Home / Romansa / Bintang Kesayangan CEO Tampan / Bab 3 Harapan Selalu Ada

Share

Bab 3 Harapan Selalu Ada

Author: Namaria
last update Last Updated: 2025-04-23 16:34:15

Sementara itu....

"Dari mana saja kamu, kenapa baru datang, Gala?"

"Maaf Kak, tadi aku ada urusan penting." Galaksi menjawab sembari cengar-cengir.

"Urusan penting apa? Palingan juga kamu tidur di atas seperti biasanya."

Galaksi tersenyum kikuk seraya menggaruk kepala bagian belakang. "Ini, bukti yang Kakak inginkan."

Tak lupa, ia meletakkan beberapa foto di meja.

Gallen pun tersenyum miring sambil melihat foto-foto tersebut. "Bagus, tidak sia-sia aku nyuruh kamu."

"Karena aku sudah melakukan pekerjaan dengan baik, boleh aku meminta sesuatu?" pinta Galaksi dengan senyuman.

Gallen menaikkan sebelah alisnya, ia curiga dengan permintaan adiknya itu.

"Katakan," jelas Gallen penasaran. Karena adiknya itu selalu meminta yang aneh-aneh.

Tok...Tok...Tok…!

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian kedua kakak beradik itu. .

"Ini Bos, berkas yang Anda minta," ucap Hamal Eris, asisten Gallen, sembari meletakkan beberapa dokumen yang dibalas anggukan olehnya.

"Tadi, kamu minta apa?" Gallen kembali menanyakan permintaan adiknya.

"Kakak minta aku untuk tidak main-main, kan?"

"Lalu?"

"Aku sudah mendapat pekerjaan."

Gallen yang tengah memeriksa berkas langsung mengangkat kepalanya menatap wajah adiknya dengan sorot mata tajam. "Pekerjaan, apa?"

"Menjadi manager artis," sahut Galaksi percaya diri.

Gallen tertawa keras seolah tak percaya dengan kalimat yang diucapkan adiknya itu.

Galaksi yang biasa main-main, dengan wajah serius mengatakan ingin menjadi manager artis?

"Siapa artis bodoh yang menjadikanmu seorang manager?"

"Kakak tahu Titania Selin?"

Deg!

"Titania Selin?" Gallen mengulang nama artis yang disebut Galaksi.

"Itu Bos, Dewi Titan. Artis yang sekarang sudah tidak laku lagi di industri hiburan karena skandal perselingkuhan dan pacaran settingan," Hamal menjelaskan karena mengira atasannya itu tak tahu.

"Akh...artis kontroversial itu," ujar Gallen, mengulangi.

"Benar," sahut Hamal.

"Semenjak skandalnya mencuat ke publik Dewi Titan menghilang bak ditelan bumi. Tapi, ada rumor yang mengatakan kalau sebenarnya, ia dijadikan tumbal oleh managementnya sendiri," lanjut Hamal kemudian.

"Rumor tentang pacaran settingan kemungkinan, sengaja dibuat management yang menaungi Dewi Titan. Karena lawan mainnya saat itu adalah artis pendatang baru. Setelah rumor itu mencuat artis pendatang baru yang bernama Rigel Adrian langsung naik daun," jelas Galaksi.

"Bahkan manager yang dulu bekerja dengan Dewi Titan, kini menjadi manager Rigel Adrian," lanjut Hamal.

"Apa kamu yakin mau menjadi manager artis yang punya banyak skandal itu?" Gallen bertanya pada Galaksi untuk memastikan.

Galaksi mengangguk cepat, "Tadi, aku bertemu Dewi Titan di atas, sepertinya dia mau bunuh diri. Untung saja aku bisa mencegahnya."

Gallen terkejut.

Bunuh diri?

Apa ini ada hubungannya dengan kejadian di hotel itu?

Satu tangan pria itu mengepal kuat.

Di sisi lain, Hamal berteriak panik, "Apa? Dewi Titan ku mau bunuh diri?!"

"Kenapa kamu juga memanggilnya Dewi Titan ku?" tanya Galaksi bingung.

"Aku salah satu penggemar Dewi Titan, terlepas dari semua skandal yang terjadi padanya, aktingnya selalu sempurna, dan yang paling aku suka adalah dia satu-satunya artis yang punya prinsip. Tidak mau beradegan ciuman dan ranjang dengan lawan mainnya," balas Hamal dengan mata berbinar terang.

Mendengar itu, Gallen semakin gugup.

Untungnya, kedua pria di depannya tak sadar dan justru berpelukan heboh.

"Selamat datang di klub pecinta Dewi Titan!"

“Tentu saja! Dewi Titan terbaik!”

Gallen sontak menggelengkan kepala. "Kalian berdua sudah tidak waras," cibirnya.

"Jadi... permintaanmu itu apa?" Sudah tiga kali Gallen menanyakan ini pada Galaksi.

Sekali lagi, dia harus dapat piring cantik!

"Begini, Kak." Wajah Galaksi berubah serius. "Kakak menjadi investor dalam projek film yang disutradarai oleh Orion Dewangga, kan?"

"Iya, terus?"

"Bisakah Kakak meminta Orion Dewangga memberikan peran pada Dewi Titan dalam film tersebut." Dengan wajah memelas, Galaksi memohon.

"Tidak!" Gallen menanggapi cepat tanpa berpikir.

"Ayolah Kak, ini pekerjaan pertamaku. Aku juga sudah berjanji pada Dewi Titan untuk memberinya pekerjaan. Apa Kakak tega membuatku malu di hadapan Dewi Titan," mohon Galaksi.

"Itu bukan urusanku," balas Gallen tak peduli.

"Bos, tolong bantu Mas Galaksi. Ini pekerjaan pertamanya. Bukankah anda sering menyuruhnya untuk bekerja," Hamal pun ikut memohon.

"Aish... kalian berdua benar-benar," Gallen menggantung kalimatnya, pria itu bahkan sampai memijit pelipisnya karena pusing dengan permintaan adik dan asistennya itu.

"Aku sudah membantu Kakak mengambil foto itu, apa Kakak tidak mau membalasnya? Lain kali kalau Kakak menyuruhku melakukan itu lagi, aku akan menolak," tegas Galaksi seolah sedang mengancam Gallen.

"Oh... sekarang kamu sudah pandai mengancam!" Gallen melotot.

"Hamal, apa menurutmu ini sebuah ancaman?" bisik Galaksi pada Hamal yang berdiri di sampingnya.

"Sepertinya begitu, Mas," balas Hamal.

Gallen menghela napas pelan, kemudian bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri adik dan asistennya sambil berkata, "Apa kalian tidak bisa berbicara lebih pelan lagi?"

Galaksi dan Hamal sontak tertawa keras.

"Baik, Kakak akan bantu kamu. Tapi..."

"Tapi, apa Kak?" Galaksi menyambar cepat.

"Kakak tidak yakin, Orion akan memberi peran pada Titan. Kamu tahu sendiri kan, sifat Orion?"

"Kalau begitu, Kakak batalkan saja menjadi investor di projek filmnya itu."

Gallen menyentil kening Galaksi sampai adiknya itu merintih kesakitan. "Aduh Kak, sakit!"

Bisa-bisanya adiknya itu seenak jidat ingin membatalkan investasinya?!

*****

Di sisi lain, Titan menceritakan semuanya pada Giselle tentang apa yang terjadi dengannya, termasuk bertemu dengan Galaksi yang menawarkan diri menjadi managernya.

"Kenapa Mba Titan percaya begitu saja," ujar Giselle heran.

Inilah sifat Titan yang tak disukainya! Dia sebenarnya terlalu mudah percaya dengan orang.

"Sepertinya, aku kena hipnotis," balas Titan tertawa.

"Ih... Mba Titan, jangan bercanda deh. Kita tuh lagi membahas masalah serius!" Giselle menyilangkan tangannya di dada.

"Begini saja, Galaksi bilang akan menghubungiku dalam dua hari. Kita lihat, apa dia benar-benar akan menghubungiku atau tidak," tutur Titan.

Giselle makin tak percaya dengan manager baru yang namanya Galaksi itu!

Sayangnya, tidak ada panggilan dari Galaksi.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan Titan mulai pasrah.

Salahnya juga, karena langsung percaya dengan perkataan Galaksi.

Sambil menghela napas pelan, Titan turun dari ranjang dan berjalan ke ruang depan meninggalkan ponselnya di kasur.

Namun baru selangkah keluar dari pintu kamar, tiba-tiba ponselnya berdering.

Di layar ponselnya, terpampang nama Galaksi!

"Halo," sapa Titan.

"Oh... akhirnya kamu menjawab juga," tutur Galaksi senang.

"Bagaimana kabarmu? Kamu tidak jadi bunuh diri, kan?" lanjut Galaksi kemudian.

"Kalau aku jadi bunuh diri, bukan aku yang mengangkat panggilanmu," terang Titan ketus membuat Galaksi terkekeh.

"Aku tidak suka basa-basi jadi, lebih baik kamu katakan saja, kabar apa yang akan kamu berikan padaku?" lanjut Titan.

Terdengar suara tawa dari seberang. "Aku sudah mendapatkan peran untukmu dalam sebuah projek film, tapi..." Galaksi menggantung kalimatnya.

"Tapi, apa?" sambar Titan cepat.

"Tapi, aku hanya bisa mendapatkan peran kecil untukmu. Apa, itu tidak masalah?" Galaksi merasa tak enak pada Titan.

"Kamu pikir, waktu pertama kali aku terjun di dunia akting, aku langsung mendapatkan peran utama," ujar Titan.

"Aku sadar, sekarang aku bukan Titan yang dulu. Orang akan memandangku sebelah mata, apalagi sudah cukup lama aku tidak berakting, sepertinya, orang yang memberiku peran hanya merasa kasihan saja," tambah artis itu.

"Hei, jangan bicara seperti itu," Galaksi berusaha menyemangati.

"Siapa orang yang kasihan padaku sampai memberiku peran dalam projek filmnya?" tanya Titan ingin tahu.

"Sutradara Orion Dewangga!" sahut Galaksi.

Titan jelas terkejut.

Orion Dewangga bukanlah orang yang mudah memberikan peran pada seorang artis.

Ia harus menyeleksinya dengan ketat.

Sekarang dirinya malah mendapatkan peran dalam projek film yang disutradarai oleh Orion Dewangga?

"Siapa Galaksi sebenarnya?" pikir Titan curiga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 150 Extra Chapter Masa Lalu Gallen

    Musim gugur di Inggris selalu membuat langit tampak lebih kelabu dari biasanya. Gallen Alpha Pratama duduk di bangku taman dekat asrama sekolah internasionalnya, mengenakan seragam lengkap, dengan mantel abu-abu tua melapisi tubuh tingginya yang masih tampak kurus saat itu. Ia memandangi jam tangan di pergelangan kirinya. Bukan untuk melihat waktu, tapi karena jam itu adalah satu-satunya kenangan yang tersisa—hadiah dari seorang anak perempuan kecil dengan suara cempreng dan senyum paling cerah yang pernah ia kenal: Titan. "Kalau kamu merasa sendirian, lihat jam ini ya. Aku di sini. Menunggumu pulang." Namun waktu justru membuat semuanya kabur. Bertahun-tahun berlalu tanpa satu pun kabar dari Titan. Surat-surat yang ia kirim tak pernah dijawab. Bahkan Kakek Pratama memintanya untuk fokus sekolah dan melupakan masa kecilnya di Indonesia. "Gallen, kalau kamu ingin jadi pewaris yang kuat, kamu harus belajar berdiri sendiri. Perasaan bisa jadi beban." – itulah kata-kata kakeknya.

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 149 Epilog: Cinta yang Menang

    Rooftop gedung Alpha Star Entertainment berubah jadi tempat makan malam romantis paling indah. Meja panjang tertata rapi dengan taplak putih bersih, piring-piring porselen, lilin kecil yang menyala lembut, dan lampu-lampu gantung seperti bintang-bintang jatuh di atas kepala mereka. Malam itu terasa hangat meski angin pelan berembus dari sisi bangunan. Di sana hadir semua orang terdekat yang sudah menjadi bagian dari perjalanan Titan dan Gallen: Starla dengan senyum cerianya, Vega duduk anggun penuh kasih, Kakek Pratama tampak jauh lebih tenang, Galaksi, Hamal, Rigel, Orion, dan Giselle menebar tawa dengan candaan kecil mereka. Dan tentu saja, Gallen dan Titan duduk berdampingan. Semua larut dalam kebahagiaan dan obrolan. Mereka mengenang masa lalu dengan tawa—meski beberapa kisah dulu penuh luka, malam ini tak ada yang mengingatnya dengan sedih. Hingga saat jam menunjukkan tengah malam, Titan bangkit dari kursinya. Lampu-lampu gantung diredupkan pelan, menyisakan cahaya ha

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 148 Setelah Badai

    Balkon Apartemen Titan Udara sore menyusup pelan di antara sela-sela balkon. Angin menggerakkan tirai ringan dan menyibakkan helai rambut Titan. Ia duduk bersila di depan Gallen yang diam di kursi rodanya, membiarkan Titan memegang wajahnya dengan lembut. "Bulu-bulu ini sudah seperti ilalang, Gallen. Kamu bukan serigala, kan?" canda Titan, sembari mengusap dagu Gallen yang mulai bersemak. Gallen tersenyum kecil. "Kalau serigala sepertiku, kamu mau tetap pelihara?" "Kalau serigalanya hanya melolong padaku, mungkin." Titan mulai mengoleskan krim cukur, lalu perlahan membersihkan wajah Gallen. Setelah itu, Titan menyisir rambut Gallen dan mulai memotongnya dengan hati-hati. "Kenapa kamu tidak mengurus diri sendiri?" tanyanya pelan. "Gallen yang aku kenal selalu tampil bersih dan rapi." Gallen menunduk. "Karena tidak ada kamu." Keheningan menyelip masuk sejenak. "Bagaimana dengan fisioterapi?" tanya Titan kemudian. Gallen terdiam. Ia tahu jawabannya tak akan membuat Ti

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 147 Tamu Berpakaian Hitam

    Orion berdiri di tengah ballroom megah yang sudah disulap menjadi panggung pertunangan impian. Lampu kristal menggantung, bunga mawar putih dan merah tertata indah di sepanjang jalan masuk. Para tamu berdatangan dengan senyuman, tak menyadari bahwa semua ini hanya sandiwara… dengan penonton utama yang belum tiba. Titan berdiri di belakang panggung bersama Rigel dan Orion. Gaun putih berpotongan elegan melekat indah di tubuhnya, senyumnya tenang… tapi matanya penuh waspada. "Dia akan datang," ucap Titan lirih. Rigel menoleh, memastikan tak ada yang mendengar. "Kamu yakin?" Titan hanya mengangguk. Sementara itu… Sebuah mobil hitam berhenti beberapa meter dari venue. Hamal keluar terlebih dahulu, lalu membuka pintu belakang. Dari sana, Gallen muncul—berpakaian serba hitam. Setelan rapi, tanpa dasi. Sepasang sarung tangan kulit membungkus tangannya. Wajahnya tajam dan penuh tekad, tapi sorot matanya menyimpan luka yang dalam. Di tangannya, sebuah kotak kecil berwarna biru tu

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 146 Kamu Harus Melihat Sendiri

    Lorong apartemen Titan lengang. Hanya suara langkah kaki Hamal yang terdengar, cepat namun tetap terjaga. Di tikungan menuju unit Titan, ia berpapasan dengan seseorang. "Eh? Mas Hamal?" suara familiar terdengar. Giselle. "Oh… Giselle," Hamal menyunggingkan senyum kecil. "Dewi Titan ada di dalam?" "Ada," jawabnya. Ada yang penting?" "Sedikit. Terima kasih, Giselle." Setelah Giselle berlalu, Hamal mengatur napasnya. Ia mengepalkan tangan lalu menekan bel apartemen. Tak lama, Titan membukakan pintu. Matanya terkejut, namun tak menunjukkan emosi berlebihan. "Hamal?" "Boleh aku masuk, Dewi Titan?" Titan mempersilakan. Di ruang tamu yang tenang, mereka duduk saling berhadapan. Titan menatap lurus ke arah Hamal. "Ada apa? Tumben kamu datang ke sini?" tanya Titan penuh selidik. Hamal menggeleng perlahan. "Ada hal penting. Aku hanya ingin memberitahu sesuatu padamu." Wajah Hamal tampak serius. Titan diam. Hamal pun melanjutkan. "Aku tahu kamu mengikuti mobil itu... saat

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 145 Dewi Titan Menyusun Skakmat

    Di ruang belakang kantor produksi Orion, Titan duduk di sofa coklat tua dengan tangan bersedekap. Di depannya, Orion berdiri menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. Kalimat terakhir Titan membuatnya tercekat. "Kamu bilang... Gallen masih hidup?" Orion hampir menjatuhkan mug kopinya. Titan mengangguk pelan. "Dan dia sekarang… lumpuh?" suaranya nyaris berbisik. Titan mengangguk lagi, kali ini dengan sorot mata penuh luka. "Aku melihatnya sendiri. Kursi roda, tubuhnya lebih kurus, dan dia bersembunyi di rumah Kakek Pratama." Sebelum Orion bisa berkata apa-apa, suara pintu terbuka tiba-tiba. Galaksi masuk tanpa rasa bersalah, seperti biasa. "Aku dengar Kak Gallen masih hidup dan lumpuh??!!" serunya pura-pura kaget. Tatapan Titan dan Orion langsung tertuju padanya. "Kamu nguping!" tuduh Titan. "Eh, bukan salahku, ruangannya kedap suara tapi pintunya kebuka," kilah Galaksi cepat sambil nyengir. Titan memicingkan mata. "Kamu pintar banget menyembunyikan ini dariku,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status