Share

Lelaki yang Tak Pandai Berbohong

Namun, antara kenyataan dan mimpi, aku mendengar suara orang berteriak. Suara seorang wanita. Aku pun terbangun dalam kondisi duduk karena terkejut.

"Allohumma inni a'zubika min 'amalis syaithoni w* sayyi-atil ahlam."

Ya Allah, benarkah itu tadi mimpi? Tapi, kenapa rasanya sangat nyata?

Tak lama suara dari pintu terdengar, aku pun sontak menoleh dan kembali terkejut, rupanya itu adalah Mas Yusuf yang datang.

"Ada apa, Dik?" tanyanya yang berjalan semakin mendekat.

Napasku naik turun. Selain kaget, jujur saja ada rasa takut yang merayap memenuhi pikiran.

"Dik Hanna mimpi buruk?"

Aku menggeleng. Ini terlalu nyata unruk disebut mimpi. Meski aku sendiri tak yakin. 

"Aku gak tau, Mas. Mimpi atau nyata?"

"Mas, ke mana? Aku sendirian menunggu Mas di sini?" tanyaku, pura-pura tak tahu apa ada di mana dia sejak jam 12 malam.

Hal itu sengaja kulakukan untuk menghargainya sebagai suami. Tidak mencecar dengan pertanyaan yang menyudutkan. Itulah yang diajarkan ustazahku dulu. Menjadi seorang istri yang mengedepankan prasangka baik dan bicara yang bukan-bukan sehingga suaminya merasa disudutkan. 

Lagipula aku tak punya hak menuduh apapun sebelum menemukan bukti.

Aku akan menunggu pria yang Allah pilih sebagai jodohku itu untuk bercerita apa yang sebenarnya terjadi, atas kemauannya sendiri. Aku menunggu kejujuranmu, Mas! Dan kuharap itu bukan sesuatu mengejutkan yang menjadi sumber kehancuran rumah tangga yang baru saja kita bina.

"Em, itu ...." Suara Mas Yusuf tertahan sejenak. "Mas hanya gak bisa tidur, Dik," sambungnya. 

Gak bisa tidur? Lalu dia pergi ke kamar lain, membawa makanan dan minuman. Apa itu untuk dirinya sendiri? Apa ada studio di ruangan itu.

"Tunggu sebentar, ya." Mas Yusuf meraih minuman di nakas untuk menenangkanku.

Aku pun meminumnya. "Jadi Mas tidur di mana?" tanyaku sambil mengusap mulut yang basah setelah menenggak air putih tersebut.

"Hem?" Mas Yusuf mengangkat dua alis tebalnya ke arahku.

Kalau kamu bilang sedang di kamar yang tampak aneh itu, aku akan percaya padamu, Mas. Bisa jadi itu hanya ruang me time bagi Mas Yusuf. Namun, kalau Mas Yusuf bohong, berarti aku perlu mencari tahu, apa yang sebenarnya ada di kamar itu?

"Em. Mas tadi ke balkon. Panas, Dik." Lelaki itu bicara dengan senyum yang aneh.

Nah, kan! Dia bohong. Kentara sekali. Aku bisa membaca raut wajah seseorang sejak di Pesantren. Kala menyidak santri-santri bermasalah di asrama. pribadiku yang tegas dan berani membuatku dipilih untuk mengemban amanah mengawasi mereka. Melihat fakta dan mecocokkan ekspresi para santri saat berkata-kata.

Bahkan kalau saja aku tadi tak melihat Mas Yusuf masuk ke bilik itu, aku bisa langsung tahu pria itu tengah berbohong dan menyembunyikan sesuatu.

Tampaknya dia memang bukan laki-laki yang pandai berbohong, tapi kenapa sekarang bohong padaku? Kenapa jika memang tak siap bicara, dia bicara baik-baik meminta maaf dengan mengatakan akan menceritakan di kemudian hari saat waktunya tepat. 

Kenapa harus berbohong, Mas?

"Ke balkon? Mas kepanasan? Padahal AC nyala, apa Mas sakit?"

"Ouh, em. Ya. Sedikit." Lagi, pria itu memegangi tengkuk. Apa tidak ada ekspresi lain yang dia buat? Kenapa untuk bohong saja tidak bisa kreatif dan berinovasi, gitu?

Padahal setidaknya aku berharap dia akan mengatakan berada di ruangan itu walau tak mau jujur ada apa di sana. Dengan begitu aku masih bisa berprasangka baik. Misalnya, dia di sana karena menghindariku lantaran gugup belum bisa memberikan nafkah batin.

"Kita tidur saja yuk, Dik," ajak Mas Yusuf yang tampaknya tak tenang telah berbohong padaku.

Kamu pria yang dikenal baik, Mas. Kenapa mesti berbohong? Bagaimana caraku mendapat kejujuran tanpa harus mencecarmu?

Aku sedari tadi memperhatikan ekspresi pria itu, menarik kemeja depannya kala ia bergerak menggeser tubuh akan memposisikan diri untuk tidur. Memaksanya memberiku cinta. Mas Yusuf yang kaget mendorongku. 

"Maaf, Mas masih tidak enak badan."

Ah, rasanya malu sekali mendapat penolakan lagi. Hatiku sakit sampai air mata menggenang di pelupuk mata. Seolah dia jijik padaku, tapi apa salahku? Aku bukan wanita ternoda. Atau pun wanita dengan faras buruk rupa.

Sudahlah. Barangkali memang seharusnya aku tak meminta duluan sampai kapanpun. Itu hanya akan menyakiti hatimu sendiri. Boro-boro aku tahu semua tentang Mas Yusuf, menyentuhku saja dia enggan. 

Argh! Masa bodoh kamu mau apa, Mas! Aku tak peduli! Namun kalau sudah melewati waktunya, aku akan meminta cerai. Tak peduli seberapa besar hatiku telah jatuh cinta padamu.

Tak berapa lama dalam perasanku yang masih kesal, kudengar suara dengkuran halus dari Mas Yusuf. 

Huh! Tidurlah! Jangan pedulikan aku! Mentang-mentang tak ada dalil yang mengatakan malaikat yang melaknat suami yang menolak saat istri mengajak berhubungan, kamu pasti jadi semaumu sendiri, Mas!

Aku terus merutukinya dalam hati. Dasar laki-laki tak peka, dingin dan kejam!

___________

Subuh pun tiba ....

Mataku mengerjap kala mendengar gemericik air dari kamar mandi. Suamiku telah bangun lebih dulu ternyata. Rajin sekali dia. Kami bahkan tak melakukan apapun, tapi di subuh yang dingin begini tetap mandi.

Ini sangat berbeda dengan kebiasaanku. Meski saat di pesantren bangun sebelum subuh dan mandi di rumah, aku memilih hanya mencuci muka dan berganti pakaian yang barangkali najis untuk sholat. Ya, secara teknis aku mandi karena aturan di Pesantren. 

Pernah suatu waktu aku kesiangan bangun, langsung wudhu dan gak mandi. Begitu ada razia dari ketua asrama, aku pun ikut terciduk dan kena hukuman karena tak mandi. Hemh. Rasanya seperti wajib militer kalau ingat awal-awal mondok, berat dalam membiasakan diri, tapi menyenangkan saat mengingatnya sekarang.

Saat hendak bangun dan membuka selimut, Mas Yusuf keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Mataku memicing ke arah pria itu.

"Ada apa?" tanya Mas Yusuf yang tampaknya risih reaksiku saat melihatnya.

"Mas keramas?"

"Hah?"

Kenapa dia keramas segala? Kami bahkan tak melakukan apapun. Apa yang sebenarnya kamu perbuat di bilik itu Mas? Bermain dengan wanita lain? Atau kamu sedang melakukannya sendiri? Itu kenapa kamu tak mau menyentuhku.

Bersambung

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status