnya. Bahkan makhluk halus sekalipun.
Duh, pikiranku jadi ngelantur ke mana-mana gegara membayangkan berbagai kemungkinan.
Kutempelkan telinga. Berusaha mendengar apa yang ada di dalam sana. Siapa tahu ada suara orang berbincang atau suara desahan yang mengerucutkan dugaan bahwa Mas Yusuf memang menyembunyikan seseorang di sana.
Astagfirullah! Kamu tak boleh suudzon Hanna!
Mas Yusuf adalah pria baik, dia bahkan sholat, dan mengajakku bertaubat. Mana mungkin selingkuh dari istrinya?!
Atau dia seorang psikopat? Seseorang yang punya kehidupan sendiri? Ah, ini kemungkinan terbaik. Jika benar, aku masih punya harapan hidup bahagia dengannya. Sudah banyak cerita yang kudengar dan kubaca, tokoh utama psikopat membahagiakan dan membuat baru orang yang dicintainya.
Dan jika benar demikian aku janji akan berusaha keras menyembuhkannya.
Telinga ini sudah sangat menempel. Namun, tak ada yang terdengar sama sekali. Ya, Tuhan. Kamar ini rupanya didesain kedap suara.
Kalau begini tak ada yang kudapatkan. Kecuali aku lancang membuat keributan, Mas Yusuf keluar dan akan menceritakan segalanya meski dalam keadaan marah.
Tidak Hanna! Kalian bahkan belum sehari menikah. Mana bisa kamu membuat suamimu murka hanya karena sangkaan.
Aku mendesah panjang. Tak menemukan apapun dan harus bersabar dengan kondisi ini. Lalu mengedepankan prasangka baik pada suamiku. Akhirnya aku pun memilih kembali ke kamar. Merebahkan diri dan berusaha memejamkan mata meski sulit untuk tidur.
Dalam posisi tidur miring, mataku lurus menatap jam dinding di depan sana. Sejam Mas Yusuf tak kembali, hingga dua jam dia juga tak datang. Kulafalkan istigfar setiap kali hatiku mengeluh, mendapati malam pertama yang tak seindah bayangan ini.
Aku yang terlalu lama menunggu dengan jenuh, akhirnya tertidur.
Namun, antara kenyataan dan mimpi, aku mendengar suara orang berteriak. Suara seorang wanita. Aku terbangun dalam kondisi duduk karena terkejut.
"Allohumma inni a'zubika min 'amalis syaithoni w* sayyi-atil ahlam."
Ya Allah, benarkah itu tadi mimpi? Tapi, kenapa rasanya sangat nyata?
Tak lama suara dari pintu terdengar, aku pun sontak menoleh dan kembali terkejut, rupanya itu adalah Mas Yusuf yang datang.
"Ada apa, Dik?" tanyanya yang berjalan semakin mendekat.
Bersambung
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s