LOGINPertanyaan itu menggantung di udara, penuh beban penyesalan dan harapan yang memaksa Naomi untuk memilih. Jawaban Naomi sudah jelas. Sudah sangat terlambat di usia mereka yang sudah dewasa. Pengharapan mamanya yang sia-sia.
***
Malam minggu, Naomi sudah siap-siap berdandan karena ada makan malam keluarga. Dia tidak mengajak Leon karena dia harus mengunjungi keluarganya juga. Jadi, tidak ada menghabiskan waktu bersama.
Naomi menunggu di halte depan apartemen. Begitu sebuah mobil mendekat, dia tidak ragu untuk membuka pintu dan masuk. Tentu saja karena dia sudah janjian dengan orang tersebut. Kakaknya, Vino.
Mobil mereka tampak melaju menerjang hiruk pikuknya malam keramat untuk muda-mudi. Sampai akhirnya mobil mereka masuk ke halaman rumah yang cukup luas. Sudah lama sekali mereka tidak masuk ke rumah itu. Yah, mungkin setahun sekali seperti ini.
Naomi dan Vino masuk ke dalam rumah. Naomi menyapukan seluruh pandangan ke tiap ruangan yang dia lewati.
Pertanyaan itu menggantung di udara, penuh beban penyesalan dan harapan yang memaksa Naomi untuk memilih. Jawaban Naomi sudah jelas. Sudah sangat terlambat di usia mereka yang sudah dewasa. Pengharapan mamanya yang sia-sia.***Malam minggu, Naomi sudah siap-siap berdandan karena ada makan malam keluarga. Dia tidak mengajak Leon karena dia harus mengunjungi keluarganya juga. Jadi, tidak ada menghabiskan waktu bersama.Naomi menunggu di halte depan apartemen. Begitu sebuah mobil mendekat, dia tidak ragu untuk membuka pintu dan masuk. Tentu saja karena dia sudah janjian dengan orang tersebut. Kakaknya, Vino.Mobil mereka tampak melaju menerjang hiruk pikuknya malam keramat untuk muda-mudi. Sampai akhirnya mobil mereka masuk ke halaman rumah yang cukup luas. Sudah lama sekali mereka tidak masuk ke rumah itu. Yah, mungkin setahun sekali seperti ini.Naomi dan Vino masuk ke dalam rumah. Naomi menyapukan seluruh pandangan ke tiap ruangan yang dia lewati.
“Seseorang yang aku kenal,” jawab Naomi, nadanya dibuat seringan mungkin. “Kebetulan dia ada urusan di kantor, jadi kami bicara sebentar.”Ia segera mengalihkan topik, cepat, dan tanpa jeda. “Mau makan di mana kita? Aku sudah lapar.”Leon menatapnya sejenak, tatapan itu seolah mengukur kebenaran dari setiap kata, sebelum akhirnya mengendur. Ia terkekeh pelan. “Kamu mengenal banyak orang, ya?”Tawa Leon seharusnya menenangkan, tetapi justru membuat perut Naomi terasa mual. Ia tahu Leon hanya bercanda, tetapi ia merasa seperti penipu. Senyum tipis yang ia pasang di wajahnya terasa dingin dan kaku, sebuah upaya keras untuk menyembunyikan kegelisahan yang terjadi.Leon tidak boleh tahu. Belum. Pintu menuju masa lalu dan kerumitan keluarganya adalah babak yang belum siap ia buka untuk siapa pun, terutama untuk Leon. Ia hanya bisa berdoa semoga Leon tidak bertanya lebih jauh.Keesokan harinya, tepat setelah
"Itu karena aku mencintaimu." Suara Mareeq terdengar serak dan putus asa.Itu bukan penjelasan. Itu adalah ratapan. Pengakuan itu bukan lagi rahasia terpendam, melainkan kesakitan yang terbuka. Naomi terdiam. Dia tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Bahkan untuk menoleh pada Mareeq dia tidak bisa."Aku bingung harus bagaimana. Aku tidak boleh mencintaimu. Aku berusaha tidak memikirkanmu dengan menjauhimu. Tapi aku tidak sanggup untuk tidak melihatmu. Itu mengapa sikapku membingungkanmu. Karena aku pun bingung harus bersikap bagaimana." terang Mareeq.Mareeq berhenti bicara. Dia telah menelanjangi dirinya sepenuhnya. Dia mengakui bahwa kebingungannya adalah sumber penderitaan mereka.Naomi berbalik dan memandangi pria itu. Dia telah mengatakan semua perasaannya. Mengapa dia melakukan itu. Naomi sendiri tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya bersambut tapi keadaan tidak mengizinkan."Seperti yang pernah kita sepakati. Kamu memiliki keluarga dan ak
Naomi berjalan kembali ke mejanya, dengan rasa bersalah yang menusuk. Dia menyadari bahwa semakin Mareeq peduli padanya semakin keras ia akan menghukum dirinya dengan jarak yang kejam. Apa yang harus Naomi lakukan?Begitu melihat Naomi, Flora langsung menyeretnya untuk melihat pengumuman."Gathering diundur di minggu kedua" Ucap Flora.Naomi pun tersentak terkejut dan bergegas melihat pengumuman. Oh benar. Jadwal ditukar dengan tim Leon. Siapa yang menukarnya? Naomi sangat penasaran.***Naomi pergi ke ruangan personalia dan HRD. Naomi berencana konsultasi dengan mereka untuk mempertimbangkan resign atau mutasi lagi. Pihak personalia ingin mendengarkan alasan Naomi untuk memberikan saran.Mereka mengatakan bahwa mereka sudah banyak mendengar tentang Naomi di kantor ataupun tentang pekerjaannya. Mereka tidak ingin melepas orang seperti Naomi. Naomi tentu saja tidak mengatakan bahwa alasananya adalah masalah pribadi.N
Naomi jadi bingung. Matcha itu selalu ada di tempat persediaan. Jika itu punya seseorang pasti akan diberi nama dan sudah pasti diletakkan di laci khusus yang sudah disediakan.Naomi pun memilih membuat latte. Dia tidak ingin ternyata selama ini dia meminum milik orang lain. Dia kembali ke meja kerja dan bertanya pada Flora."Kamu tahu matcha yang selalu ada di pantry?""Ya. Kamu sering meminumnya." Jawab Flora yang masih sibuk dengan komputernya."Itu bukan disediakan oleh kantor. Kamu tahu milik siapa itu?"Flora nampak terkejut juga mendengarnya. Dia memandang ke Naomi. "Aku pikir itu milik kantor karena selalu direfill begitu habis""Itu dia. Aku baru tahu itu."Claudia terlihat keluar dari ruangan Mareeq. Lalu menghampiri Naomi."Naomi, untuk proyek produk baru. Bisakah kamu membuat presentasi rancangan perencanaan anggaran? Kita akan presentasi lusa. Tolong update sesuai harga bahan sek
"Naomi," Lanjut Rahaal.Naomi sedikit terkejut. Baru kali ini Rahaal menyebut namanya. Dia menyebut dengan intonasi lembut. Mungkin sebenarnya terdengar biasa saja, tapi bagi Naomi yang baru kali ini mendengar terasa aneh.Naomi memandang ke Rahaal. Dia ingin tahu dengan wajah seperti apa dia menyebut namanya. Tatapan Rahaal sangat tajam padanya, tanpa berkedip."Pikirkan baik-baik dan jangan membuat keputusan karena seseorang. Masa depanmu kamu yang menentukan.""Aku mengerti.""Sampai saat ini aku masih memilih untuk tinggal." Jawab Rahaal memberikan informasi apa yang dia pilih.Naomi mengartikan kalimat ini dengan sangat jelas. Dia tidak ingin Naomi mengikuti Mareeq. Atau mungkin tepatnya dia tidak ingin Naomi mengikuti mereka. Claudia mengatakan ini keinginan mereka berdua. Tapi, Rahaal mengatakan akan tetap tinggal. Entah siapa yang harus Naomi percaya.Di jam pulang kantor, Naomi melihat ke pengumuman mutasi. Rahaal masih belum







